Porong 2015....ada apa ?


Porong 2015



“Bila kita mencermati delapan tujuan dalam MDGs (Millenium Developmnet Goals), maka upaya pemberdayaan perempuan perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak. Mengingat sebagian besar dari tujuan yang hendak dicapai terkait langsung dengan kondisi hidup perempuan,” tutur Menteri Koordinasi dan Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Aburizal Bakrie, seperti ditulis berbagai media massa, saat memberikan sambutan pada acara pembukaan Dialog Nasional Perempuan dan Pencapaian MDGs di Kantor Kementerian Koordinator Kesra, Jakarta, tahun 2007 silam.

Hanya berselang setahun setelah Menko Kesra Aburizal Bakrie mengeluarkan pernyataan perlunya pemberdayaan perempuan itu, seorang Ibu yang sejak Mei 2006 menjadi korban lumpur Lapindo menghembuskan nafas terakhir. Ibu Jumik, perempuan berusia 52 tahun itu, meninggal dunia setelah sekian lama menderita sakit di perutnya.

Kemiskinan yang melilit kehidupannya sebagai korban Lapindo membuat keluarga Ibu Jumik tak mampu membayar ongkos perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo. Ibu Jumik pun dirawat dengan menggunakan pengobatan tradisional. Di saat pemerintah dan korporasi yang terkait dengan semburan lumpur di Porong, Sidoarjo tak mempedulikannya, Tuhan membebaskan Ibu Jumik dari lilitan kemiskinan dan statusnya sebagai korban lumpur dengan memanggilnya menuju alam kubur.

Bukan hanya Ibu Jumik yang mengalami nasib seperti itu. Banyak sekali korban lumpur, baik perempuan ataupun laki-laki dari berbagai usia, yang mengalami nasib serupa. Hampir tiga tahun semburan lumpur Lapindo merampas hak-hak dasar korban lumpur untuk hidup layak seperti manusia lainnya.

Betapa tidak, semburan lumpur Lapindo bukan saja telah menenggelamkan rumahnya namun juga mengubur aksesnya terhadap air bersih dan udara yang sehat. Air bersih yang sebelum munculnya semburan lumpur Lapindo dapat dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci sekarang sudah tidak layak lagi digunakan.
Sri Mulyowati, perempuan berusia 48 tahun, seperti ditulis di web korban lumpur, mengatakan bahwa air sumur di rumahnya telah berubah keruh dan berbau.

Padahal sebelum adanya semburan lumpur Lapindo, air tanah di rumahnya sangat bagus. Kondisi air yang buruk membuat warga korban lumpur harus membeli air setiap hari.

Mungkin warga korban lumpur masih bisa memanfaatkan air bersih dengan cara membeli eceran, namun untuk menghirup udara sehat, korban lumpur benar-benar tidak punya pilihan lagi. Setiap hari mereka terpaksa harus menghirup udara yang telah tercemar.

Buruknya kualitas udara di Porong, terlihat dari membengkaknya penderita penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Data dari Puskesmas Porong menyebutkan bahwa terjadi peningkatan penderita ISPA sejak tahun 2006. Setelah muncul semburan lumpur Lapindo hingga tahun 2008 tercatat telah 46 ribu orang menderita penyakit ISPA.

Penyakit ganguan pernafasan juga telah menimbulkan korban jiwa di Porong, Sidoarjo. Setidaknya telah ada empat orang yang meninggal akibat gangguan pernafasan. Ada Bapak Sutrisno, Bapak Yakup dan istrinya serta Unin Qoirotul, seorang remaja usia 15 tahun yang meninggal dunia akibat gangguan pernafasan.

Celakanya, kini muncul semburan-semburan gas liar di rumah-rumah penduduk. Gas-gas tersebut berbahaya jika terhirup oleh sistem pernafasan manusia.
Setalah muncul semburan lumpur Lapindo, kawasan Porong dapat dikatakan tidak layak lagi untuk dihuni manusia. Bukan saja karena ancaman penurunan permukaan tanah namun juga karena racun yang terkandung dalam lumpur Lapindo.

Penelitian Departemen Pekerjaan Umum, yang jarang dikutip media, mengungkapkan bahwa kandungan senyawa kimia Fenol dalam air lumpur Lapindo telah melebihi baku mutu limbah cair yang diperkenankan olah Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur Nomor 45 tahun 2002. Sempel air dari lumpur Lapindo itu diambil dari salah satu rumah penduduk dan di sebelah utara Tol Porong-Gempol. Fenol adalah sejenis senyawa kimia yang pada kadar tertentu bisa merusak jaringan saraf manusia.

Buruknya kondisi di Porong setelah muncul semburan lumpur Lapindo seperti tamparan keras bagi pemerintah yang berniat memenuhi target MDGs pada tahun 2015. Pernyataan Menko Kesra Aburizal Bakrie terkait dengan pentingnya pemberdayaan perempuan dalam mencapai target MDGs pun terasa hanya sekedar jargon ketika kita melihat makin buruknya kondisi kehidupan perempuan-perempuan yang menjadi korban lumpur di Porong.

Padahal salah satu target MDGs itu adalah menjamin keberlanjutan lingkungan serta merehabilitasi sumber daya alam. Dalam MDGs ditargetkan jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum berkurang setengahnya. Sementara yang terjadi di Porong adalah sebaliknya, kian hari kian banyak orang yang tidak mendapatkan akses air bersih.



Sumber: http://public. kompasiana. com/2009/ 08/11/porong- 2015/

Pemikiran tentang :

0 Tanggapan Teman ?:

Posting Komentar

Timeliness....

Search on blog

Translate

Forecast Weather

Rupiah Exchange Rates ( IDR )

Rush hour Blog

Fight To our Earth....Go green

Brighter Planet's 350 Challenge
NonCommercial,Nonprofit. Diberdayakan oleh Blogger.