Mangrove in The world wide

Sepertiga Hutan bakau dunia hancur

Bisnis Indonesia​/ Opini​

Dalam dua dekade sepertiga hutan bakau (mangrove) dunia hancur. The Royal Society-sebuah akademi sains di Inggris-m nyebutkan bahwa kerusakan tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia, khususnya perluasan tambak. Di Indonesia persebaran mangrove berkategori rusak berat berdampak pada menurunnya daya dukung lingkungan hidup dan kualitas hidup masyarakat pesisir.

Kami dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) memperkirakan luasan hutan mangrove di Indonesia menyusut dengan sangat drastis dari 4,25 juta ha pada 1982 menjadi kurang dari 1,9 juta ha tahun ini. Rusaknya hutan pencegah banjir tersebut berakibat pada terputusnya rantai penghidupan dan obat-obatan masyarakat pesisir. Selain itu, musnahnya produktivitas perikanan dan hilangnya habitat pesisir lainnya serta kian meningkatkan kerentanan masyarakat pesisir atas badai dan gelombang tinggi.

Penghargaan atas pelayanan ekosistem hilang. Pemerintah-khususny a Kementerian Kelautan dan Perikanan-memandang alam semata sebagai komoditas eksploitatif demi keuntungan segelintir orang dan memberikan kerusakan bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat pesisir. Kerusakan mangrove menjadi potret tiadanya penghargaan pemerintah atas pelayanan ekosistem.

Dalam studinya The Royal Society memaparkan bahwa kerusakan mangrove akibat perluasan tambak tak sebanding dengan kesejahteraan masyarakat pesisir. Di Thailand, misalnya, tiap hektare luas tambak hanya memberikan keuntungan sebesar US$9,632. Keuntungan ini hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sebaliknya, pemerintah Thailand harus menanggung biaya polusi sebesar US$1,000, biaya hilangnya fungsi-fungsi ekologis sebesar US$12,392, dan pemerintah harus memberi subsidi kepada masyarakat korban senilai US$8,412. Tak hanya itu, tetapi pemerintah juga harus mengalokasikan dana tambahan sebesar US$9,318 untuk merehabilitasi mangrove.

Pengalaman Thailand hendaknya memberikan panduan bagi pemerintah kita untuk tak sembarang menelurkan kebijakan terkait dengan eksploitasi ekosistem penting dan genting seperti ekosistem mangrove. Terlebih, menyangkut hajat hidup banyak orang. Kami mencatat bahwa ada tiga faktor utama penyebab kerusakan mangrove di Indonesia. Pertama, konversi untuk ekspansi industri pertambakan, seperti yang terjadi di Provinsi Lampung.

Kedua, konversi hutan mangrove untuk kegiatan reklamasi kota-kota pantai, seperti yang terjadi di Teluk Jakarta, Padang (Sumbar), Makassar, dan Manado(Sulut). Ketiga, terkait pencemaran lingkungan. Saat ini perluasan kebun kelapa sawit turut memperparah kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia.

Hasil Pemantauan kami di Kab. Langkat Sumut, misalnya, didapati fakta konversi ekosistem mangrove menjadi perkebunan sawit dilakukan hingga jarak kurang dari 5 meter dari arah garis pantai. Hal ini jelas tidak berkesesuaian dengan upaya perlindungan ekosistem pesisir di Indonesia. Jika hal ini terus dibiarkan, bencana ekologis bakal lebih masif terjadi di Kepulauan Indonesia.

Sumber: www.bisnis.com/ .../bisnis_ indonesia_ harian_detail?

Pemikiran tentang :

0 Tanggapan Teman ?:

Posting Komentar

Timeliness....

Search on blog

Translate

Forecast Weather

Rupiah Exchange Rates ( IDR )

Rush hour Blog

Fight To our Earth....Go green

Brighter Planet's 350 Challenge
NonCommercial,Nonprofit. Diberdayakan oleh Blogger.