Selasa, Maret 30, 2010 |
0
Tanggapan Teman ?
Pencemaran Pulau Seribu
Bidadari Yang Tak Cantik Lagi
Bidadari Yang Tak Cantik Lagi
Husen Munir hanya bisa menatap kesal
ketika sampah-sampah rumah tangga mengambang di sekitar pantai Pulau
Bidadari. Warna air laut di sekitar pantai pun berwarna kecoklatan. Alhasil
Pulau Biadadari jadi tidak seindah namanya akibat sampah.
"Kemarin padahal airnya masih bersih dan berwarna biru. Sekarang giliran
para pelancong datang kondisinya seperti ini. Saya jadi nggak enak sama
tamu," keluh Husen Munir, Manajer Pulau Bidadari kepada detikcom, Senin
(15/3/2010).
Husen mengaku tidak bisa berbuat banyak, sebab sampah-sampah tersebut
berasal dari 13 muara sungai yang ada di Jakarta. Kalau Jakarta habis
diguyur hujan atau banjir, maka air berwarna kecoklatan dan sampah rumah
tangga akan mampir ke pulau yang hanya berjarak 7 mil dari daratan Jakarta
tersebut.
Limbah dan sampah itu bukan hanya menyerang Pulau Bidadari. Pulau Untung
Jawa, Pulau Ayer, Pulau Onrust, Pulau Kelor, Pulau Cipir dan Pulau Damar
yang berada di ujung paling timur Teluk Jakarta, juga mendapat kiriman
sampah dan limbah.
Menurut Bupati Kepulauan Seribu, Burhanuddin, dalam sehari minimal 768 meter
kubik sampah mampir ke Teluk Jakarta. Sebanyak 54 persen adalah sampah
plastik, 24 persen kayu, 14 persen tumbuhan, sisanya gelas, karet atau
sterofoam.
"Yang jadi masalah adalah sampah yang masuk ke Teluk Jakarta berasal dari
sampah plastik yang tidak bisa diuraikan secara alamiah, " jelas Burhanuddin
saat mengunjungi Gathering Media di Pulau Bidadari, beberapa waktu lalu.
Namun, kata Burhanuddin, pihaknya merasa kesulitan mengatasi masalah
tersebut. Alasannya, sampah-sampah itu datang dari sungai-sungai di Jakarta.
Pemkab Kepulauan Seribu tidak punya dana untuk menangani serbuan sampah
tersebut. Akibatnya perairan menuju Pulau Seribu dipenuhi sampah. Sampah itu
juga terlihat di sejumlah pulau yang dijadikan obyek wisata.
"Saya melihat sekeliling pulau penuh dengan sampah. Bagaimana kita mau
berenang kalau pantainya dipenuhi sampah. Para wisatawan sangat terganggu
dengan kondisi itu, " ujar Lita Mamonto, aktivis Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (Walhi) kepada detikcom.
Parahnya lagi, limbah B3 yang berbahaya termasuk minyak, ikut mencemari
Pulau Seribu. Tumpahan minyak ini berasal dari kapal-kapal nelayan atau
angkutan penumpang dan kapal tanker minyak. Bahkan ternyata ada pula
penambangan minyak di salah satu pulau di wilayah tersebut. Pencemaran bahan
berbahaya seolah tidak pernah berhenti di Pulau Seribu.
"Harusnya ini menjadi perhatian pemerintah dari hulu ke hilir. Sebab
pencemaran ini sangat menganggangu lingkungan dan daerah wisata," tegas
Lita.
Pernyataan serupa juga dikatakan Slamet Daryoni dari Institut Hijau.
Menurutnya, ketidakpedulian pemerintah terhadap pencemaran lingkungan
membuat banyak kerugian. Masyarakat akan kesulitan mencari ikan karena
lautnya tercemar. Hutan bakau juga tidak bisa tumbuh padahal perannya
penting untuk mencegah abrasi.
"Menurut keterangan sejumlah warga yang kami datangi, mangrove tidak bisa
tumbuh karena airnya tercemar. Padahal mangrove itu sangat penting untuk
menghindari pulau dari bahaya abrasi," tutur Daryoni.
Daryoni meminta pemerintah secara tegas menindak di tempat, kapal-kapal yang
membuang bahan bakarnya di perairan. Selain itu pemerintah juga harus
mengawasi kegiatan pertambangan migas di kepulauan tersebut.
Daryoni mencontohkan kasus tumpahan minyak beberapa tahun lalu di Pulau
Pabelokan. Diduga kebocoran itu berasal dari pertambangan migas PT China
National Offshore Oil Corporation (CNOOC-SES).
"Sayangnya kasus tersebut sudah di-SP3 pada 2006. Tanpa diketahui dari mana
asal tumpahan minyak tersebut. Kalau memang di-SP3 harusnya dijelaskan
tumpahan minyak itu berasal dari mana?" ujarnya. * (ddg/fay)*
Sumber :
http://www.detiknew s.com/read/ 2010/03/17/ 150043/1319596/ 159/bidadari- yang-tak- cantik-lagi
Pemikiran tentang :
Lingkungan hidup
0 Tanggapan Teman ?:
Posting Komentar