Perubahan Iklim Dilihat dari Sisi Kelautan




SAYA tertarik dengan imbauan panitia WOC dalam artikel terbitan 23 Maret 2009 di Manado Post dengan judul “Bikin masyarakat demam WOC “. Imbauan ini jangan hanya terbatas pada masyarakat Sulawesi Utara melainkan gaungnya harus menggetarkan Nusantara bahkan dunia. Oleh sebab itu saya tergerak menulis tentang sejauh mana perubahan iklim di bumi ini telah mempengaruhi kondisi laut secara global dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk bersama–sama mengatasi permasalahan pemanasan global dengan cara menjaga agar laut tetap lestari sehingga laut dan hasilnya yang kita nikmati saat ini dapat pula dinikmati oleh generasi selanjutnya.
Lautan yang luasnya hampir 70 persen luas permukaan bumi sangatlah memainkan peranan penting dalam menentukan iklim dan cuaca. Pengaruh–pengaruh besar dari perubahan iklim terhadap laut dan pesisirnya termasuk kenaikan permukaan air laut yang mengakibatkan sering terjadi banjir dan memperburuk erosi di pesisir pantai dan membawa dampak negatif terhadap habitat pesisir, pelabuhan, perkapalan, bangunan di tepi pantai dan juga ancaman terhadap kelangsungan hidup manusia. Akibat lainnya dari perubahan iklim akan sangat besar pengaruhnya terhadap jasa komersil yang disediakan oleh laut. Perikanan dan peternakan ikan juga akan ikut terpengaruh dengan perubahan suhu dan persediaan plankton.Iklim lautIklim laut sebagian besar ditentukan oleh temperaturnya, kadar garam, sirkulasi laut, dan juga pertukaran panas, air, dan gas (termasuk karbon dioksida) dengan atmosfir. Berfungsinya ekosistem laut sangatlah bergantung kepada perubahan dari iklim laut dan asidifikasi. Dengan sangat berhubungannya ekosistem laut melalui hubungan predator-mangsa dimana dampak langsung dari perubahan iklim laut akan berpengaruh kumulatif lewat rantai makanan. Sebagai contoh, kondisi suhu sekarang yang semakin memanas dan perubahan yang berhubungan dengan berkelimpahannya plankton dan distribusi geografi telah mengakibatkan berkurangnya persediaan mangsa ikan bagi beberapa “seabirds” (jenis burung yang hidup di daerah laut) sehingga seabirds telah terdaftar di U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) sebagai salah satu spesies laut yang terancam punah, begitu pula dengan seaturtles (kura–kura laut) salah satu makhluk tertua di bumi yang terancam punah akibat dari pemanasan global.Meningkatnya permukaan air lautMenurut riset yang ada, pemanasan global dari efek rumah kaca dapat menaikan permukaan air laut hingga 5–200 cm untuk abad selanjutnya. Ketinggian air laut memang selalu berfluktuasi dengan perubahan dari temperatur global. Ketika zaman es dimana temperatur global sebesar 5 derajat Celsius lebih rendah dari sekarang, kebanyakan dari air laut terikat dalam gletser dan ketinggian permukaan air lautnya sekitar 100 meter lebih rendah dari sekarang. Tetapi, saat periode terakhir “interglacial” (100,000 tahun yang lalu), permukaan air laut lebih tinggi 6 meter dari sekarang dan temperaturnya berkisar 1 derajat Celsius lebih hangat dari sekarang.Tren permukaan air laut global telah diestimasi dengan cara mengkombinasikan tren–tren dari “tidal stations” di seluruh dunia. Rekor-rekor ini memperlihatkan bahwa selama abad terakhir ini, permukaan air laut di seluruh dunia telah naik hingga 10–25 cm yang sebagian besar diakibatkan oleh pemanasan global dari abad terakhir.Kenaikan permukaan air laut akan membanjiri rawa-rawa dan dataran rendah, mempercepat erosi dan memperburuk banjir di pesisir pantai, mengancam bangunan–bangunan di daerah pesisir, kehilangan kawasan wisata pantai yang indah dan juga meningkatkan salinitas (pencemaran kadar garam) di daerah sungai, teluk, dan air di dalam tanah (aquifers).Karbon dioksida (CO2) membuat “laut asam” (acid seas)Hasil–hasil riset dari dekade terakhir telah membawa keprihatinan akan meningkatnya konsentrasi karbon dioksida di atmosfir yang akan mengakibatkan perubahan–perubahan pada sistem karbonat kimia di laut, dan perubahan–perubahan tersebut akan mempengaruhi beberapa proses biologi dan geokimia yang paling fundamental di laut. Laut tidak dapat lagi dihindari akan menjadi rusak. Yang belum dipahami masyarakat adalah, proses yang dikarenakan oleh meningkatnya pengeluaran karbon dioksida ini akan sangat besar pengaruhnya, bahkan sebelum akhir abad ini. Dalam 20 tahun ke depan, asidifikasi dari wilayah–wilayah laut yang luas pada belahan bumi selatan akan memprovokasi hilangnya organisme–organisme plankton tertentu. Fenomena yang lebih mengkhawatirkan dalam hal ini adalah terimbasnya flora dan fauna termasuk mata rantai pertama dalam rantai makanan di laut. Organisme laut yang kecil bisa sangat sensitif terhadap modifikasi–modifikasi pada lingkungannya. Migrasi yang terjadi sekarang ini dari beberapa plankton ke utara disebabkan oleh variasi suhu yang kurang dari 0.5 derajat Celcius pada permukaan air laut. Perpindahan dari plankton yang dicari ikan-ikan ini menjelaskan sebagian alasan akan berkurangnya persediaan dari jenis ikan tertentu yang dikonsumsi oleh manusia terutama ikan cod. Asidifikasi air laut dapat meningkatkan perpindahan–perpindahan plankton yang telah terjadi ini akan sangat berpengaruh terhadap ekonomi perikanan.Bencana besar bagi Terumbu Karang (Coral Reef)Terumbu karang bergantung kepada alga bernama zooxanthellae untuk memberikan nutrisi dan warna yang cemerlang, tetapi jika terjadi perubahan suhu 1-2 derajat saja maka karang akan stres dan rawan terhadap penyakit, menyebabkan karang–karang tersebut memudar/memutih warnanya (bleaching) dan akhirnya mati.Pada 2006, untuk pertama kalinya Bush Administration mengakui bahwa pemanasan global dapat membunuh terumbu karang sehingga dibuatlah kebijakan untuk menurunkan polusi yang disebabkan oleh perubahan iklim. Lembaga Perikanan di AS (The US National Marine Fisheries Service-NMFS) akhirnya mengeluarkan perintah bahwa dua jenis terumbu karang – elkhorn dan staghorn di Caribbean dan Teluk Florida harus didaftarkan sebagai “terancam” (endangered) di bawah undang–undang ESA (US Endangered Species Act) karena populasinya berkurang drastis sampai 80-98% yang disebabkan oleh naiknya suhu air laut dan ini adalah spesies pertama yang didaftarkan sebagai akibat dari pemanasan global. Indonesia merupakan negara yang kaya akan terumbu karang -memiliki 500 spesies terumbu karang bahkan beberapa jenis terumbu karang tersebut adalah yang terkaya di dunia. Dengan garis pantai sepanjang 58,000 km, Indonesia memiliki setidaknya 2.6 juta Ha terumbu karang, atau sebesar 8% dari terumbu karang di dunia. Para ilmuwan mengkhawatirkan telah banyak terumbu karang di Indonesia yang rusak akibat penangkapan ikan secara besar-besaran dan juga polusi tetapi ancaman yang lebih mematikan sekarang ini yaitu: pemanasan global yang mana telah mengakibatkan “coral bleaching” (terumbu karang yang memudar, warnanya memutih) pada beberapa terumbu karang yang paling spektakuler di Sulawesi dan Bali – rumah bagi beberapa ikan eksotis seperti ikan badut (yang lebih dikenal dengan sebutan “Nemo”) dan juga “scorpion fish”.Para pakar lingkungan mengatakan bahwa jika aktivitas industri tetap terus memproduksi gas-gas rumah kaca seperti saat ini dan tidak ada langkah-langkah yang cepat diambil untuk menghentikan kerusakan ini maka semua organisme–plankton, kerang laut dan terumbu-terumbu karang di dunia termasuk terumbu karang yang terbentang di sepanjang Nusantara sekitar 17,500 pulau dapat terancam punah dalam beberapa dekade ke depan. Ini adalah beberapa isu penting tentang perubahan iklim yang terjadi di laut yang disebabkan oleh polusi gas–gas rumah kaca, terutama karbon dioksida. Oleh karena itu, melalui WOC 2009 (World Ocean Conference) dan CTI (Coral Triangle Initiative) pada 11–15 Mei 2009 di Manado, mari kita bangun kesadaran yang kuat di masyarakat untuk menjaga keharmonisan antar manusia, laut dan masyarakat secara berkesinambungan.

Pemikiran tentang :

0 Tanggapan Teman ?:

Posting Komentar

Timeliness....

Search on blog

Translate

Forecast Weather

Rupiah Exchange Rates ( IDR )

Rush hour Blog

Fight To our Earth....Go green

Brighter Planet's 350 Challenge
NonCommercial,Nonprofit. Diberdayakan oleh Blogger.