Enhanced Oil Recovery, Chemical Flooding Method, Polymer


 INJEKSI POLIMER DENGAN PENGARUH JENIS POLIMER,KONSENTRASI DAN SALINITAS BRINE PADA RECOVERY FACTOR MINYAK 
(Laboratorium Study)

Arif Eka Rahmanto1); Rachmat Sudibjo 2); Sugiatmo kasmungin 2),
1) Magister Teknik Perminyakan Universitas Trisakti, 2) Pengajar Magister Teknik Perminyakan,

ABSTRAK
Dengan permintaan energy semakin meningkat terutama energy fosill fuel ( oil & gas), maka sangat penting untuk meningkatkan recovery factor dan gas terutama pada fase tertiary ( EOR) . Injeksi polimer  merupakan salah satu dari bagian chemical flooding injection( EOR) dapat  meningkatkan nilai recovery factor ,  polimer  yang digunakan  adalah sintetsis ( add cross) dan biopolymer ( XC-P), Uji yang dilakukan adalah uji larutan ( rheology) dan juga uji fisik batuan dari hasil uji tersebut baru dapat dilakukan core flooding metode untuk mengetahui nilai Rf. Hasil yang didapat dari core flooding  penambahan polimer yang paling baik adalah larutan G4 dengan core sintetis T2, dengan niali Rf dari hasil injeksi polimer 0.26 (26 %), mobility ratio 0.25853, XC-P ( G4) memiliiki kestabilan terhadap kenaikan salinitas terutama pada salinitas 15.000 ppm. Untuk core properties T2 memiliki porositas 44%, Ka brine 2.196624 mD, Ka. Polimer 0.926591 mD
Kata Kunci : EOR, Polimer Synthetic, Biopolimer, uji rheology, recovery factor

I. PENDAHULUAN
Penggunaan polimer  sintetis (add cross) dan biopolimer (XC-P) untuk peningkatan Rf minyak sangat tergantung dari rheology larutan yang mengacu pada kondisi resevoar , sedangkan untuk skala laboratorium tergantung dari pemilihan core sampel yang digunakan. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan dibidang chemical flooding  khususnya dibidang polimer.

2. STUDI PUSTAKA
Pada penelitian  Abrahamsen, 2012, mengambil data dari lapangan norne C – segment (statoil) memiliki nilai Rf  2.2  %  dari hasil injeksi polimer dengan metode ASP ( alkali, surfactan, polimer) dengan alkali (0.1 wt%), surfactant (0.5 wt %), polimer (0.05 wt%). Untuk itu pada penelitian saat ini hanya digunakan 1 jenis metode saja yaitu polimer core flooding dengan 2 jenis polimer pada variasi konsentrasi dan salinitas brine, untuk suhu yang digunakan adalah 60°C, serta dilakukan dlam skala laboratorium. Secara garis besar terdapat 2 (dua)  uji parameter yaitu 1. Uji rheology larutan dan 2. Uji sifat fisik batuan.

3. METODOLOGI
Metodologi yang digunakan adalah core flooding, adapun tahapan umum yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Uji fisik batuan :
a) Porositas 
b) Permeabilitas

2. Uji  efek karakteristik (rheology) larutan
a. Shear rate:
b. Permeability Reduction (Rk)
c. Resistance Factor
d. Salinity effect :
e. Polimer Slug

3. Persiapan :
a) Pembuatan core sampel sintetis dan alami;
b) Larutan polimer yang telah lulus uji;
c) Persiapan peralatan core flooding;

4. Core flooding :
a) Core saturasi, dengan menggunakan brine;
b) Injeksi oil, oil saturation;
c) Injeksi brine;
d) Injeksi polimer;

5. Evaluasi core flooding:
a) Pengolahan data dan perhitungan
b) pembahasan



4. DAFTAR PUSTAKA :

1. Abrahamsen, Anders. 2012. Applying Chemical EOR on the Norne Field C-Segment. Thesis,Norwegian University of Science and Technology. June 2012, pp. 1-186.
2. API RP 63. 1990. Recommended Practices for Evaluation of Polymers Used In Enhanced Oil Recovery Operation. June 1, 1990, pp. 1-86.
3. Gonten, Von, McCain and Wu, Ching H. 1992. Petroleum Engineering 311Reservoir Petrophysics. Course Notes,TEXAS A&M UNIVERSITY, pp. 1-224.
4. Hakim, Adnan Nullah and Dharmawan, Irwan Ary. 2012. Model Aliran Polimer Pada Media Berpori . Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir. Oktober 10, pp. 1 -13.
5. Taber, J.J., et al. 1997. EOR Screening Criteria Revisited-Part 2:Applications and Impact of Oil Prices. SPWDOE Improved Oil Recovely Symposium held in Tulsa, Oklahoma,. June 6, 1997, pp. 1-7.
6. winarta, Jeffier, et al. May 2012. Salinity Balance With Non-Polar Brine. Jakarta : Proceedings, Indonesian Petroleoum Association, 36 th Annual convention & exhibition ( IPA 12-SE-058), May 2012.

Link Paper :

https://www.academia.edu/34664900/Injeksi_Polimer_Dengan_Pengaruh_Jenis_Polimer_Konsentrasi_dan_Salinitas_Brine_Pada_Recovery_Factor_Minyak

http://trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/index.php/semnas/article/viewFile/2130/1818

Link Research (Thesis) :

https://www.academia.edu/34939110/KAJIAN_LABORATORIUM_PENGARUH_JENIS_DAN_KONSENTRASI_INJEKSI_POLIMER_DAN_SALINITAS_AIR_TERHADAP_FAKTOR_PEROLEHAN_MINYAK.pdf

Semoga bermanfaat dan mohon masukannya sebagai bahan pembelajaran dan memperbaiki diri. Serta mohon maaf jika terdapat kekurangan dalam penelitian ini, kesempurnaan hanyalah milik Tuhan YME.

Salam Sukses, Sehat dan Bahagia selalu



Pemikiran tentang :

Pertamina Regulator atau Perusahaan????

 ANALISA PEMBUKTIAN PERTAMINA MENJADI SEBUAH PERUSAHAAN REGULATOR ATAU PERUSAHAAN
Merujuk
Undang-Undang No. 44 Prp. Tahun 1960
Undang Undang No. 8 Tahun 1971
Oleh: Arif Eka Rahmanto               

I.                  PENDAHULUAN
Negara Indonesia memasuki era minyak dan gas bumi sudah sejak jaman kolonial Belanda.Seiring perkembangan zaman yang kian menuntuk untuk perubahan serta adaptasi yang merujuk pada UUD 1945.Maka dirasa perlu melakukan beberapa perubahan strategis sebagai manifestasi dari UUD 1945.
Di pemerintahan presiden Soekarno pemerintah Indonesia mulai menata landasan hukum Negara, maka di keluarkan UU No. 44.Prp Tahun 1960.  Landasan atau pertimbangan hukum undang undang tersebut adalah :
1.      Pasal 33 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Dasar;
2.      Pasal 9 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang pertambangan  No. 37 tahun 1960 (Lembaran Negara tahun 1960 No. 119);
3.      Indische Mijnwet stbl. 1899 No. 214 jo Stbl. 1906 No. 434
Secara general Undang Undang tersebut berisi mengenai pengelolaan Sumber Daya Alam dan pengelolaan migas oleh pemerintah dalam hal ini adalah dilakukan oleh Perusahaan Negara. Dengan di terbitkanya peraturan pemerintah republik indonesia nomor 27 tahun 1968 tentang pendirian perusahaan negara pertambangan minyak  dan gas bumi nasional (p.n. pertamina).
 Akan tetapi Setelah memasuki pemerintahan Presiden Soeharto peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1968 di cabut, dan diganti dengan penerbitan Undang Undang No. 8 Tahun 1971 mengenai Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara atau juga lebih dikenal sebagai "Undang-undang PERTAMINA”. Pertimbangan hukum Undang Undang tersebut adalah :
1.      Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945; 
2.       Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXIII/ MPRS/1966; 
3.       Undang-undangNomor 44 Prp. Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070); 
4.      Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); 
5.       Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2904).
Sampai saat ini undang undang tersebut masih digunakan sebagai rujukan serta pertimbangan hukum dari beberapa undang undang ataupun peraturan peraturan pemerintah mengenai tata kelola MIGAS.
Pertamina merupakan satu satu perusahaan Pemeritah yang di kuasai pemerintah terkait pengalolaan MIGAS dari sector Hulu sampai dengan HIlir. Menjadi tulang punggung yang sangat strategis.
Berkaitan dengan hal tersebut pandangan dan tafsiran yang berkembang saat ini menjadi sangat melebar terutama hal yang berhubungan dengan posisi Pertamina di Pemerintah atau Negara yakni sebagai Regulator ataukah sebagai perusahaan dan bahakan dapat di katakana kedua duanya.
Pada tulisan ini kami mencoba menganalisa opini yang berkembangan tersebut dengan dasar pandangan dan pemikiran hukum dari Undang Undang No 44 Tahun 1960 dan Undang Undang No.8 Tahun 1971 .Opini atau penulis lebih menyukai menggunakan kata tafsir.
I.                   DASAR PEMIKIRAN, RUANG LINGKUP
2.1 Dasar Pemikiran
Dasar penulisan makalah atau paper ini adalah untuk mengetahui posisi Pertamina (persero) di tata kelola migas Indonesia
2.2 Ruang Lingkup
Penulis hanya menganalisa menggunakan perundang undangan yang terkait dalam permasalahan Posisi Pertamina didalam Negara sebagai Perusahaan Negara dan atau Regulator. Serta article, buku,dan tulisan ilmiah terkait hal tersebut.
Dalam hal ini penulis menggunakan metode Heuristik. Pengertian method Heuritik menurut ( Satria Permana,2012) adalah “pengumpulan sumber sumber dari buku, artikel, majalah, surat kabar dan document yang telah terbit pada zamannya.”

II.                PEMBAHASAN PERUNDANG UNDANGAN  PEMERINTAH

2.1.Undang Undang No.44 Tahun 1960
Sebagai tindak lanjut dari hasil kajian Panitia Negara Urusan Pertambangan, maka sistem konsesi dalam pengusahaan pertambangan tidak lagi digunakan karena dinilai memberikan hak yang terlalu luas dan terlalu kuat bagi Pemegang Konsesi, sehingga diganti dengan Kuasa Pertambangan. Selanjutnya pengelolaan Migas Indonesia berada dibawah Kementrian Keuangan.(Puspita, Bella,2012)
Adapun beberpa penjelasan secara umum beberpa isi dari pasal pasal dalam UU No.44 Tahun 1960 tentang pertambangan minyak dan gas bumi( UU No.44 Tahun 1960, Internet)   , yaitu
a.       Hubungan bumi dan air wilayah Indonesia dengan bangsa Indonesia adalah abadi. Bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan daripada wilayah. Bumi dan air Indonesia adalah satu dengan bangsa Indonesia. Kekayaan alam  yang terkandung di dalam bumi dan air wilayah Indonesia adalah hak bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Dengan ayat 3 pasal 33 undang-undang dasar Republik Indonesia, maka  bangsa Indonesia memberi kekuasaan kepada Negara Republik Indonesia  untuk mengatur, memelihara dan menggunakan kekayaan nasional tersebut sebaik-baiknya agar tercapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Adapun wewenang  negara untuk menguasai itu meliputi penguasaan, walaupun demikian tidak melayani, apabila negara menyerahkan pelaksanaan kekuasaan itu kepada yang dapat menjalankannya, asalkan negara  dapat menjamin hubungan  bangsa Indonesia dengan wilayah yang abadi itu serta kedudukan Negara Republik  Indonesia yang diberikan hak menguasai kekayaan nasional tersebut;
b.       Penyerahan pelaksanaan kekuasaan negara atas kekayaan nasional berupa bahan-bahan galian bumi Indonesia tidaklah dapat dilakukan begitu saja, oleh karena bahan-bahan galian tersebut masingmasingmempunyai sifat-sifat khusus dan pula mempunyai  nilai yang berlainan bagi bangsa Indonesia dan negara. Maka itu, mengingat akan hal-hal itu, bahan-bahan galian dibagi dalam tiga golongan yang menentukan kepada siapa pelaksanaan itu dapat diberikan. Dan oleh karena pelaksanaan itu berarti penguasaan pertambangan bahan
galian  maka dalam  dalam peraturan pemerintah pengganti undangundang tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi ini pelaksanaan kekuasaan negara itu disebut pengusahaan, dan yang menjalankan pengusahaan itu pelaksanan pengusahaan.;
c.       Bahan galian minyak dan gas bumi bukan saja mempunyai sifat-sifat khusus, akan tetapi hasil-hasil pemurnian  dan pengolahannya adalah penting bagi hajat hidup orang banyak dan pertahanan nasional. Itu sebabnya ditentukan, bahwa pengusahaan minyak dan gas bumi hanya dapat diselenggarakan oleh negara dan pelaksanaan pengusahaan itu hanya dilakukan oleh Perusahaan Negara, agar kemanfaatan bahan galian minyak dan gas bumi  dapat terjamin dalam rangka penyusunan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur  dan dalam pembangunan Negara Republik Indonesia yang jaya, lagi kuat;
d.      Berhubung Negara Republik Indonesia mempunyai hak menguasai, maka tidaklah dapat diberikan kepada Perusahaan Negara hak-hak lain yang lebih daripada menguasai itu. Itu sebabnya,  didalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi ini, yamg dapat diberikan kepada Perusahaan Negara adalah kuasa usaha pertambangan atau secara ringkas disebtu kuasa pertambangan. Dengan demikian, maka dapatlah dinyatakan, bahwa sungguh-sungguh hak konsesi dan hakhak lain atas wilayah pertambangan minyak dan gas bumi berdasarkan “ Indische mijnwet” . Stbl. 1899 No. 214 jo 1906 No. 434, sebagaimana diubah dan ditambah tidak berlaku lag, oleh karena hakhak itu seperti yang yang tersebut dalam Manifesto Politik tidak sesuai lagi  dengan alam pikiran bangsa Indonesia;
e.        Perusahaan asing selama ini memperoleh hak-hak konsesi atas wilayah-wilayah pertambangan berdasarkan “ Indische mijnwet” tersebtu dan  dengan demikian mempunyai kekuasaan atas  bahanbahan galian  minyak dan gas bumi yang ditambangnya, yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar. Dengan berlakunya peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi ini, maka kedudukan perusahaan asing yang bekerja di Indonesia di dalam lapangan pertambangan  minyak dan gas bumi akan berlainan sama sekali. Perusahaan asing tidak mungkin lagi memperoleh hak-hak pertambangan atas wilayah Indonesia yang tertentu. Hanya perusahaan negaralah yang dapat menguasai suatu wilayah pertambangan minyak dan gas bumi, hak inipun jauh berlainan dengan hak konsesi yang lama. Akan tetapi oleh karena perindustrian minya dan gas bumi meminta permodalan yang amat besar dan keahlian yang mendalam dan meluas tentang cabangcabang produksi minyak dan gas bumi, maka dalam peraturan ini masih diberi kemungkinan bagi perusahaan asing untuk bekerja  di Indonesia ini sebagai kontraktor suatu perusahaan negara dengan syarat-syarat yang memuaskan baginya. Dan oleh karena  perjanjian karya antara perusahaan asing ini dengan perusahaan negara penting sekali bagi pembangunan perahlian yang cukup, akan tetapi juga
untuk memperoleh dan menarik modal yang cukup dalam taraf perindustrian minyak dan gas bumi pada dewasa ini, maka perjanjian karya tersebut harus disahkan dengan undang-undang sebelumnya dapat berlaku;
f.        Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini tidak memuat ketentuan-ketentuan tentang isi perjanjian antara perusahaan negara  dengan perusahaan asing sebagai kontraktor itu, oleh karena syaratsyarat yang yang diperlukan dalam hubungan ini pokoknya akan tergantung pada berbagai macam fakta yang ada pada ketika perjanjian itu masing-masing dibuat, misalnya potensi wilayah pertambangan yang hendak dikerjakan, kemanapun perusahaan asing yang bersangkutan untuk menyediakan  keahlian dan modal yang diperlukan  serta penjualan minyak dan gas bumi yang akan dihasilkan. Berhubung dengan itu, oleh peraturan ini diserahkan seluruhnya kepada pemerintah bagaimana menurut kebijaksanaan isi tiap-tiap perjanjian karya setelah pertimbangan  penawaranpenawaran berbagai perusahaan-perusahaan asing terhadap suatu wilayah pertambangan yang tertentu beserta semau fakta-fakta yang ada;
g.       Kuasa pertambangan yang dapat diberikan tidak meliputi hak-hak tanah permukaan bumi yang bersangkutan hukum agraria nasional. Akan tetapi tidak akan jarang terjadi bahwa kuasa pertambangan yang tertentu,s sehingga perlu diatur hubungan antar kedua itu. Penyelesaian yang diberikan oleh  peraturan minyak dan gas bumi ini adalah bahwa hak tanah  tidak terhapus oleh adanya kuasa pertambangan atas sebidang tanah  yang bersangkutan, akan tetapi mengingat pentingnya pertambangan yang hendak dilakukan, peraturan ini menghendaki agar pemegang hak tanah jangan memakai hak tanahnya selama kuasa pertambangan dijalankan  pada tanah yang bersangkutan. Kerugian yang diderita oleh pemegang hak tanah karenanya, harus diganti oleh pemegang kuasa pertambangan yang berkepentingan berupa ganti rugi kerugian dan atau sumbangan yang dapat ditentukan oleh menteri secara yang seadil adilnya berdasarkan keadaan tiap soal khusus dan apabila  yang menderita kerugian tidak puas akan penentuan menteri maka pengadilan negerilah yang memberi putusan yang menentukan. Dengan demikian maka hak mempergunakan tanah itu akan hidup kembali sepenuhnya, jika pertambangan tidak dilakukan  lagi pada tanah  yang bersangkutan. Dalam pada itu hendaknya diperhatikan bahwa hak-hak yang diperoleh atas sebidang tanah yang ditambang berdasarkan suatu kuasa pertambangan hanyalah dapat terjadi, apabila dipertimbangkan lebih dulu oleh pemerintah;
h.      Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini mengandung jiwa yang sama sekali berlainan dengan asas-asas yang menjadi pokokpokok pikiran  daripada “ Indische Mijnwet” beserta peraturanperaturan lain yang berlaku selama ini. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini meninggalkan pandangan yang mengutamakan orang – orang  dengan hak-haknya  dalam usaha  mencapai kemakmuran yang adil bagi bangsa Indonesia. Peraturan ini tidak membenarkan bahwa kebagiaan orang seorang dapat tercapai oleh orang seorang sendiri denga hak-haknya secara yang adil, dan tidak dapat menerima, bahwa kekayaan seorang warga negara yang dapat dikumpulkannya bersandarkan kebebasan yang penuh benarbenar juga berarti kekayaan nasional. Bagi peraturan ini cara untuk memperoleh masyarakat Indonesia  yang makmur dan adil bukan dengan jalan  yang melalui dan  mengutamakan orang seorang akan tetapi dengan usaha  yang terutama  diwajibkan pada negara republik Indonesia seperti yang dikemukakan  oleh ayat 3  dan ayat 2 pasal 33 UUD 1945 dengan pengertian “ dikuasai oleh negara” itu. Itu sebabnya peraturan “ Mijnordonanntie” dan yang timbul  dari alam pikiran  yang liberalistis, kapitalis dan individualistis itu secapat-cepatnya harus dihilangkan, agar dalam pembaharua hidup bangsa Indonesia jangan terdapat dua alam pikiran yang saling bertentangan. Akan tetapi untuk menjamin jangan sampai perindustrian minyak dan gas bumi Indonesia mengalami stagnasi yang tidak diinginkan maka peraturan ini diberikan waktu peralihan yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah;
i.         Perusahaan negara yang telah melaksanakan kuasa pertambangan tidak dapat dikatakan melakukan pekerjaan-pekerjaan  pertambangan  sebagai pemilik wilayah pertambangan yang bersangkutan, sehingga terhadap semua hasil pekerjaan pertambangannya harus ada ketentuan –ketentuan lebih dulu atau sesudahnya dari pemerintah  tentang bagaimana bentuk dan besarnya penggantian jasa yang telah  disumbangkannya kepada negara RI dan bangsa Indonesia. Penggantian jasa terhadap pekerjaan eksplorasi dan atau pemurnian dan pengolahan  ataupun dengan penjualan inilah yang baru menjadi milik perusahaan negara. Pengertian ini dikehendaki oleh Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini berhubung itu  adalah sebagai akibat yang  seharusnya daripada ketentuan bahwa  bahan – bahan galian bumi Indonesia  adalah hak bangsa dan merupakan kekayaan nasional;
j.         Agar perindustrian  minyak dan gas bumi Indonesia sungguh-sungguh berarti bagi hajat hidup orang banyak seperti yang dikemukakan oleh ayat 2 pasal 22 UUD, maka peraturan pemerintah pengganti undangundang ini mengisyafi, bahwa satu-satunya jalan untuk itu adalah memperbesar produksi perindustrian minyak dan gas bumi Indonesia secepat-cepatnya agar supaya : 
a.       Dapat  diatasi pertambahan  kebutuhan minyak bumi untuk konsumsi dalam negeri sebagai akibat pertambahan penduduk  dan pelaksanaan industrialisasi dalam pembangunan  semesta Indonesia (perubahan struktur ekonomi Indonesia);
b.      Kebutuhan Indonesia akan devisen untuk Pembangunan Semesta  dapat dipenuhi;
c.       Dapat diadakan perimbangan yang menguntungkan antara konsumsi dalam negeri Indonesia  dari ekspor Indonesia;
d.      Kedudukan Indonesia dalam pasar dunia  dapat dipertahankan;
e.       Pendapatan negara yang berasal dari perusahaan perusahaan minyak dapat diperbesar;
f.       Persoalan pengangguran dapat dipecahkan;
g.      Pendapatan nasional dan income per capita Indonesia yakni standar of living di Indonesia dapat dinaikkan. Akan tetapi cara melakukan  pengusahaan minyak dan gas bumi  Indonesia haruslah disandarkan pada ayat 3 pasal 33 UUD dan pada manifesto politik. Cara inilah yang diatur  dalam peraturan pemerintah pengganti undangundang  ini dengan tidak melupakan bahwa produksi minyak dan gas bumi Indonesi harus diperbesar selekas-lekasnya. Dengan demikian maka perusahaan negara nanti akan  memperoleh masing-masing kuasa pertambangan minyak dan gas bumi pada beberapa wilayah  pertambangan  yang tertentu  menurut  kuasa pertambangan itu masing-masing serta perusahaan minyak asing hanya dapat mempunyai status kontraktor saja berdasarkan suatu atau beberapa perjanjian karya dengan perusahaan negara yang bersangkutan  

Beberapa penjelasan pasal pasal terkait Perusahaan Negara :

Penjelasan Pasal 5
Kuasa pertambangan serta penunjukan batas batas wilayah kuasa pertambangan berada dalam pengawasan pemerintah yang dilakukan oleh menteri.

Penjelasan Pasal 6
Dalam melakukan pengelolaan Migas kontraktor selain perusahaan Negara dapat mengelola migas jika memenuhi persyaratan serta persetujuan dari Pemerintah dalam hal ini adalah menteri.

Penjelasan Pasal 7
Ketentuan ketentuan di dalam pasal ini adalah pembatasan-pembatasan terhadap pemberian wilayah  kuasa pertambangan berhubung dengan hakhak agraria nasional dan untuk menjamin kepentingan – kepentingan  umum yang erat bersangkut paut dengan lapangan-lapangan tanah. 
Penjelasan Pasal 11 dan 12
Dalam pasal-pasal ini ditegaskan kewajiban mereka yang berhak atas tanah untuk memperkenankan pekerjaan pemegang kuasa pertambangan atas tanah yang bersangkutan, dan sekaligus ditegaskan pula kewajiban pemegang kuasa pertambangan untuk menggantikan kerugian dan tau sumbangan kepada mereka yang berhak atas tanah  sebagai perimbangan. 
Penjelasan Pasal 17
Ini perlu dicantumkan dalam peraturan pemerintah pengganti undangundangini, oleh karena erat hubungannya dengan wewenang dan kewajiban  pemerintah untuk melakukan pengawasan  dalam kehidupan perusahaan – perusahaan minyak dan gas bumi berdasarkan  peraturan-peraturan dan undang-undang yang kini berlaku  dan yang akan  terus berlaku sampai pada waktu yang  ditentukan  dengan peraturan pemerintah (lihat ketentuanketentuan peralihan dari peraturan pemerintah pengganti undang-undang  ini). Pembentuk rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang  ini mengisyafi bahwa disamping  peraturan pemerintah pengganti undangundang  ini terdapat pual UU No. 3 tahun 1958 tentang penempatan tenaga asing dan lain. Undang-undang yang juga memuat ketentuan-ketentuan tentang tenaga asing hingga oleh karena itu dalam pasal 17 ayat 1  dari peraturan pemerintah pengganti undang-undang  ini dimuat ketentuan “ dengan tidak mengurangi tugas dari lain jawatan/instansi ” , sehingga dapatlah setiap instansi yang mempunyai hubungan erat  dengan persoalan tenaga-tenaga asing  megadakan kerjasama satu sama lain. Apa yang ditentukan dalam pasal  17 dari peraturan pemerintah pengganti undangundang  ini tidak bertentangan  dengan UU No. 3 tahun 1958 tentang penempatan tenaga asing, oleh karena  peraturan pemerintah pengganti undang-undang  ini hanyalah merupakan pengkhususan belaka  berhubung dengan  bahan  galian minyak dan gas bumi mempunyai masalah dan ciri-ciri tersendiri.

Penjelasan Pasal 22
Perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi yang bukan Perusahaan Negara  dan yang telah ada di Indonesia ini sebelum peraturan ini berlaku dapat diutamakan daripada perusahaan-perusahaan asing lainnya untuk mengadakan “ perjanjian karya” dengan perusahaan negara. Dan dalam pasal ini ditentukan, bahwa hubungan  perusahaan negara yang  telah ada sebelum peraturan ini berlaku, denah wilayah-wilayah pertambangannya harus  segera disesuaikan  dengan ketentuan-ketentuan peraturan ini. 

3.1.1        Pandangan Umum Undang Undang No.44 Tahun 1960

A.    Pandangan  Sebagai Perusahaan
secaraUmum perundang undangan ini berisi mengenai tata kelola migas dikelola oleh Negara yang nantinya Perusahaan Negara merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah. Hanya saja perundang undangan belum dapat menjelaskan secara detail pengertian dari perusahaan Negara secara badan atau perusahaan yang berpayung hukum kuat. Dengan kata lain yang dimaksud Perusahaan Negara dapat merujuk beberpa perusahaan bahkan perusahaan asing juga dapat menjadi perusahaan Negara.Didalam perundang undangan ini juga menyebutkan “perjanjian karya “ perusahaan asing ataupun kontratktor akan di kelola oleh perusahaan Negara terkait pada pasal 5, pasal 6, pasal 22.

B.     Pandangan sebagai perpanjangan tangan Regulator pemerintah
Dalam Penjelasan Pasal – pasal pada UU. No. 44 Tahun 1960, semua pengelolaan migas dibawah atau tetap di kuasai oleh Negara. Bentuk penguasaan serta pengawasan  tersebut terdapat pada Pasal 5,6,10,14,15,16,17, dan pasal 22. Perusahaan Negara yang ditunjuk tetap sebagai pelaksana pengelola MIGAS dengan mematuhi semua peraturan, persyaratan dari pemerintah.

2.2.Undang Undang No.8 Tahun 1971
PERTAMINA sebagai “Integrated State Oil Company” mendapatkan tugas sebagai pelaksana pengusahaan pertambangan migas.Pertamina juga mendapatkan Kuasa Pertambangan yang meliputi Eksplorasi, Eksploitasi, Pemurnian dan Pengolahan, Pengangkutan serta Penjualan. Berdasarkan UU No.8 tahun 1971, PERTAMINA dapat mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk “Kontrak Production Sharing” dengan syarat tertentu dan berlaku setelah disetujui oleh Presiden untuk kemudian diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Syarat-syarat dalam kerjasama tersebut harus diusahakan syarat yang paling menguntungkan Negara. Dengan kata lain pada waktu itu pengelolaan migas di tangani oleh PERTAMINA.(Puspita, Bella,2012)
3.2.1 Penjelasan Undang Undang No.8 Tahun 1971
Minyak dan gas bumi merupakan bahan galian yang strategis dan merupakan kekayaan Nasional yang terbesar dewasa ini.Kekayaan ini sekali ditambang dari perut bumi tidak dapat diperbaharui lagi, karena itu dalam menetapkan kebijaksanaan perminyakan dan pelaksanaan kebijaksanaan tersebut selalu harus berpedoman kepada jiwa pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945.Sudah semestinyalah, bahwa kekayaan Nasional yang besar tersebut harus dimanfaatkan untuk pembangunan perekonomian negara yang dapat membawa kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.Dalam pada itu, perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi harus dilakukan secara ekonomis, sehingga merupakan sumber pembiayaan yang penting bagi Pembangunan ekonomi Negara.  Berhubung dengan pentingnya bahan galian minyak dan gas bumi, baik bagi kesejahteraan rakyat maupun untuk pertahanan dan keamanan Nasional, maka dalam Undang-undang No. 44 Prp. tahun 1960 telah ditentukan bahwa pengusahaan minyak dan gas bumi hanya dapat diselenggarakan oleh negara dan pelaksanaan pengusahaannya hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Negara.  Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (P.N. PERTAMINA) yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1968 (Lembaran-Negara tahun 1968 No. 44) sampai pada saat berlakunya Undang-undang ini adalah satu-satunya Perusahaan Negara yang telah ditugaskan untuk menampung dan melaksanakan semua kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia, yang pada waktu ini telah berkembang dan telah mencapai suatu tingkat kesatuan usaha yang meliputi berbagaibagai cabang pengusahaan minyak dan gas bumi (suatu Integrated State Oil Company) di Indonesia.  Memperhatikan pengalaman serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh P.N. PERTAMINA hingga saat ini, serta pula untuk menjamin kelancaran perkembangan usaha selanjutnya bagi suatu perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi negara yang sanggup dan mampu mengadakan kompetisi secara internasional, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan negara, maka perlu disiapkan dasar-dasar dan landasan kerja yang memadai, yang tidak cukup diatur dengan perundang-undangan yang telah ada.  Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas itulah, maka dengan Undang-undang ini didirikan Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, disingkat Undang-undang PERTAMINA, yang diharapkan akan dapat merupakan sarana (hukum) untuk meningkatkan dan lebih menjamin suksesnya pengusahaan minyak dan gas bumi, yang selama ini dilaksanakan oleh P.N. PERTAMINA.  Di samping itu dalam Undang-undang PERTAMINA ini diatur lebih jelas dan terperinci cara-cara pengurusan perusahaan khusus mengenai minyak dan gas bumi yang strategis itu, serta diatur dengan jelas pula hak-hak dan kewajiban-kewajiban perusahaan, sehingga dapat diharapkan akan lebih terjamin kelancaran pelaksanaan usaha, sedangkan pemberian bimbingan dan pengawasan akan dapat dilaksanakan pula oleh Pemerintah dengan lebih teratur dan terarah.(Penjelasan Umum, UU.No8 Tahun 1971,Hal.16)
 (Penjelasan pasal UU No.8 Tahun 1971,Hal. 17-23) Penjelasan Dalam beberapa Pasal dalam undang undang No.8 Tahun 1971, yaitu :
Penjelasan Pasal 1.
Ayat (1).  Dalam pasal 16 Undang-undang No. 44 Prp. tahun 1960 ditegaskan bahwa tata-usaha dan pengawasan pekerjaan-pekerjaan pertambangan dan pelaksanaan pengusahaan minyak dan gas bumi dilakukan oleh Departemen/Instansi Pemerintah yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan minyak dan gas bumi.  Oleh karena itu dengan tidak mengurangi tugas dan wewenang Menteri-menteri dalam bidangnya masing-masing, maka pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia diatur, dibina dan diawasi oleh Menteri tersebut di atas.Pengaturan, pembinaan dan pengawasan pertambangan minyak dan gas bumi tersebut dilakukan dalam rangka kewenangan Menteri tersebut di atas dalam bidang hukum publik.
Ayat (2) Cukup jelas.Ayat (3).  Bahwa pelaksanaan pengusahaan minyak dan gas bumi itu merupakan proses yang terus-menerus dan memerlukan peralatan yang khusus dan menghadapi kemungkinan bahaya yang mempunyai frequency yang begitu besar maka perlu diadakan penyelenggaraan keselamatan kerja yang lebih effisien dan effektif. Oleh karena pada Departemen Pertambangan tersedia personil peralatan yang khusus untuk menyelenggarakan keselamatan kerja tersebut maka perlu wewenang untuk menyelenggarakan keselamatan kerja di bidang pelaksanaan pengusahaan minyak dan gas bumi yang dimaksud dalam undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dilimpahkan kepada Departemen Pertambangan. 
Penjelasan Pasal 5
 Kemakmuran rakyat dan Negara dapat dicapai dengan melaksanakan pembangunan perekonomian Negara; dengan demikian aktivitas perusahaan akan selalu memperhatikan dan bahkan berpedoman kepada pembangunan perekonomian tersebut. 
Penjelasan Pasal 6.
Ayat (2).Sebagaimana pelaksana pengusahaan minyak dan gas bumi yang bidang usahanya bersifat khusus, Perusahaan memerlukan ruang gerak yang cukup yang meliputi usaha-usaha lain yang bersangkutan dengan itu, sehingga usahanya dapat berjalan seeffiein mungkin dan dapat terjamin kelancaran masing-masing bidang usahanya.Perluasan usaha selalu harus didasarkan kepada perhitungan ekonomis.Walaupun demikian tidak dapat dianggap wajar andaikata perusahaan mengadakan perluasan usaha dalam bidang yang tidak ada hubungan langsung dengan usaha pokoknya. Semua daya dan dana seharusnya pertama-tama dipergunakan untuk usaha pokok; setelah usaha pokok ini terlaksana dan menurut perhitungan ekonomis memberikan atau menyebabkan keuntungan yang lebih besar dalam usaha Perusahaan barulah perluasan usaha dapat dilaksanakan dengan seijin Presiden. Dengan sendirinya Presiden hanya akan menyetujuinya setelah Dewan Komisaris Pemerintah mengijinkan Perusahaan untuk mengadakan usaha baru tersebut. 
Penjelasan Pasal 7
Ayat (1).Yang dimaksud dengan modal Perusahaan sebesar yang ditanam dalam P.N. PERTAMINA adalah modal yang terdiri dari seluruh kekayaan P.N. PERTAMINA yang ada semenjak didirikan hingga saat pembubarannya dan yang telah dinyatakan dalam Neraca Penutupan dan Neraca Pembukaan.
Ayat (3).Sebagai badan hukum berdasarkan Undang-undang ini, maka Perusahaan mempunyai modal yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, sedangkan modal tersebut tidak terbagi atas saham-saham.Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempertegas kedudukan modal Perusahaan, sehingga tidak memungkinkan adanya Partisipasi modal dari luar dalam Perusahaan (partisipasi pasif).Penyertaan modal dari Perusahaan untuk perluasan usaha (partisipasi aktif) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-undang ini.
Penjelasan Pasal 8
Ayat (2).Cadangan tujuan dimaksudkan untuk digunakan sebagai pembiayaan tujuan-tujuan tertentu, seperti pembaharuan, perluasan dan sebagainya.    Tiap-tiap cadangan tujuan tersebut harus dijelaskan dalam pembukuan untuk tujuan-tujuan apa. 
Penjelasan Pasal 9
  Pengurusan dan penggunaan dana-dana dari pada penyusutan dan cadangan-cadangan perlu diatur lebih lanjut, terutama untuk mencegah penggunaan dana-dana tersebut untuk: tujuan-tujuan yang menyimpang dari pada semula. Demikian pula dapat diatur untuk memanfaatkan danadana tersebut selama tidak dipakai.  Karena cadangan umum dimaksudkan untuk melindungi modal Perusahaan, sedang modal Perusahaan adalah milik Negara, maka sewajarnyalah bahwa pengurusan dana termaksud diatur oleh Peraturan Pemerintah. Lain halnya dengan pengurusan dana penyusutan dan cadangan tujuan yang dapat diatur oleh Dewan Komisaris Pemerintah. 
Penjelasan Pasal 10
Pengeluaran obligasi oleh Perusahaan memerlukan pemikiran yang teliti apakah rentabilitas dari investasi yang dilakukan dengan hasil penjualan obligasi cukup tinggi sehingga dapat menutup bunga obligasi yang harus dibayar setiap tahunnya.  Demikian juga apakah akan tersedia dana pada waktu dibutuhkan untuk pelunasan.  Karena itu keputusan untuk mengeluarkan obligasi harus dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 11
Dengan pasal ini tidak berarti bahwa semua wilayah hukum pertambangan telah diberikan kepada perusahaan.
Penjelasan Pasal 12
 Dalam mengadakan kerja sama ini harus diusahakan syarat-syarat yang paling menguntungkan bagi Negara.  Dengan sendirinya Pemerintah hanya akan menyetujui kerjasama ini setelah Dewan Komisaris Pemerintah mengijinkan Perusahaan mengadakan kerja sama.  Setiap Kontrak Production Sharing yang telah disetujui oleh Presiden diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Penjelasan Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas untuk menyediakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi kebutuhan dalam negeri, terutama minyak tanah sebagai salah satu bahan pokok, Perusahaan mentaati ketentuan-ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh Pemerintah.
Penjelasan Pasal 14
Ayat (1).  a. Yang dimaksud dengan net operating income di sini ialah hasil  (revenue) dikurangi dengan biaya-biaya (general cost). Untuk ini dipergunakan cara-cara perhitungan seperti yang dimuat dalam Undang-undang No. 14 tahun 1963.
 b. Pembagian dari hasil Production Sharing adalah sebagai berikut:  Misalkan suatu Production Sharing operation      menghasilkan :100 X  Biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor : 40 X (masimum)            Net operating income    : 60 X  yang harus disetor ke Kas Negara   : 60% dari 60 X = 36 X.  Jika biaya yang dikeluarkan kontraktor lebih kecil, maka pembagiannya akan menjadi sebagai berikut :  Misalkan suatu Production Sharing operation  menghasilkan      : 100 X  Biaya yang dikeluarkan kontraktor   :  20 X                 80 X  yang harus disetor ke Kas Negara :60% dari 80 X  48 X. 
Dari pembagian ini terlihat bahwa makin baik syarat-syarat kontrak untuk fihak Indonesia makin besar bagian untuk Perusahaan.Sewajarnyalah Perusahaan mendapatkan fee yang lebih besar dari usahanya yang lebih baik.Dengan pembagian ini Perusahaan harus dapat menutup biaya-biaya pelaksanaan Production Sharing yang dikeluarkan sendiri.
 c. Cukup jelas. 
 d. Yang dimaksud bonus Perusahaan adalah bonus produksi yang harus dibayar oleh kontraktor kepada PERTAMINA dalam rangka kontrakkontrak Production Sharing dan mulai berlaku pada saat berlakunya Undangundang ini. 
Penjelasan Pasal 15
  Khusus mengenai Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA), oleh karena hal ini menyangkut kepentingan Daerah, maka pelaksanaannya dibayar oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dari hasil yang harus disetorkan Perusahaan kepada Kas Negara. Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA) dengan demikian tetap ada dan tidak dihapuskan.
Penjelasan Pasal 16
Ayat (1). Kebijaksanaan umum yang dimaksud dalam ayat ini adalah garis-garis kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Dewan Komisaris Pemerintah sebagai pedoman pelaksanaan kerja dari Deireksi Perusahaan yakni antara lain seperti menetapkan Anggaran Belanja, rencana kerja, rencana investasi, pedoman dalam mengurus dan memelihara kekayaan perusahaan dan lain sebagainya yang dipandang perlu oleh Dewan tersebut. 
 Adapun pengawasan yang dimaksud di sini dilaksanakan oleh Dewan antara lain dengan cara penetapan pedoman dan cara-cara tertentu di dalam melakukan pengelolaan atas kekayaan Perusahaan yang harus diindahkan oleh Direksi, baik secara aktif Dewan tersebut melakukan pemeriksaan maupun secara pasif dengan menerima laporan-laporan secara berkala, dan lain sebagainya yang dipandang perlu oleh Dewan tersebut. 
Ayat (2) Cukup jelas.Ayat (3) Cukup jelas.Ayat (4) Cukup jelas.Ayat (5).Dengan sendirinya Dewan Komisaris Pemerintah berhak untuk memeriksa segenap Buku, surat-surat dan bukti-bukti, serta dapat pula meminta bantuan akhli untuk memeriksa Buku, surat-surat dan buktibukti tersebut.
Ayat (6) Cukup jelas.Ayat (7). Di dalam peraturan tata-tertib dan cara menjalan tugas Dewan dicantumkan segala hak-hak, kewajiban dan prosedure kerja yang dipandang perlu oleh Dewan agar ia dapat bekerja secara effisien dan effectif. 
Penjelasan Pasal 19
Ayat (1)."Dipimpin dan diurus" yang dimaksud dalam ayat ini ialah semua fungsi management yang ada dalam suatu Perusahaan Modern.
Ayat (2).Cukup jelas.Ayat (3).Cukup jelas.Ayat (4). Di dalam peraturan tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Direksi dicantumkan tentang pembagian tugas antara Direksi, prosedure kerja dan lain sebagainya yang dipandang perlu oleh Dewan Komisaris Pemerintah. 
Penjelasan Pasal 21.
 Pada pasal 16 ayat (1) Undang-undang ini antara lain ditentukan bahwa dalam rangka penyempurnaan pengurusan Perusahaan Dewan Komisaris Pemerintah mengusulkan susunan keanggotaan Direksi Perusahaan kepada Presiden.  Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut, maka sebelum Direksi tersebut diangkat dan diberhentikan, Presiden dapat mendengar pertimbangan/pendapat Menteri Pertambangan sebagai pembantu Presiden yang disertai tanggung-jawab dalam pengusahaan minyak dan gas bumi. 
Ayat (2). Syarat-syarat untuk pengangkatan anggota Direksi selain dari yang telah ditetapkan dalam Undang-undang ini (pasl 22) akan ditambah dengan ketentuan-ketentuan/persyaratan lain yang umum berlaku seperti mempunyai kecakapan/keahlian yang dibutuhkan, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada Panca Sila dan Undang-undang Dasar 1945, mempunyai moral yang baik, berwibawa, jujur, adil serta tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan G.30.S./P.K.I. dan atau organisasi-organisasi terlarang lainnya. 
Penjelasan Pasal 22.
Ayat (1).Cukup jelas.Ayat (2).Kecuali ada ijin Presiden maka apabila antara anggotaanggota Direksi tersebut terjadi hubungan keluarga, maka salah seorang di antaranya tidak boleh melanjutkan jabatan lagi.Untuk pemilihannya didasarkan atas pertimbangan obyektif sesuai dengan kepentingan Perusahaan.
Ayat (3).Jabatan ini demikian pentingnya, sehingga haruslah dibatasi adanya jabatan rangkap.Ayat (4).Larangan ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya pertentangan kepentingan dan terjaminnya obyektivitas dari Keputusan Direksi.
Penjelasan Pasal 26.
Ayat (1).Untuk menyelenggarakan pekerjaan Pengurusan Perusahaan dengan baik diperlukan adanya anggaran Perusahaan.Dari Anggaran Perusahaan tersebut harus jelas digambarkan kegiatan Perusahaan sendiri, hasil dari kegiatan anak-anak Perusahaan dan penyertaan-penyertaan lainnya, rencana investasi dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu.Di samping itu harus pula dijelaskan sumber-sumber yang diharapkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tersebut di atas.Kegiatan dalam rangka Production Sharing diajukan dalam anggaran tersendiri.Dalam pengolahan Anggaran Perusahaan oleh Dewan Komisaris Pemerintah, semua aparatur Deprtemen Pertambangan harus dipergunakan seeffectif-effectifnya.
Ayat (2).Persetujuan Dewan Komisaris Pemerintah terhadap Anggaran tersebut di atas tidak mengurangi kewajiban Direksi untuk memenuhi ketentuan Pasal 27 Undang-undang ini.
Penjelasan Pasal 28
Sesuai dengan sifat-sifat khusus Perusahaan di mana antara lain karena banyaknya transaksi yang harus dilakukan dengan fihak asing, maka untuk kelancaran usahanya, Perusahaan menggunakan bank milik Negara dan apa bila diperlukan dapat juga menggunakan bank-bank lain dengan persetujuan Dewan Komisaris Pemerintah. 
Penjelasan Pasal 29
Ayat (1).Perhitungan tahunan digunakan sebagai dasar dari Dewan Komisaris Pemerintah untuk memberikan pengesahannya terhadap tindakan pengurusan Perusahaan oleh Direksi.Ayat (2) Cukup jelas.Ayat (3) Cukup jelas.Ayat (4) Cukup jelas.Ayat (5) Cukup jelas.Ayat (6).Dalam menetapkan penggunaan laba Perusahaan, harus diperhatikan pula pembentukan cadangan umum dan cadangan tujuan.
Penjelasan Pasal 30.
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.Ayat (3).Dengan pengesahanpertanggungan-jawab likwidasi yang dilakukan oleh likwidatur kepada Pemerintah sekaligus memberikan pembebasan tanggung jawab mengenai pekerjaan yang telah dilakukan oleh likwidatur.
Penjelasan Pasal 34.
Ayat (1).Cukup jelas.Ayat (2).Pelaksanaan dari Undang-undang ini secara effectif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3.2.3 Pandangan Umum Undang Undang No.8 Tahun 1971
A. Pandangan Sebagai perusahaan Negara
Pada undang undang No.8 Tahun 1971 sangat detail sekali mengatur mekanisme sebuah perusahaan Negara, dan juga merupakan manifesti dari Undang – undang No 44 tahun 1960.Sehinnga PERTAMINA telah disahkan sebagai Perusahaan Negara yang memiliki payung hukum, sesuai dengan pasal 2 ayat 1.
Tujuan pendirian perusahaan Negara ini sudah sangat Jelas diatur dalam pasal 5 dan pasal 6,sebagai perusahaan Negara tentunya modal perusahan juga harus di awasi serta di atur oleh Negara hal ini sangat terkait dalam pasal 7,8,9, dan 10.
Pertamina di berikan kuasa terbatas oleh Negara atau pemerintah sebagai mesin atau alat melakukan pengelolaan MIGAS, baik yang dilakukan langsung maupun melalui kontraktor – kontraktor yang telah di setujui pemerintah. Hal tersebut dapat di jelaskan pada pasal 11 dan pasal 12 serta terkait juga akan tugas dan kewajiban Pertamina yang tertulis pada pasal 13,14 dan 15.
Dalam menentukan anggaran dasar serta keputusan keputusan bersifat penting bagi kelangsungan  perusahaan Negara,  pemerintah terlibat secara langsung terlihat dalam pasal 26 dan 27
B.     Pandangan sebagai perpanjangan regulator dari pemerintah.
Dalam hal ini Pertamina merupakan representative atau perwakilan dari pemerintah.Sehingga kekuasaan Pertamina tetap dibatasi, diatur, dan di awasi oleh pemerintah.Dapat terlihat dari beberpa pasal mengenai pengaturan susunan direksi, yaitu pasal 16,17,19,21 dan 22.Tugas dan tanggung jawab direksi juga sangat jelas pada pasal 20 dan 23.

III.             Kesimpulan serta pandangan

Setelah melakukan pemaparan materi  yang telah tertulis pada bab sebelumnya maka para penulis menyimpulkan bahwa hakikatnya PERTAMINA adalah Perusahaan Negara yang di beri kewenangan khusus terbatas sebagai regulator.Jika kita menilik pengertian terminology dari Regulator menurut (KBBI,http://kbbi.web.id/regulator) adalah alat pengatur.Secara umum posisi pertamina dapat dijelaskan pada Tabel 4.1 Ketentuan Strategis konstitusional
No
UU.No 44 Prp.1960
UU. No.8/1971
1
Segala bahan galian migas yang ada didalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional
Kepada perusahaan (Pertamina) disediakan seluruh wilayah hukum pertambangan Indonesia, sepanjang mengenai pertambangan migas
2
Pertambangan hanya dikuasai Negara. Usaha pertambangan migas di usahakan oleh Perusahaan Negara Semata mata (pasal3)
Kepada Perusahaan diberikan KP yang batas wilayahnya dan syaratnya di tetapkan oleh Presiden atas usul Menteri
3
Usaha pertambangan migas dapat meliputi : Eksplorasi, Eksploitasi, permunian pengolahan, pengangkutan dan penjualan. (Pasal4)


Tabel 4.1
Ketentuan Strategis Konstitusional
(Sumber :  Batubara, Marwan, 2013, Akses Internet http://www.slideshare.net/pwypindonesia/kelembagaan-sektor-hulu-migas )
Dari tabel  serta pemaparan penjelasan diatas maka  didapat beberpa penafsiran yaitu :

1.      Pertamina Merupakan perusahaan Negara yang secara general di jelaskan dalam UU. No.44 Tahun 1971 serta menjadi lebih khusus dengan keluarnya UU. No 8 Tahun 1971 sebagai UU Pertamina.
2.      Menurut (Juwana, Hikmahanto,2015, Guru besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia)“Pertamina (tanpa PT di depan) dahulu melaksanakan kegiatan baik di hulu maupun di hilir. Di hulu, meski merupakan sebuah badan hukum, Pertamina diberi kewenangan negara sebagai regulator. Pertamina juga memiliki kewenangan negara sebagai pemberi wilayah konsesi bagi pihak ketiga. Pertamina juga mewakili negara saat berkontrak dengan pihak ketiga. Selain itu, Pertamina adalah badan usaha atau operator sebagaimana layaknya sebuah perusahaan migas.Di hilir, Pertamina diberi kewenangan sebagai regulator, pihak yang mengusulkan besaran subsidi BBM, di samping merangkap sebagai operator”
3.      Dari Setiap Perundang undangan tersebut Pertamina terlihat jelas sebagai ALAT PENGATUR Dari pemerintahan dalam hal ini Negara. Sesuai dengan UUD 1945 yang merupakan landasan paling utama di Indonesia.

Multitafsir terhadap peraturan dan perundang undangan memang dapat terjadi akan tetapi jika semua mengkrucut pada satu tujuan yang sama makan bias – bias ataupun kerancuan tidak akan terjadi. Terlebih lagi setelah Makamah Agung memutuskan menggunakan tafsiran terhadap klausal  “ Dikuasai Negara” dalam UUD 1945 adalah “mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas, bersumber dan diturunkan dari konsep kedaulatan rakyat. Rakyat secara kolektif memberikan mandat kepada negara untuk membuat kebijakan dan mengurus, mengatur, mengelola, dan mengawasi untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. (Juwana, Hikmahanto,2015, Guru besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia)


IV.             SARAN DAN MASUKAN

Setelah melihat serta menyimpulkan pemasalahan multi tafsir yang terjadi maka penulis dapat sedikit memberikan saran dan masukan yaitu :
1.      Dalam pembuatan Perundang undangan hendaknya di jelaskan secara detail;
2.      Alangkah baiknya semua tafsiran merujuk pada lembaga hukum tertinggi Negara sehingga tidak terjadi bias;
3.      Perumusan perundang undangan diharapkan dapat melibatkan semua piahak yaitu Pelaku Bisnis, Pemerintah, Akademisi dan peneliti;
4.      Kami berpendapat bahwa PERTAMINA sebagai ALAT Negara tidak masalah memonopoli usaha MIGAS, selama sesuai dengan ketentuan dan perundang undangan yang berlaku;
5.      Permasalahan yang paling krusial adalah Pertamina harus menata ulang manajemen internal, terutama dibidang pemberantasan korupsi sehingga kepercayaan rakyat akan kembali.




V.                DAFTAR PUSTAKA
1.      Agil, Rachmat,”Menilik Sejarah Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) Migas Indonesia,2011, Di akses dari https://redfox69.wordpress.com/2011/04/01/menilik-sejarah-kontrak-bagi-hasil-production-sharing-contract-migas-indonesia/;

2.      Batubara, Marwan, “ Kelembagaan sector hulu Migas” presentasi, Indonesia Resources Studies IRES, 2013, Di akses dari http://www.slideshare.net/pwypindonesia/kelembagaan-sektor-hulu-migas


3.      Juwana, Hikmahanto.”Ikhawal Dikuasai Negara”, Guru Besar Hukum Universitas Indonesia, Kompas,2013, Diakses dari http://budisansblog.blogspot.co.id/2015/09/ikhwal-dikuasai-negara.html

4.      Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari http://kbbi.web.id/regulator

5.      Permana, Satria,” Badai Ditengah “Oil Boom” krisis menejemen keuangan Pertamina 1973 -1975” Skripsi,  Universitas Indonesia, Jakarta, 2012;

6. Puspita, Bella, 2012.” Kebijakan Migas Indonesia”, Di akses dari http://bellampuspita.blogspot.co.id/2012/05/kebijakan-migas-di-indonesia.html


8.    Perundang Undangan No 44 Tahun 1960, Diakses dari http://www.ndaru.net/wp-content/uploads/201106/uu_44_prp_1960.pdf

Link paper :
https://www.academia.edu/34664979/ANALISA_PEMBUKTIAN_PERTAMINA_MENJADI_SEBUAH_PERUSAHAAN_REGULATOR_ATAU_PERUSAHAAN

Pemikiran tentang :

Timeliness....

Search on blog

Translate

Forecast Weather

Rupiah Exchange Rates ( IDR )

Rush hour Blog

Fight To our Earth....Go green

Brighter Planet's 350 Challenge
NonCommercial,Nonprofit. Diberdayakan oleh Blogger.