Plantation

Plantation inclusion will ‘kill forests’

Adianto P. Simamora



Environmental activists have condemned the government’s plan to classify oil
palm plantations as forests, calling it a ploy to legalize forest
conversions.

Activists from Forest Watch Indonesia (FWI), Telapak Indonesia and the
Indonesian Forum for the
Environment (Walhi) called on the Forestry Ministry to rescind the plan if
the government was serious in efforts to safeguard the country’s already
threatened forests.

FWI executive director Wirendro Sumargo said the plan would increase the
threat to forests because it would allow local authorities to easily
reallocate forest use to increase their budgets.

“It would not be surprising that under the new decree, natural forests can
be easily converted for business uses,” Wirendro told The Jakarta Post on
Tuesday
.

“It also seems the plan is aimed at legalizing illegal oil palm plantations
currently operating in forests.”

He insisted the ministry take legal action against illegal oil palm
companies operating in forests not allocated for business use.

With the decree, the Forestry Ministry is aping several countries such as
Malaysia. Coincidentally, Indonesia and Malaysia are the world’s largest
producers of palm oil.

The ministry claims the decree would not lead to massive forest conversions.

The program coordinator at Bogor-based Telapak Indonesia, Hap-soro, accused
the ministry of not committing to protect forests.

“The concept of calling an oil palm plantation a forest has no basis in
fact. It is merely a cover to allow investors to convert forests,” he told
the Post.

“Even without the decree, the government has failed to control the growth of
illegal oil palm plantations.”

Currently, oil palm plantations cover 7 million hectares of land, with 3
million hectares belonging to individuals, another 3 million to private
companies and 1 million to state-owned plantation company PTPN.

Environmentalists claim some plantations were developed in forests not
designated for agriculture.

National Forestry Council member Hariadi Kartodiharjo said development of
the palm oil industry should be focused on idle forest land.

“I don’t believe the decree will be used to convert natural forests,” he
said.

He said that in the past, Indonesia had rejected proposals by the Food and
Agriculture Organization
(FAO) to link oil palm plantations to forests.
These proposals were eventually implemented in Malaysia.
“Oil palm plantations would seriously threaten biodiversity,” he said.

Walhi climate campaigner Teguh Surya said the decree would not only
accelerate forest damage, but would legalize deforestation across the
archipelago.

“Don’t expect the next generation to still have forests in the future. The
decree will also kill the nation’s character,” he said.

He said President Susilo Bambang Yudhoyono should intervene or else the
government would never meet its pledged emission target cut of 26 percent by
2020.


Pemikiran tentang :

MiGAS Vs Lingkungan


Migas Pencemar Terbesar

PALEMBANG* - Dari 324 perusahaan di Sumsel mulai dari perkebunan, industri,
pertanian, pertambangan dan Migas, ternyata sektor Migaslah menyumbang
terbesar pencemaran

lingkungan. Tingginya angka kebocoran akibat pipa yang tua, tidak hanya
memberikan dampak negatif pada lingkungan, tetapi bisa memberi pengaruh
kesehatan manusia.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel, Ahmad Najib, Kamis (18/2)
mengatakan, dari beberapa sektor yang menyebabkan terjadinya polusi, sektor
migas paling mendominasi pencemaran. Pipa Migas sudah tua sehingga rentan
kebocoran. Kebocoran yang terjadi memberi

pengaruh kesehatan warga jika langsung terhirup gas karena sebagian besar
pipa berada di pelintasan pemukiman warga.

Mengacu PP No 27/99, setiap sektor usaha harus melaporkan hasil kegiatannya
per triwulan. Sebuah fakta yang tidak terbantahkan, keberadaan pipa Migas
itu dipasang sejak 1938 sehingga dengan jangka waktu yang lama itu, maka
secara tidak langsung membuat kondisi daya tahan dan

daya dukung pipa melemah dan mudah bocor. Selain itu, kebocoran lainnya juga
dikarenakan tangan jahil masyarakat seperti pencurian gas, pipa dan lainnya.
Oleh sebab itu, BLH meminta kepada pihak BP Migas untuk secepat mungkin
mengganti pipa yang sudah tua.

Kita sudah memberikan sanksi dan teguran. Jika masih saja tidak digubris
kita cabut izin Amdal mereka,” kata Najib.

Mantan Kepala Dinas Perhubungan Sumsel ini juga menambahkan, dengan
terjadinya berbagai kebocoran dan sanksi yang djatuhkan, berikut teguran
yang dilayangkan, BP Migas telah melakukan pergantian pipa. Misalnya
pergantian pipa sepanjang 24 KM di Musi Banyuasin (Muba).

Dan di 2010 ini, BP Migas juga akan melakukan pergantian pipa sepanjang 25
KM sepanjang Palembang-Prabumulih-Muaraenim, sebagai upaya mencegah
kebocoran.

Untuk melakukan pemantauan, kita akan bekerjasama dengan berbagai pihak
seperti Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Sumsel untuk melakukan evaluasi.
Permasalahan lingkungan ini akan tetap dilakukan pengawasan secara ketat,”
ungkapnya.

Dikatakan Najib, yang paling penting adalah perlu adanya komitmen dari
berbagai perusahaan seperti perusahaan perkebunan, industri, pertanian,
pertambangan, Migas dan lainnya untuk berupaya melakukan perbaikan. Sebab,
dari hasil yang ada tersebut harus terdapat perubahan jika

tidak ingin izin Amdal dicabut karena tidak peduli terhadap lingkungan
sehinga pencemaran berdampak pemanasan global.

Bicara soal Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) di Sumsel, lantas bagaimana
dengan Amdal Jakabaring yang konon akan menjadi pusat pemerintahan dan
olahraga terlengkap di Indonesia dengan standar internasional?

Sementara saat ini, akibat tingginya permukaan air sungai dan hujan yang
terus mengguyur Palembang, maka kawasan ini sebagian tergenang/banjir hingga
ke jalan utama. Sehingga muncul pertanyaan, apakah kawasan Jakabaring layak
dibangun?

Menjawab pertanyaan ini, Ahmad Najib mengatakan, rencana pembangunan kawasan
Jakabaring sudah memiliki kajian Amdal sejak zamannya H Rosihan Arsyad saat
menjabat gubernur. Dari 9.913 hektare, sudah dipatok untuk kawasan serapan
air (retensi), drainase dan kawasan hijau lainnya.

Kalau pun ada genangan air dan banjir di kawasan itu, mungkin akibat
pembangunan di sekitarnya. Terutama di luar kawasan Jakabaring,” katanya.

Sejauh ini, lanjut Ahmad Najib, rencana pembangunan di kawasan Jakabaring
tetap mengacu pada Amdal yang berwawasan lingkungan. sripo


http://www.sripoku.com/view/27577/migas_pencemar_terbesar_*

Pemikiran tentang :

Mangrove in The world wide

Sepertiga Hutan bakau dunia hancur

Bisnis Indonesia​/ Opini​

Dalam dua dekade sepertiga hutan bakau (mangrove) dunia hancur. The Royal Society-sebuah akademi sains di Inggris-m nyebutkan bahwa kerusakan tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia, khususnya perluasan tambak. Di Indonesia persebaran mangrove berkategori rusak berat berdampak pada menurunnya daya dukung lingkungan hidup dan kualitas hidup masyarakat pesisir.

Kami dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) memperkirakan luasan hutan mangrove di Indonesia menyusut dengan sangat drastis dari 4,25 juta ha pada 1982 menjadi kurang dari 1,9 juta ha tahun ini. Rusaknya hutan pencegah banjir tersebut berakibat pada terputusnya rantai penghidupan dan obat-obatan masyarakat pesisir. Selain itu, musnahnya produktivitas perikanan dan hilangnya habitat pesisir lainnya serta kian meningkatkan kerentanan masyarakat pesisir atas badai dan gelombang tinggi.

Penghargaan atas pelayanan ekosistem hilang. Pemerintah-khususny a Kementerian Kelautan dan Perikanan-memandang alam semata sebagai komoditas eksploitatif demi keuntungan segelintir orang dan memberikan kerusakan bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat pesisir. Kerusakan mangrove menjadi potret tiadanya penghargaan pemerintah atas pelayanan ekosistem.

Dalam studinya The Royal Society memaparkan bahwa kerusakan mangrove akibat perluasan tambak tak sebanding dengan kesejahteraan masyarakat pesisir. Di Thailand, misalnya, tiap hektare luas tambak hanya memberikan keuntungan sebesar US$9,632. Keuntungan ini hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sebaliknya, pemerintah Thailand harus menanggung biaya polusi sebesar US$1,000, biaya hilangnya fungsi-fungsi ekologis sebesar US$12,392, dan pemerintah harus memberi subsidi kepada masyarakat korban senilai US$8,412. Tak hanya itu, tetapi pemerintah juga harus mengalokasikan dana tambahan sebesar US$9,318 untuk merehabilitasi mangrove.

Pengalaman Thailand hendaknya memberikan panduan bagi pemerintah kita untuk tak sembarang menelurkan kebijakan terkait dengan eksploitasi ekosistem penting dan genting seperti ekosistem mangrove. Terlebih, menyangkut hajat hidup banyak orang. Kami mencatat bahwa ada tiga faktor utama penyebab kerusakan mangrove di Indonesia. Pertama, konversi untuk ekspansi industri pertambakan, seperti yang terjadi di Provinsi Lampung.

Kedua, konversi hutan mangrove untuk kegiatan reklamasi kota-kota pantai, seperti yang terjadi di Teluk Jakarta, Padang (Sumbar), Makassar, dan Manado(Sulut). Ketiga, terkait pencemaran lingkungan. Saat ini perluasan kebun kelapa sawit turut memperparah kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia.

Hasil Pemantauan kami di Kab. Langkat Sumut, misalnya, didapati fakta konversi ekosistem mangrove menjadi perkebunan sawit dilakukan hingga jarak kurang dari 5 meter dari arah garis pantai. Hal ini jelas tidak berkesesuaian dengan upaya perlindungan ekosistem pesisir di Indonesia. Jika hal ini terus dibiarkan, bencana ekologis bakal lebih masif terjadi di Kepulauan Indonesia.

Sumber: www.bisnis.com/ .../bisnis_ indonesia_ harian_detail?

Pemikiran tentang :

Bahan Bakar Nabati Vs Lingkungan

Bahan Bakar Nabati Rongrong Lingkungan Hidup Kalbar

PONTIANAK--MI* :Pengembangan teknologi berbahan bakar nabati memicu
peningkatan kerusakan lingkungan hidup secara masif di Kalimantan Barat
(Kalbar).

Oleh karena itu, dibutuhkan kesepakatan internasional untuk membatasi
penggunaan bahan pangan tersebut sebagai sumber energi alternatif
terbarukan.

Temuan itu terungkap dari sebuah penelitian yang dilakukan Friends of the
Earth Netherlands (Milieudefensie) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(Walhi) Kalbar. Penelitian tersebut berangkat dari sebuah studi kasus di
Kabupaten Ketapang.

"Hanya dalam waktu tiga tahun izin perkebunan kelapa sawit di Ketapang
melonjak drastis, yakni dari 742 ribu hektare (ha) menjadi 1,4 juta ha. Luas
ini setara dengan 40 persen luas wilayah kabupaten tersebut," kata juru
kampanye bio massa dan bio feul Milieudefensie Claudia Theile dalam
konferensi pers di Pontianak, Senin (29/3).

Ia menjelaskan, ekspansi besar-besaran perkebunan kelapa sawit itu bersamaan
dengan terjadi ledakan (booming) permintaan terhadap kebutuhan bahan bakar
nabati. Pasar dunia lebih memilih kelapa sawit sebagai bahan baku untuk
energi alternatif tersebut karena lebih murah dan dapat tersedia dalam
jumlah besar.

"Indonesia dan Malaysia, sebagai importir minyak sawit mentah (crude palm
oil/CPO) terbesar di dunia telah berkomitmen, menyiapkan 40 persen dari
total produksi mereka sebagai bahan bakar nabati," jelas Claudia.

Ia memperkirakan ledakan permintaan CPO untuk kebutuhan bahan bakar nabati
masih akan terus berlangsung beberapa tahun ke depan. Pasalnya, Uni Eropa
telah menargetkan perluasan penggunaan teknologi terbarukan untuk sarana
transportasi sebesar 20% pada 2020 mendatang.

Regulasi itu tentu akan berdampak terhadap permintaan CPO di pasaran dunia.
Sebab, diperkirakan sedikitnya 60% pasokan energi terbarukan itu harus
diimpor dari negara di luar Uni Eropa. (AR/OL-01)
http://www.mediaind onesia.com/ read/2010/ 03/29/132489/ 89/14/Bahan- Bakar-Nabati- Rongrong- Lingkungan- Hidup-Kalbar

Pemikiran tentang :

Cara Pandang ekologis

Bencana Air, Kekalahan Cara Pandang Ekologis


Budi Widianarko

Andai naturalis Inggris, Alfred Russel Wallace, menyaksikan kehancuran
ekosistem Daerah Aliran Sungai Citarum, mungkin dia akan meratap pilu.

Hampir satu setengah abad yang lalu (1869), Wallace dalam bukunya, The Malay
Archipelago, begitu memuji Pulau Jawa. Begitu kagumnya kepada pulau ini, ia
menulis ”Secara keseluruhan, ditilik dari sudut mana pun, Jawa boleh jadi
pulau tropis yang paling indah dan menawan di dunia. ..Seluruh permukaannya
secara menakjubkan dihiasi oleh pemandangan gunung dan hutan. Hujan yang
melimpah dan suhu tropis yang hangat membuat gunung-gunung itu diselimuti
oleh tetumbuhan nan lebat, tak jarang hingga ke puncak-puncaknya, hutan dan
perkebunan menutup lereng-lereng yang lebih landai”.

Hutan rakyat seluas 718.269,5 hektar, hampir 80 persen luasan DAS Citarum,
sepanjang 268 kilometer yang melintasi delapan kabupaten/kota rusak parah
karena ekspansi lahan pertanian (tanaman semusim), galian pasir, dan
pemukiman penduduk (Kompas, 26/3/2010). Akibatnya, ketika hujan mengguyur
deras, Sungai Citarum meluap dan merendam kawasan hilir, termasuk rumah
penduduk dan hampir seribu hektar sawah di Kabupaten Karawang. Potensi
kerugian bisa mencapai puluhan triliun rupiah jika kegagalan pembangkit
listrik dan perikanan ikut diperhitungkan. Padahal, DAS ini hanya satu dari
116 (80 persen) DAS di Pulau Jawa yang kritis (Kompas, 29/3/2010).

Semua pihak seolah baru terjaga ketika bencana tiba, dan mulai melantunkan
nada-nada penyesalan mengapa tidak mencegah kerusakan kawasan hulu sejak
dini. Penyesalan yang datang terlambat itu sama sekali bukan karena absennya
pengetahuan tentang daur air. Pelajaran tentang siklus hidrologi telah
diberikan sejak tahun-tahun awal sekolah dasar. Namun, kita rupanya gagal
menghubungkan pengetahuan tentang daur air dengan perilaku kita terhadap
air.

Kegagalan mengubah kognisi tentang air jadi tindakan yang tepat, bisa jadi
akibat terbatasnya pengetahuan itu sendiri. Jangan- jangan yang diperlukan
adalah ”melek” air (water literacy) yang lebih tinggi. Seseorang yang melek
air diandaikan dapat membuat keputusan dan tindakan yang mengarah pada
keberlanjutan sumber daya air.

*Cara pandang ekologis*

Manusia cenderung selalu bersikap ambigu terhadap alam. Alam dipandang
sebagai ”sang pemberi” sekaligus ”musuh”. Manusia bukannya tak mengerti
bahwa perusakan ekosfir secara terus-menerus akan mengakibatkan planet Bumi
tidak layak huni, tetapi mereka memilih merusak atau setidaknya membiarkan
perusakan terus terjadi. Jawabnya terletak pada keinginan manusia untuk
terus memacu kemajuan ekonomi.

Keinginan untuk terus memaksa alam demi kemajuan ekonomi adalah buah dari
cara pandang (worldview) dominan, yaitu cara pandang modernisme. Cara
pandang ini tercermin kuat pada dua paradigma turunan, yakni paradigma
ekonomi dan paradigma keilmuan. Dua prinsip utama cara pandang modernisme
dan paradigma turunan adalah pertama, semua manfaat, kesejahteraan, dan
kemakmuran yang nyata adalah buatan manusia sebagai produk ilmu pengetahuan,
teknologi, dan industri melalui pembangunan ekonomi.

Kedua, untuk memaksimalkan kesejahteraan dan kemakmuran, kita harus
memaksimalkan pembangunan atau kemajuan ekonomi. Yang dilupakan adalah daya
dukung ekosfir. Tanpa dukungan lingkungan hidup tidak ada satu manusia pun
yang dapat bertahan hidup. Terlalu sedikit bukti yang dapat mendukung bahwa
manusia dapat terus ada tanpa hubungan yang mutualistik dengan alam. Dengan
kata lain, manusia sebenarnya sedang melakukan ”bunuh diri ekologis” dengan
bertingkah tak ramah terhadap alam. Kegagalan mengakomodasi ekologi dalam
konstruksi etika modern akan menginisiasi katastrofi global yang maha
dahsyat.

Tidak ada pilihan lain bagi umat manusia selain harus mengubah haluan
kehidupannya. Dalam relasinya dengan air, manusia masih terjebak dalam fase
kritis , sulit keluar dari paradigma lama. Banyak pemikir (a.l. Capra, 1982,
1996, 2002; Goldsmith, 1998, Cairns, 2002; Bordeau, 2004) yang menumpukan
harapan pada cara pandang ekologis sebagai pijakan untuk keluar dari
kebuntuan krisis lingkungan. Pandangan ekologis dianggap sebagai paradigma
baru untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam masyarakat (Capra, 1982;
Goldsmith, 1998).

Sebenarnya, kesadaran akan perlunya pergeseran paradigma dari mekanistik ke
sistem, dari reduksionis keholistik sudah tak perlu diperdebatkan lagi.
Namun, sayangnya, pergeseran paradigma ini belum mewujud dalam kehidupan
nyata, termasuk dalam pengelolaan sumber daya air. Pengelolaan sumber daya
air
masih terjebak dalam pola Cartesian. Di Indonesia, masih sangat sulit,
untuk tidak mengatakan mustahil, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya
air secara terpadu. Wewenang pengelolaan sumber daya air dikapling-kapling
menurut masing-masing lembaga yang menanganinya.

Sumber daya air tidak dikelola dalam suatu kesatuan siklus hidrologi,
melainkan di-”mutilasi” menjadi beberapa bagian. Pengelolaan sumber daya air
masih sangat kurang memerhatikan relasi intim antara air, ekosistem, dan
manusia. Hal ini dapat terjadi karena paradigma dominan dalam pengelolaan
sumber daya
air adalah pendekatan manajemen dan ekonomi. Dominasi
epistemologi yang ekonomistik cenderung menafikan kenyataan bahwa air adalah
entitas ekologis, bukan sekadar benda ekonomi.

*Budi Widianarko **Guru Besar Toksikologi Lingkungan, Unika Soegijapranata*
Sumber :

Pemikiran tentang :

Hutan Aceh Berkurang????



Hutan Aceh Berkurang 32.657 Hektare/Tahun


- BANDA ACEH - Dalam sepuluh tahun terakhir (1998-2008), Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) mencatat luas hutan di Aceh berkurang hingga
914.222 hektare. “Itu artinya setiap tahun hutan di daerah ini berkurang
rata-rata sekitar 32.657 hektare,” ungkap Direktur Eksekutif Walhi Aceh,
Teuku Muhammad Zulfikar pada Lokakarya Gagasan Revitalisasi Forum Multipihak
untuk Perlindungan Hutan Aceh di Aula Bappeda Aceh, Rabu (31/3).

Menurut pihak Walhi, dampak terus berkurangnya luas kawasan hutan di Aceh,
bencana alam seperti banjir dan tanah longsor meningkat. Pada 2007 peristiwa
banjir dalam setahun baru sekitar 46 kejadian, tahun 2008 naik menjadi 100
kejadian, dan naik lagi menjadi 134 kejadian pada 2009. Selain banjir,
peristiwa tanah longsor juga meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2007 masih
delapan kejadian namun pada 2008 naik drastis menjadi 37 kejadian, dan 2009
40 kejadian.

Menurut Zulfikar, bencana alam itu menjadi bukti bahwa pengurangan luas
kawasan hutan setiap tahun telah berdampak luas dan sangat buruk bagi
lingkungan hidup dan manusia. Sebenarnya, lanjut Zulfikar, Gubernur Aceh
telah membuat program moratorium logging atau jeda (penghentian sementara)
penebangan kayu bulat di hutan. Untuk menguatkan program itu, gubernur
membuat program lagi yaitu Aceh Green.

Kedua program tersebut, diakui oleh pihak Walhi Aceh bertujuan sangat baik,
tapi aksi di lapangannya belum berjalan maksimal. “Program yang dibuat baru
pada tahap pemberitahuan kepada publik, belum sampai pada pemberian sanksi
yang berat dan tegas bagi yang melakukan pelanggaran,” tandas Zulfikar
dibenarkan Ketua Mukim Aceh Besar, Nasruddin yang merupakan salah seorang
peserta lokakarya.

Nasruddin menjelaskan, di Aceh Besar, areal hutan sangat terbatas, tapi
jumlah kilang kayu mencapai empat unit. Kalau dalam satu mukim terdapat
empat kilang kayu, sementara persediaan stok bahan baku kayu bulatnya belum
jelas dari mana diambil, otomatis atau bisa diduga akan ada kegiatan illegal
logging untuk pemenuhan kebutuhan kayu pada empat kilang kayu tersebut.

Nasruddin menawarkan solusi, untuk menurunkan luas areal hutan yang dirusak,
harus ada kemauan dan komitmen semua pihak mengimplementasikan aksi konkrit
moratorium logging dan Aceh Green di lapangan. “Aksi di lapangan jangan
setengah hati. Seperti yang terjadi sekarang, Polhut direkrut mencapai 2.000
orang, hutan lindung terus ditebang bahkan banyak yang telah beralih fungsi
menjadi kebun,” kata Nasruddin.

Perlu qanun
Seorang peserta lokakarya lainnya, Yacob Ishadamy dari Aceh Green sependapat
dengan saran Nasruddin. Menurutnya, sisa areal hutan Aceh sekitar 3,3 juta
hektar lagi perlu diselamatkan. Yacob mengatakan, selain perlu kemauan dan
komitmen, perlu juga pembuatan data base tata ruang dan wilayah. Karena
sampai kini Pemerintah Aceh belum membuat Qanun RTRW. “Menjadi kewajiban
eksekutif dan legislatif membuat qanunnya, jika ada yang melanggar, harus
diberikan sanksi yang berat dan tegas tanpa pilih kasih,” kata Yacob.

Utusan dari Aceh Selatan, Aceh Tenggara, dan sejumlah daerah lainnya yang
daerah mereka masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL),
meminta Pemerintah Aceh merevisi kembali penetapan luas kawasan bebas hutan
lindung (non-TNGL) sebelum Rancangan Qanun RTRW dan Rancangan Qanun Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan RPJP disampaikan kepada DPRA untuk
dibahas dan disahkan. Misalnya, Aceh Selatan dengan luas wilayah non-TNGL
hanya sekitar 15 persen dari luas areal TNGL. Tuntutan yang sama juga
disampaikan utusan dari Aceh Tenggara.

Lokakarya Gagasan Revitalisasi Forum Multipihak untuk Perlindungan Hutan
Aceh dilaksanakan Bappeda Aceh. Kegiatan itu dibuka Asisten II Setda Aceh,
Said Mustafa mewakili Gubernur Aceh. Peserta yang hadir dari berbagai pihak,
termasuk SKPA, SKPD, anggota legislatif, LSM, NGO, dan sejumlah organisasi
peduli lingkungan.(her)

Sumber :

Pemikiran tentang :

Perawatan Mesin

Nano Energizer: Solusi Perawatan Mesin

Pemakaian kendaraan selama periode tertentu akan menimbulkan keausan di komponen mesin, seperti di piston maupun di silinder, yang mengakibatkan kompresi berkurang, mesin tidak bertenaga, suara mesin menjadi kasar, tarikan berat, dan berasap (ngebul).

Problem ini bisa diatasi tanpa harus turun mesin, yaitu dengan menggunakan Nano Energizer, sebuah produk Korea Selatan berteknologi nano ceramic yang mampu melapisi (coating) bagian-bagian mesin yang telah aus.

Apakah Nano Energizer Itu?

Nano Energizer adalah partikel nano yang berukuran sangat kecil 20-25 nano (1 micron = 1000 nano). Partikel nano akan bekerja di dalam mesin secara optimal dengan memanfaatkan panas dan tekanan saat mesin bekerja.

Bagian mesin yang sudah aus akan diisi oleh partikel nano secara berlapis (coating) sehingga membentuk membran yang sempurna di seluruh permukaan bagian dalam mesin. Nano Ceramic Coating memiliki kekutana 20x lebih kuat daripada baja. Sehingga tidak hanya berfungsi memperbaiki bagian mesin yang aus, melainkan juga memulihkan kondisi dan tenaga mesin ke tingkat semula serta memperpanjang umur mesin secara signifikan.

Bagaimana Nano Energizer Bekerja Memulihkan Silinder & Piston yang Aus?

Aplikasi Nano Energizer Pada Armada Busway
Beberapa Testimonial Nano Energizer
Uji Nano Energizer Tehadap Penurunan Emisi Kendaraan
1. Kendaraan Isuzu Panther tahun 1997
Hasil uji emisi Opasitas 43,7 alias tidak lulus ( Mean 40%)
Uji ulang setealh injek nano, running 300km, Opasitas 39,5% alias Lulus
2. Kendaraan Cressida tahun 1985
Hasil uji sebelum nano : CO 5,24% (standar 3%),
HC 307ppm (standar 700) alias tidak lolos karena CO ketinggian.

Hasil uji setelah nano : CO 1,88% dan HC 189ppm alias LULUS
Sumber :

Pemikiran tentang :

BatuBara Barito Utara

Produksi Batubara Barut Hadapi Kendala

Berita daerah, Selasa, 6 April 2010

(Berita Daerah - Kalimantan) - Produksi batubara yang dieksploitasi sejumlah
perusahaan pertambangan di Kabupaten Barito Utara (Barut) Kalimantan Tengah
hingga Maret 2010 mencapai 216.378 metrik ton (MT), namun masih terdapat
sejumlah kendala.

"Ratusan ribu ton batubara ini merupakan hasil produksi sembilan investor
pemegang izin kuasa pertambangan (KP)," kata Kepala Dinas Pertambangan dan
Energi Barito Utara, Suriawan Prihandi di Muara Teweh, Selasa.

Suriawan menyebutkan produksi batubara di kabupaten pedalaman Kalteng itu
masih mengalami kendala angkutan karena selama ini masih mengandalkan
transportasi Sungai Barito.

Akibatnya, beberapa bulan lalu angkutan tambang batubara terhenti akibat
kedalaman Sungai Barito surut sehingga tidak bisa dilayari tongkang dan
kapal besar.

"Kendala alam ini membuat angkutan tambang batu bara melalui Sungai Barito
tidak maksimal," katanya didampingi Kabid Pengawasan Tambang, Juni
Rantetampang.

Suriawan mengatakan, selain kendala alam, maka belum maksimalnya produksi
batubara sejumlah investor juga terjadi akibat perizinan.

Bahkan sedikitnya 43 dari 95 izin perusahaan tambang batubara kabupaten
pedalaman Sungai Barito pemegang izin KP dibatalkan karena harus menunggu
perubahan Perda Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng.

Alasan pembatalan izin KP batubara yang diterbitkan sejak Agustus 2007
hingga Mei 2008 itu karena harus menunggu pengesahan RTRWP yang dijadwalkan
tahun 2010 ini.

Kuasa pertambangan

Pengesahan itu tertunda karena hasil rekomendasi tim terpadu pemerintah
pusat tidak sesuai dengan kondisi luas kawasan hutan di Kalteng. Pemprov
Kalteng keberatan hasil rekomendasi itu.

"Kalau RTRWP sudah disahkan, perusahaan-perusaha an itu tetap mendapat
prioritas untuk operasional kembali," jelasnya.

Di samping itu juga terkendala izin pemanfaatan kawasan hutan dari
Departemen Kehutanan sehingga ada dua perusahaan yakni PT Bharinto Ekatama
menanam investasi batubara dan anak perusahaannya PT Indo Tambangraya Megah
yang mengusahakan tambang batu gamping sejak Januari 2007 menghentikan
kegiatan pertambangan untuk sementara.

PT Bharinto Ekatama merupakan investor pemegang izin perjanjian karya
pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) di Kabupaten Barut yang sudah
memasuki tahap konstruksi di wilayah Kecamatan Teweh Timur seluas 22.000
hektare.

Sedangkan PT Indo Tambangraya Megah merupakan satu-satunya investor di
kabupaten pedalaman Sungai Barito ini pemegang KP tambang batu gamping di
wilayah Desa Benangin II Kecamatan Teweh Timur seluas 2.003 hektare saat ini
sudah memasuki tahap eksploitasi.

"Kami mengharapkan masalah perizinan dan jalan tambang ini bisa segera
diatasi sehingga pemanfaatan tambang batubara di daerah ini lebih optimal,"
katanya.

Pemikiran tentang :

Proses Dasar

PROSES PEMBENTUKAN TANAH

Oleh : Aris Dwi Prihantono

· Kebanyakan tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral (kuarsa, feldspar, mika, hornblende, kalsit, dan gipsum), meskipun ada yang berasal dari tumbuhan (gambut/peat; Histosol)

· Tanah adalah material yang tidak padat yang terletak di permukaan bumi, sebagai media untuk menumbuhkan tanaman (SSSA, Glossary of Soil Science Term)

· Jenny, H (1941) dalam buku Factors of Soil Formation : tanah terbentuk dari interaksi banyak faktor, dan yang terpenting adalah : bahan induk (parent material); iklim (climate), organisme (organism)’; topografi (Relief); waktu (time).

s = f (cl, o, r, p, t, ….)

· Jika 1 faktor saja yang mempengaruhi sedang yang lain konstan, misal iklim yang mempengaruhi pembentukan tanah maka fungsi tersebut dapat ditulis :

S atau s = f (cl) o,r,p,t,…..

· Climosequence : pembentukan tanah yang hanya dipengaruhi oleh faktor iklim, sedang faktor yang lain konstan. Istilah yang sama untuk Biosequences, toposequences, lithosequences, dan chronosequences.

· Tanah dapat terbentuk dari pelapukan batuan padat (in situ) atau merupakan deposit dari material/partikel yang terbawa oleh air, angin, glasier (es), atau gravitasi. Apabila material yang terbawa tersebut masuk ke lahan (land), maka disebut landform.


Penamaan landform berdasar pada cara transport maupun bentuk akhir. Contoh : Alluvial berasal dari aliran air; morain berasal dari gerakan es dan membeku; dunes berasal dari gerakan angin thd pasir; colluvium berasal dari gravitasi.

· Batuan akan terlapukkan secara fisik disebut : disintegrasi (disintegration), maupun secara kimia disebut : dekomposisi (decomposition/decayed) dan diubah menjadi material yang lebih halus. Secara fisik misalnya pengaruh suhu, tekanan, akar tanaman. Secara kimia yang sangat berperan adalah keberadaan air, misal hidrolisis, oksidasi, reduksi, dehidrasi, dll.

· Laju pelapukan tergantung pada : (1) temperatur; (2) laju air perkolasi; (3) status oksidasi dari zona pelapukan; (4) luas permukaan bahan induk yang terekspose; (5) jenis mineral.

· Mineral adalah substansi inorganik yang homogen dengan komposisi tertentu, dan mempunyai ciri fisik berupa ukuran, warna, titik leleh, dan kekerasan. Mineral dapat digolongkan sebagai mineral primer maupun mineral sekunder.

· Tipe batuan ada 3 yaitu : (1) batuan beku (igneous rock), (2) batuan sedimen (sedimentary rock), (3) batuan metamorfosis (metamorphic rock)

· Batuan beku berasal dari pemadatan magma yang membeku. Dibagi menjadi batuan asam (acidic rock) : relatif tinggi kandungan kuarsa; mineral silikat warna terang Ca atau K/Na dan batuan basa (basic rock) : rendah kandungan kuarsa; kandungan mineral ferromagnesium warna gelap (hornblende, mika, piroksin) tinggi


· Batuan sedimen terjadi apabila partikel mineral atau subtansi terlarut menajdi padat atau tersementasi (cemented) menjadi massa yang keras. Material yang mensementasi menentukan nama batuan sedimen. Misalnya : Calcareous untuk karbonat (lime) (calcareous sandstone); Ferruginous untuk oksida besi; Siliceous untuk silika (SiO2).

Conglomerates dan breksi (Breccias) terjadi dari berbagai fragment batuan yang tersementasi.

Sandstone berasal dari pasir yang tersementasi (umumnya kuarsa dan sedikit partikel ukuran <0,05>

Shales merupakan pemadatan dari clay dan debu dengan berbagai jenis sementasi.

Limestone merupakan kalsium karbonat atau campuran kalsium dan magnesium karbonat, clay, debu, dan pasir dengan lebih dari 50% berupa karbonat.

Dolomite : seperti limestones, akan tetapi kandungan magnesium karbonatnya lebih tinggi

Quartzites : pasir silika tersementasi (Silica-cemented sands) dimana semennya sekeras pasir

· Batuan metomorfose : sama atau lebih keras dibanding batuan beku atau sediment. Contoh batuan metamorfosa :

Gneiss : berasal dari batuan beku warna terang

Schist : terdiri dari banyak batuan atau mineral teruatama mika, terlihat berlapis

Marble : limestone atau dolomite yang menjadi keras karena cukup untuk bersinar (mudah terdekomposisi)


Pembentukan Tanah

¨ Pembentukan tanah dibagi menjadi 2 macam yaitu (1) perubahan massa padat (batuan) menjadi material yang tidak padat atau halus (2) perubahan material yang halus menjadi tanah seiiring dengan berjalannya waktu (disebut dengan perkembangan tanah/soil development).

¨ Pembentukan tanah (soil formation) merupakan pembentukan material yang tidak padat dengan adanya proses pelapukan dan pembentukan profil tanah (termasuk perkembangan horison).

¨ Profil tanah adalah penampang tegak lurus/vertikal tanah yang menunjukkan lapisan-lapisan tanah atau horison.

¨ Horizon : lapisan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi dan berbeda dengan lapisan yang berdekatan

¨ Proses pembentukan tanah : penambahan (additions), kehilangan (losses), perubahan bentuk (transformation), pemindahan lokasi (translocation). Additions : penambahan air (hujan, irigasi), nitrogen dari bakteri pengikat N, energi dari sinar matahari, dsb. Losses : dihasilkan dari kemikalia yang larut dalam air, adanya erosi, pemanenan atau penggembalaan, denitrifikasi, dll. Transformation : terjadi karena banyak reaksi kimia dan biologi pada proses dekomposisi bahan organik, pembentukan material tidak larut dari material yang larut. Translocation : terjadi karena adanya gerakan air maupun organisme didalam tanah misalnya clay beregrak ke lapisan yang lebih dalam atau gerakan garam terlarut ke permukaan krn evaporasi.

¨ Pelapukan batuan secara kimia (dekomposisi) lebih dominan dibanding pelapukan secara fisik di daerah beriklim basah. Untuk daerah cold arid maka pelapukan fisik lebih dominan.

¨ Pelapukan fisik (disintegrasi) :

1. Pembekuan dan pencairan : air yang membek mampu memecah batuan atau mineral. Air yang membeku mempunyai kekuatan tekanan 146 kg/cm2

2. Friksi antar batuan yang bergerak yang disebabkan oleh air, angin, es, gravitasim dsb

3. Organisme : perkembangan perakaran mampu memecahkan batuan. Manusia mempercepat pelapukan dengan pengolahan tanah, pembajakan, penambangan, dll.

¨ Pelapukan kimia menyebabkan mineral terlarut dan mengubah sturkturnya sehingga mudah terfragmentasi. Perubahan daya larut (solubility) disebabkan oleh solution (oleh air), hidrolisis, karbonasi, dan oksidasi-reduksi. Perubahan struktur disebabkan oleh hidrasi dan oksidasi-reduksi.

-------------------------------------------------------------------------------------------

Solution : terlarutnya bahan padat ke cairan menjadi ion yang dapat larut yang dikellilingi oleh molekul cairan (air). Contoh :

NaCl + H2O ® Na+, Cl-, H2O

(Garam mudah larut) air (ion terlarut,dikelilingi air)

Hidrolisis : reaksi suatu substansi dengan air yang membentuk hidroksida dan substansi baru lain yang lebih mudah terlarut dari substansi asalnya. Hidrolisis merupakan salah satu reaksi pelapukan yang terpenting yang menyebabkan perubahan profil tanah. Contoh :

KAlSi3O8 + HOH ® HAlSi3O8 + KOH

(ortoclase, sangat (clay silikat) (sgt mudah terlarut)

lambat keterlarutannya)

Karbonasi : reaksi senyawa dengan asam karbonat (asam karbonat merupakan asam lemah yang diproduksi dari gas CO2 yang terlarut dalam air). Contoh :

CO2 + H2O ® H2CO3 ® H+ + HCO3-

CaCO3 + H+ + HCO3- ® Ca (HCO3)2

(kalsit,sedikit larut) mudah larut

Hidrolisis dan karbonasi merupakan proses pelapukan kimia yang paling efektif dan juga dalam pembentukan tanah.

Reduksi : proses kimia dimana muatan negatif naik, sedang muatan positif turun. Misal CaSO4 (keras) dilarutkan dalam air menjadi CaSO4.2H2O (lebih lunak).

Oksidasi : kehilangan elektron atau penggabungan senyawa dengan oksigen. Mineral yang teroksidasi meningkat volumenya karena penambahan oksigen dan umumnya lebih lunak. Perubahan bilangan oksidasi juga menyebabkan ketidakseimbangan muatan listrik sehingga lebih mudah “terserang” air dan asam karbonat. Oksidasi dan reduksi merupakan proses yang selalu bersama. Contoh :

4FeO + O2 « 2Fe2O3

[ferro oksida, Fe(II)] [ferri oksida,Fe (III)]

Besi dalam mineral primer dapat bereaksi dengan oksigen yang menyebabkan bertambahnya ukuran mineral sehingga mineral tsb dapat pecah. Pertambahan ukuran didukung oleh proses hidrasi, dimana molekul besi oksida dikelilingi oleh oksigen. Total volume mineral menjadi sangat tinggi akan tetapi ikatannya lemah shg mudah terlapukkan.

Hidrasi : kombinasi kemikalia padat, seperti mineral atau garam, dengan air. Hidrasi menyebabkan perubahan struktur mineral, meningkatkan volumenya, kemudian menyebabkan mineral lebih lunak dan mudah terdekomposisi.

Contoh :

2Fe2O3 + 3H2O ® 2Fe2O3.3H2O

hematit limonit

-------------------------------------------------------------------------------------------

Faktor pembentuk tanah (Soil Forming Factors)

± Faktor pembentuk tanah : Bahan induk, iklim, organisme, topografi, waktu

± Bahan induk berpengaruh terhadap pembentukan tanah melalui : perbedaan laju pelapukan, nutrisi yang terkandung dalam bahan induk tsb, dan partikel yang terkandung (misal sandstone = pasir; shales = clay). Hasil pelindihan, translokasi dan transformasi oleh air maupun organisme menunjukkan bahwa tanah mengalami perkembangan. Pembentukan clay didukung oleh persentase yang tinggi dari mineral gelap mudah terdekomposisi dan sedikit kuarsa.

± Iklim merupakan faktor dominan yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya waktu. Faktor iklim yanag utama adalah presipitasi dan temperatur.

± Organisme : perbedaan vegetasi, makro dan mikro organisme yang ada diatas tanah maupun dalam tanah, manusia dalam managemen lahannya.

± Topografi (relief) berpengaruh terhadap pembentukan tanah melalui pengaruhnya terhadap air dan temperatur.

± Time : waktu yang diperlukan tanah untuk berkembang ® pembentukan lapisan-lapisan/horizon (genetik horizon). Horison berkembang sangat cepat pada daerah yang hangat, humid, berhutan karena cukup air. Pada kondisi yang ideal, profil tanah dapat terbentuk selama 200 tahun, sedang pada kondisi yang kurang mendukung dapat terbentuk ribuan tahun.


Berbagai kondisi yang menghambat perkembangan profil tanah :

1. curah hujan rendah (pelapukan rendah, material terlarut yang tercuci sedikit)

2. kelembaban relatif rendah (pertumbuhan mikroorganisme seperti alga, fungi, lichenes rendah)

3. bahan induk mengandung sodium karbonat atau lime yang tinggi (material tanah rendah mobilitasnya)

4. bahan induk mengandung kuarsa yang tinggi dengan kandungan debu dan clay rendah (pelapukan lambat, gerakan koloid rendah)

5. kandungan clay tinggi (aerasi jelek, pergerakan air lambat)

6. bahan induk resisten misal quartzite (pelapukan lambat)

7. kelerengan tinggi (erosi menyebabkan hilangnya lapisan top soil; pengambilan air tanah rendah)

8. tingginya air tanah (pencucian rendah, laju pelapukan rendah)

9. suhu dingin (semua proses pelapukan dan aktivitas mikrobia lambat)

10 akumulasi material secara konstan (material baru menyebabkan perkembangan tanah menjadi baru)

11 . erosi air dan angin yang berat (tereksposnya material baru )

12. Pencampuran oleh binatang dan manusia (pengolahan tanah, penggalian) akan meminimalisir pergerakan koloid ke bagian tanah lebih dalam

13. Adanya subtansi racun bagi tanaman, misal garam yang berlebihan,heavy metal, herbisida yang berlebihan


Pemikiran tentang :

Timeliness....

Search on blog

Translate

Forecast Weather

Rupiah Exchange Rates ( IDR )

Rush hour Blog

Fight To our Earth....Go green

Brighter Planet's 350 Challenge
NonCommercial,Nonprofit. Diberdayakan oleh Blogger.