Kamis, Januari 28, 2010 |
0
Tanggapan Teman ?
Tudingan Berbalik Arah Indonesia Terprovokasi Negara Emiter demi
Kepentingan Dana
Kepentingan Dana
Tudingan kebohongan terhadap publik dari sejumlah
lembaga swadaya masyarakat terhadap Delegasi RI untuk Konferensi Perubahan
Iklim PBB di Kopenhagen, Denmark, berbalik arah. Ini sekaligus menunjukkan
akses komunikasi dan akurasi data yang masih tersendat.
”Justru berbagai pernyataan lembaga swadaya masyarakat yang disampaikan
kepada pimpinan DPR itu yang mengandung kebohongan,” kata Sekretaris Dewan
Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Agus Purnomo yang mewakili Delegasi RI,
Selasa (19/1/2010) di Jakarta.
Skema utang luar negeri yang ditudingkan didapat dari konferensi Kopenhagen
dikatakan Agus, 100 persen salah. Yang benar, terdapat pendanaan
multilateral yang disebut Copenhagen Green Fund sebesar 30 miliar dollar AS.
Dana itu berasal dari negara-negara maju untuk menunjang kegiatan mitigasi
perubahan iklim di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia. Besarnya
dana yang bisa diperoleh Indonesia belum ditentukan, bukan 10 miliar dollar
AS seperti ditudingkan beberapa LSM.
Juga mengenai komitmen reduksi emisi 26 persen, menurut Agus, tidak bisa
dikaitkan dengan penolakan komitmen moratorium atau melindungi hutan alam
tersisa dalam perundingan Land Use Land Use Change and Forestry (LULUCF)
sebagai salah satu komponen negosiasi.
Menurut Agus, Delegasi RI menolak kebijakan moratorium hutan alam tersisa
dengan alasan untuk kepentingan pembangunan. Hal itu belum memungkinkan
diterapkan di Indonesia.
Dua hal lagi yang ditudingkan sebagai kebohongan terhadap publik yang
dilakukan Delegasi RI adalah tidak disinggungnya substansi kelautan dan
kepulauan dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada konferensi
itu. Kemudian tudingan bahwa tidak sepantasnya Delegasi RI turut
menandatangani kesepakatan minimalis Copenhagen Accord.
Agus menjelaskan, substansi kelautan tak dimasukkan ke dalam pidato Presiden
karena tidak semua aspirasi (kelautan) bisa dimasukkan ke dalam agenda
konferensi. Kemudian masalah penandatanganan Copenhagen Accord oleh 26
negara, yang disusul 3 negara lain dari 192 negara yang hadir, itu sebagai
upaya tidak digagalkannya konferensi. ”Tidak ada pembohongan publik di
sini,” kata Agus.
*Terprovokasi*
Salah satu perwakilan LSM yang menuding pembohongan publik Delegasi RI,
Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad, mengatakan, Indonesia telah
terprovokasi negara-negara industri atau maju demi kepentingan dana.
Semestinya, Indonesia bergabung dengan negara berkembang (negara selatan)
dan negara-negara pulau kecil untuk tetap memperjuangkan tuntutan
peningkatan reduksi emisi negara maju sebesar 40 persen dari level emisi
tahun 1990 pada 2020.
Sebelumnya, negara-negara maju yang tergabung dalam Annex-1 sesuai Protokol
Kyoto dikenai kewajiban menurunkan emisi sekitar 5 persen dari level 1990
pada tahun 2020. ”Surat tudingan kebohongan terhadap publik itu juga untuk
menyatakan, selama ini tidak pernah ada penyampaian esensi yang ingin
dicapai Indonesia, baik sebelum atau sesudah konferensi perubahan iklim
global kepada publik,” kata Chalid.
Komitmen reduksi emisi 26 persen, menurut Chalid, juga sama sekali tidak
diketahui latar belakang dan usaha apa saja untuk mencapainya. Menurut Agus,
saat ini ditetapkan target 26 persen emisi itu dari perkiraan emisi 2020
sebesar 2,95 gigaton karbon dioksida ekuivalen.
Sumber : http://sains.kompas.com/read/2010/01/20/07161881/Indonesia.Terprovokasi.Negara.Emiter.demi.Kepentingan.Dana
Pemikiran tentang :
isu politik
0 Tanggapan Teman ?:
Posting Komentar