Senin, Februari 22, 2010 |
0
Tanggapan Teman ?
Migas Pencemar Terbesar
PALEMBANG* - Dari 324 perusahaan di Sumsel mulai dari perkebunan, industri,
pertanian, pertambangan dan Migas, ternyata sektor Migaslah menyumbang
terbesar pencemaran
lingkungan. Tingginya angka kebocoran akibat pipa yang tua, tidak hanya
memberikan dampak negatif pada lingkungan, tetapi bisa memberi pengaruh
kesehatan manusia.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel, Ahmad Najib, Kamis (18/2)
mengatakan, dari beberapa sektor yang menyebabkan terjadinya polusi, sektor
migas paling mendominasi pencemaran. Pipa Migas sudah tua sehingga rentan
kebocoran. Kebocoran yang terjadi memberi
pengaruh kesehatan warga jika langsung terhirup gas karena sebagian besar
pipa berada di pelintasan pemukiman warga.
Mengacu PP No 27/99, setiap sektor usaha harus melaporkan hasil kegiatannya
per triwulan. Sebuah fakta yang tidak terbantahkan, keberadaan pipa Migas
itu dipasang sejak 1938 sehingga dengan jangka waktu yang lama itu, maka
secara tidak langsung membuat kondisi daya tahan dan
daya dukung pipa melemah dan mudah bocor. Selain itu, kebocoran lainnya juga
dikarenakan tangan jahil masyarakat seperti pencurian gas, pipa dan lainnya.
Oleh sebab itu, BLH meminta kepada pihak BP Migas untuk secepat mungkin
mengganti pipa yang sudah tua.
Kita sudah memberikan sanksi dan teguran. Jika masih saja tidak digubris
kita cabut izin Amdal mereka,” kata Najib.
Mantan Kepala Dinas Perhubungan Sumsel ini juga menambahkan, dengan
terjadinya berbagai kebocoran dan sanksi yang djatuhkan, berikut teguran
yang dilayangkan, BP Migas telah melakukan pergantian pipa. Misalnya
pergantian pipa sepanjang 24 KM di Musi Banyuasin (Muba).
Dan di 2010 ini, BP Migas juga akan melakukan pergantian pipa sepanjang 25
KM sepanjang Palembang-Prabumulih-Muaraenim, sebagai upaya mencegah
kebocoran.
Untuk melakukan pemantauan, kita akan bekerjasama dengan berbagai pihak
seperti Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Sumsel untuk melakukan evaluasi.
Permasalahan lingkungan ini akan tetap dilakukan pengawasan secara ketat,”
ungkapnya.
Dikatakan Najib, yang paling penting adalah perlu adanya komitmen dari
berbagai perusahaan seperti perusahaan perkebunan, industri, pertanian,
pertambangan, Migas dan lainnya untuk berupaya melakukan perbaikan. Sebab,
dari hasil yang ada tersebut harus terdapat perubahan jika
tidak ingin izin Amdal dicabut karena tidak peduli terhadap lingkungan
sehinga pencemaran berdampak pemanasan global.
Bicara soal Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) di Sumsel, lantas bagaimana
dengan Amdal Jakabaring yang konon akan menjadi pusat pemerintahan dan
olahraga terlengkap di Indonesia dengan standar internasional?
Sementara saat ini, akibat tingginya permukaan air sungai dan hujan yang
terus mengguyur Palembang, maka kawasan ini sebagian tergenang/banjir hingga
ke jalan utama. Sehingga muncul pertanyaan, apakah kawasan Jakabaring layak
dibangun?
Menjawab pertanyaan ini, Ahmad Najib mengatakan, rencana pembangunan kawasan
Jakabaring sudah memiliki kajian Amdal sejak zamannya H Rosihan Arsyad saat
menjabat gubernur. Dari 9.913 hektare, sudah dipatok untuk kawasan serapan
air (retensi), drainase dan kawasan hijau lainnya.
Kalau pun ada genangan air dan banjir di kawasan itu, mungkin akibat
pembangunan di sekitarnya. Terutama di luar kawasan Jakabaring,” katanya.
Sejauh ini, lanjut Ahmad Najib, rencana pembangunan di kawasan Jakabaring
tetap mengacu pada Amdal yang berwawasan lingkungan. sripo
Sumber :
http://www.sripoku.com/view/27577/migas_pencemar_terbesar_*
Pemikiran tentang :
Lingkungan hidup
0 Tanggapan Teman ?:
Posting Komentar