MASALAH
AIR TANAH PADA DAERAH
DKI. JAKARTA
SEKILAS GAMBARAN
Banjir besar yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya awal Februari 2002 merupakan banjir yang terbesar yang pernah terjadi di Jakarta. Banjir kali ini menggenangi 65 persen wilayah Jakarta, mengakibatkan kerugian milyaran rupiah, menghancurkan ratusan rumah dan merusakkan sarana dan prasarana umum seperti jalan, jembatan, telepon, instalasi listrik dan lain lain. Bencana alam yang tak pernah dibayangkan akan sebesar itu, telah menyebabkan trauma bagi penduduk Jakarta, terutama mereka yang menjadi korban banjir. Kejadian ini dirasakan cukup berat bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya, meninggalkan duka yang mendalam terutama mereka yang kehilangan sanak saudara yang dicintainya.
Setelah beberapa bulan banjir berlalu, masyarakat Jakarta masih dihinggapi perasaan was was akan terjadinya banjir susulan. Masyarakat mulai bertanya tanya apakah sistem pengendalian banjir yang ada kurang baik, ataukah ada sebab lain yang mereka tidak ketahui. Apakah tahun depan Jakarta akan dilanda banjir lagi, tidak ada yang bisa menjawab. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa tahun depan dan seterusnya Jakarta akan aman dari bencana banjir.
ANALISA MASALAH
Hujan adalah bagian dari aktivitas alam yang tak dapat dikendalikan oleh manusia, karena itu manusia tidak bisa menyalahkan alam dalam hal ini. Yang bisa disalahkan adalah sistem pengendalian banjir yang dibuat oleh manusia yang tidak dapat berfungsi seperti yang diharapkan. Kalau diteliti secara seksama, banjir yang terjadi di Jakarta diakibatkan oleh 3 hal yaitu :
· Air hujan tidak bisa meresap kedalam tanah.
· Sungai dan sistem drainase yang ada tidak mampu menampung air hujan yang begitu besar.
· Daerah genangan tidak mampu menampung luapan air.
SUMBER MASALAH
· Tidak meresapnya air hujan kedalam tanah disebabkan oleh semakin menyempitnya kawasan resapan karena telah berubah fungsi menjadi pemukiman atau prasarana lainnya seperti jalan, areal parkir dan sebagainya. Ada kecenderungan kawasan resapan ini akan semakin menyempit seiring dengan pesatnya pembangunan fisik di wilayah DKI.
· Tidak mampunya sungai dan saluran drainase menampung air hujan disebabkan oleh berkurangnya kapasitas sungai dan drainase, dimana untuk kota besar seluas Jakarta, sungai, kanal dan saluran drainase yang ada masih kurang memadai. Disamping itu tersumbatnya saluran drainase oleh sampah dan sedimen, diakibatkan oleh kurangnya pemeliharaan dan kurang disiplinnya sebagian masyarakat ibukota dalam menjaga kebersihan lingkungan, serta kurangnya pengetahuan masyarakat akan pemanfaatan sungai, kanal dan saluran drainase.
· Tidak mampunya daerah genangan menampung air hujan, disebabkan oleh berubahnya fungsi lahan yang semula berfungsi sebagai daerah genangan menjadi pemukiman, komplek pertokoan dan kawasan industri. Untuk kota besar seperti Jakarta, kawasan genangan ini sangat diperlukan sebagai penampungan sementara sebelum diresapkan kedalam tanah.
WILAYAH DKI JAKARTA SAAT INI ( 2002-2009)
Terkait dengan masalah banjir, ada beberapa faktor penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu kondisi sungai, saluran drainase, kawasan resapan, kawasan genangan, Rencana Tata Ruang, dan curah hujan. Semua faktor tersebut secara sendiri sendiri atau bersama sama dapat menyebabkan terjadinya banjir, atau sekurang-kurangnya meningkatkan intensitas banjir.
- SUNGAI
Di Jakarta mengalir beberapa sungai besar yang merupakan sistem drainase alami bagi wilayah Jakarta, antara lain :
· Sungai Cisadane, dibagian barat, yang mengalir melintasi daerah Kedaung Kaliangke, Muara Angke, terus ke Kel. Kapuk Muara.
· Sungai Grogol, yang mengalir melintasi Petamburan, Jati Pulo, Grogol, Pejagalan dan bermuara di Pluit.
· Sungai Krukut, yang mengalir melalui Tambora, Kali Besar Barat, bermuara di pelabuhan Sunda Kelapa.
· Sungai Ciliwung, yang merupakan sungai terbesar, mengalir ditengah-tengah kota Jakarta, melaui Kwitang, Senen, Gunung Sahari, bermuara di Ancol.
· Sungai Sunter, yang melalui Jatinegara Kaum, Kelapa Gading dan bermuara di kel. Koja Selatan.
Semua sungai ini mengalir dari Selatan (wilayah Bogor) ke Utara menuju pantai teluk Jakarta. Kondisi sungai-sungai ini kurang terawat, penuh dengan sampah, airnya kotor berwarna gelap, dan dibeberapa tempat dipenuhi bangunan kumuh di kiri kanannya. Masyarakat masih beranggapan bahwa sungai merupakan belakang rumah dan tempat pembuangan, sehingga segala sesuatu yang tidak berguna dibuang kesungai. Seharusnya sungai dipandang sebagai bagian depan rumah sehingga harus dipelihara dan dijaga kebersihannya.
Disamping itu, sungai sungai ini penuh sedimen, sehingga menjadi dangkal dan kapasitas efektifnya menurun. Semakin ke utara kemiringannya semakin kecil, semakin sempit dan dangkal. Pada waktu air laut pasang, ketinggian muka laut bisa lebih tinggi daripada ketinggian air sungai, sehingga air sungai tidak bisa mengalir ke laut. Keadaan ini diperburuk oleh berkembangnya pemukiman di kawasan pantai dan di kiri kanan sungai.
- SALURAN DRAINASE
Hampir seluruh Jakarta, terutama di jalan jalan protokol dan pemukiman baru, sudah dilengkapi dengan saluran drainase, namun belum terintegrasi dalam suatu sistem yang baik, sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal.
Di beberapa tempat ada saluran drainase yang rusak, atau penuh dengan sampah dan sedimen. Banyak juga saluran drainase yang kapasitasnya kurang besar, sehingga kurang memadai untuk menampung air hujan, terutama pada waktu banjir.
- PENATAAN RUANG DAN KAWASAN RESAPAN
Pembangunan pemukiman, sarana perkantoran, pusat perbelanjaan, dan prasarana umum seperti jalan, lapangan parkir dan sebagainya, telah menutupi sebagian besar wilayah Jakarta. Daerah terbuka hijau semakin menyempit, sejalan dengan pesatnya pembangunan fisik. Pelanggaran tata ruang sangat sulit diatasi, meskipun Pemerintah telah berusaha melakukan penertiban dan penegakan hukum. Kawasan resapan di Puncak dan Bogor telah dipadati oleh bangunan, dan kawasan pantai yang seharusnya menjadi kawasan genangan kini telah berubah jadi pemukiman.
Kawasan terbuka di Jakarta sangat terbatas, yang masih kelihatan agak luas hanya di bekas bandara Kemayoran, Kelapa Gading, dan di sekitar Halim. Sisanya telah tertutup oleh bangunan permanen, aspal dan beton, sehingga tidak dapat lagi berfungsi sebagai kawasan resapan, akibatnya air hujan lebih banyak mengalir dipermukaan daripada meresap kedalam tanah.
- CURAH HUJAN
Menurut hasil penelitian Juanda (1994), kondisi klimatologi kawasan Jakarta dan sekitarnya, yang didasarkan pada data klimatologi 1985-1989, adalah sebagai berikut :
· Curah hujan rata-rata pertahun untuk kawasan Jakarta berkisar antara 1500 – 2000 mm/tahun, dengan curah hujan bulanan berkisar antara 60,62 – 345,20 mm/bulan.
· Temperatur rata-rata sepanjang tahun berkisar antara 27-29oC.
· Lama penyinaran matahari rata-rata bulanan antara 30-58%.
· Kelembaban udara relatif rata-rata bulanan berkisar antara 72-82%.
· Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 68,09- 86,25 mil/jam.
- INTENSITAS BANJIR
Banjir di Jakarta dan sekitarnya pada bulan Februari 2002, meliputi daerah yang sangat luas, kurang lebih 65% dari wilayah DKI. Banjir kali ini merupakan banjir terbesar yang pernah terjadi di Jakarta. Dibeberapa tempat air banjir mencapai ketinggian antara 1-4 meter, dan berlangsung beberapa hari. Daerah yang paling parah antara lain Pluit, Muara Karang, Sunter, Kelapa Gading, Kali Deres, Grogol, Jelambar, Kampung Melayu, Manggarai dan Kalibata. Sungai dengan luapan tertinggi adalah sungai Ciliwung dan sungai Grogol. Banjir bahkan masih terjadi sampai bulan April 2002 di beberapa tempat seperti Duren Sawit, Cipinang Muara, dan sepanjang jalan Otto Iskandardinata (SCTV 6 April 2002).
- GEOLOGI REGIONAL JAKARTA
Berdasarkan peta geologi lembar Jakarta (Turkandi 1992), batuan utama penyususn daerah Jakarta dan sekitarnya terdiri dari batuan kwarter, berupa rombakan gunung berapi muda, endapan sungai dan endapan pantai, yang tersusun secara tidak selaras diatas endapan batuan tersier . Susunan batuan Jakarta dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
- Kelompok Batuan Sedimen
· Formasi Rengganis (Tmrs), terdiri dari batu pasir halus sampai kasar, konglomerat, dan batu lempung.
· Formasi Kelapanunggal (Tmk), terdiri dari batuan koral, sisipan batu gamping pasiran, napal, dan batu pasir kuarsa glaukonitan.
· Formasi Jatiluhur, terdiri dari napal dan batu lempung dengan sisipan batupasir gampingan.
· Formasi Bojongmanik (Tmb), terdiri dari perselingan batupasir dan batu lempung dengan sisa sisa tanaman.
· Formasi Genteng (Tpg), disusun oleh tuf, batuapung, batupasir, breksi andesit, konglomerat, dan sisipan batu lempung.
· Formasi Serpong ( Tpss), disusun oleh perselingan konglomerat, batupasir, dan batu lempung dengan sisa sisa tanaman.
· Satuan batuan koral (Ql), disusun oleh koloni koral, hancuran koral, dan cangkang moluska. Satuan ini dijumpai disekitar teluk Jakarta.
2. Kelompok Endapan Permukaan
· Satuan aluvial tua (Qoa), terdiri dari batupasir kongmeratan, dan batu lanau. Satuan batuan ini hanya dijumpai di bagian selatan Cikarang Bekasi, sebagai endapan teras sungai Cibeet dan Citarum.
· Satuan kipas alluvial Bogor (Qva), terdiri dari tuf halus berlapis, tuf pasiran berselingan dengan tuf konglomeratan. Satuan ini merupakan rombakan endapan volkanik Gunung Salak dan Gunung Pangrango.
· Satuan endapan pematang pantai (Qbr), terdiri dari pasir halus sampai kasar dengan cangkang moluska. Satuan batuan ini dijumpai tersebar sepanjang pantai utara, hampir sejajar garis pantai, mulai dari Tangerang hingga Bekasi.
· Satuan aluvial (Qa), disusun oleh lempung, pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah, terdiri dari fraksi kasar dan halus. Fraksi kasar umumnya menempati alur alur sungai di selatan Jakarta, sedangkan fraksi halus menempati daerah dataran.
3. Kelompok Batuan Gunung api
· Satuan tuf Banten (Qtvb), disusun oleh tuf, tuf batuapung, dan batupasir.
· Satuan volkanik tak teruraikan (Qvu/b), terdiri dari breksi, lava, yang bersifat andesit hingga basalt, dan intrusi andesit forfiritik dari Gunung Sundamanik yang terletak di bagian barat Bogor.
· Satuan volkanik Gunung Kencana (Qvk) terdiri dari breksi dengan bongkah andesit dan basalt.
· Satuan volkanik Gunung Salak (Qvsb), terdiri dari lahar, lava, breksi, dan tufa batuapung, dengan bongkah umumnya andesit hingga basalt.
· Satuan volkanik Gunung Pangrango (Qvpo/y), disusun oleh lahar dengan bongkah andesit dan lava, dengan mineral seri flagioklas dan mafik.
4. Kelompok Batuan Intrusi
Merupakan terobosan gunung Dago (ba) yang bersifat basalt dan andesit forfiritik gunung Pancar (a).
- GEOMORFOLOGI
Wilayah cekungan Jakarta yang meliputi wilayah Jakarta Bogor Tangerang dan Bekasi, mempunyai elevasi antara 1,00 – 195,00 meter. Daerah ini merupakan perbukitan bergelombang, dengan kemiringan kecil sampai sedang. Berdasarkan bentuk yang terlihat pada Citra Landsat, menurut Suwiyanto 1977, bentang alam Jakarta dan sekitarnya dapat dikelompokkan menjadi empat satuan geomorfologi yaitu :
1. Satuan Geomorfologi Dataran Pantai
Satuan geomorfologi ini menempati kurang lebih 20 persen wilayah Jabotabek, dengan kemiringan lereng berkisar antara 0 – 0,5 persen, dengan ketinggian antara 0 – 16 meter. Satuan geomorfologi ini meliputi Tangerang, Tanjung Periok, Tanah Abang, Rawamangun, Pulogadung, dan Telukpucung.
2. Satuan Geomorfologi Kipas Gunungapi Bogor
Satuan geomorfologi ini menempati kurang lebih 38 persen wilayah Jabotabek, dengan kemiringan lereng berkisar antara 0,5 – 15,0 persen, dan dengan ketinggian antara 16 – 195 meter. Pada beberapa tempat di bagian selatan dijumpai kemiringan lereng yang lebih terjal. Penyebaran satuan geomorfologi ini meliputi wilayah Bogor, Tambun, Cibinong, Depok, Serpong, dan Parungpanjang.
Satuan geomorfologi ini menempati kurang lebih 25 persen luas Jabotabek, dengan kemiringan berkisar antara 15 – 70 persen, dan dengan ketinggian antara 1225 – 2500 meter. Satuan geomorfologi ini meliputi daerah sekitar G. Masigit, G. Salak dan Cipanas.
4. Satuan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang
Satuan geomorfologi ini menempati kurang lebih 17 persen wilayah Jabotabek, dengan kemiringan 15 – 40 persen, dan dengan ketinggian berkisar antara 195 – 1225 meter. Penyebaran satuan geomorfologi ini meliputi G. Karang, G. Endut, G. Dago, dan G.Putri.
5. Satuan Geomorfologi Dataran Limbah Banjir
Satuan geomorfologi ini menempati bagian tengan wilayah DKI yang meliputi wilayah Jalan Thamrin - Sudirman - Blok M, Senen, Manggarai, Kampung Melayu, Jatinegara, Jalan Pramuka dan membentang dari barat ke timur mulai dari Sungai Cimanceuri (di barat) dan Sungai Citarum ( di timur). Daerah ini berada pada ketinggian 0,5 – 1 meter diatas permukaan laut.
6. Pola Aliran Air Permukaan
Sungai sungai utama yang mengalir di wilayah DKI seperti Sungai Cisadane (di barat), Sungai Ciliwung (di tengan) dan Sungai Bekasi (di timur) serta beberapa anak sungai seperti sungai Angke, sungai Grogol, sungai Krukut, dan sungai Sunter, semuanya mempunyai pola aliran sub paralel, yang mengalir dari selatan menuju ke utara.
Kondisi geomorfologi seperti diuraikan diatas menyebabkan air hujan yang jatuh di wilayah ini secara alamiah mengalir kearah utara, yaitu dari wilayah Bogor menuju pantai utara Jakarta. Pola aliran seperti ini, yang sudah berlangsung sejak dahulu kala, akhir-akhir ini seringkali menimbulkan masalah bagi daerah DKI Jakarta dan sekitarnya.
- HIDROGEOLOGI
1. Akuifer
Cekungan Jakarta telah diteliti beberapa kali oleh beberapa konsultan, sehingga sistem akuifernya telah dapat digambarkan secara lebih akurat. Secara umum kondisi hidrogeologi Jakarta sangat potensial, dengan cekungan yang sangat besar. Penampang stratigrafi cekungan Jakarta, telah pula dibuat oleh Direktorat Jenderal Geologi Tata Lingkungan, Departemen Pertambangan dan Energi. Dari hasil penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa akuifer Jakarta merupakan cekungan artois dengan daerah resapan berada di wilayah Bogor . Batuan akuifer tersebut merupakan endapan kwarter, yang terdiri dari pasir, kerikil, dan lempung. Sebagai lapisan aquitard adalah batuan tersier yang mempunyai kelulusan yang sangat kecil.
Menurut Sukardi (1982), lapisan akuifer cekungan Jakarta dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
o Akuifer tak tertekan (unconfined aquifer), terdapat pada kedalaman 0 – 40 meter.
o Akuifer tertekan atas (upper confined aquifer), terdapat pada kedalaman 40 – 140 meter.
o Akuifer tertekan bawah (lower confined aquifer), terdapat pada kedalaman antara 140 – 300 meter.
0 Tanggapan Teman ?:
Posting Komentar