Pembalakan liar.........



Tren Pembalakan Liar cuma Data di Atas Kertas

JUMLAH pembalakan liar di seluruh dunia menunjukkan tren menurun sampai
25% sejak 2002.

Lembaga kajian Chatham House di London memperkirakan penurunan illegal
logging disebabkan tekanan konsumen, atensi media massa, dan hukum yang
diberlakukan AS dan negara-negara Uni Eropa sebagai importir kayu.

Laporan itu juga menyebutkan pembalakan liar di hutan-hutan di Brasil,
Kamerun, dan Indonesia juga memperlihatkan penurunan yang besar. Dalam
sepuluh tahun terakhir, pembalakan liar di Indonesia turun paling banyak,
yaitu mencapai 75%. Selain Indonesia, Brasil dan Kamerun juga mengalami
penurunan pembalakan liar lebih dari 50%.

Ketua tim peneliti Chatham House yang menulis laporan itu, Sam Lawson,
menegaskan penurunan itu bukan berarti perjuangan melawan pembalakan liar
selesai.

“Saya tahu (penurunan 75%) terdengar besar, tetapi harus diingat bahwa
penebangan kayu liar sebelumnya merupakan masalah yang sangat besar di
negara-negara itu.

Jadi walaupun jumlahnya sudah berkurang secara signifi kan, pem
Cuma statistik Pada Seminar Illegal Logging dan Perdagangan Terkait yang
digelar di The Royal Society, Chatham House, London, pekan lalu, mantan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menyatakan Indonesia
berhasil menurunkan kasus pembalakan liar sampai 75% dalam dekade ter akhir
sebagai bukti dari komitmen pemerintahan untuk ikut mengatasi tantangan
perubahan iklim, serta mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi
hutan.

Klaim itu dikritik keras sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada
bidang lingkungan. “Greenomics telah mengkritik keras data itu, dan pihak
Kementerian Kehutanan mengakui datanya itu bersumber pada kasuskasus yang
tercatat saja,” kata Koordinator Nasional Greenomics Indonesia Vanda Mutia
Dewi, di Jakarta, pekan lalu.

Pernyataan itu, menurut Vanda,
bisa menyesatkan publik internasional karena fakta di lapangan menunjukkan
praktik pembalakan liar terus berjalan seperti biasa mulai dari Aceh hingga
Papua.

Menurut dia, kegiatan pembalakan liar masih terjadi di hutan-hutan di
Indonesia termasuk di taman nasional maupun hutan lindung.

“Rachmat harus menjelaskan, selama periode berapa terjadi penurunan itu, dan
seberapa besar penurunan kubikasi dari praktik illegal logging itu,” kata
Vanda.

Adapun Walhi berpendapat penurunan kasus pembalakan liar di Indonesia yang
dinyatakan berhasil hingga mencapai 75% hanya berdasarkan data statistik di
atas kertas. “Pemerintah tidak bisa hanya melihat situasi dari data
statistik, sementara pembalakan liar yang merupakan praktik penghancuran
hutan terus terjadi,” kata Kepala Departemen Kampanye Wahana Lingkungan
Hidup (Walhi) Teguh Surya di Jakarta.

Berdasarkan data Greenpeace Indonesia, kontribusi deforestasi lebih besar
berasal dari industri kertas, ekspansi industri kelapa sawit, dan sektor
pertambangan.

Semuanya dilakukan justru seizin
pemerintah. Saat ini, total kecepatan deforestasi sekitar 1,1 juta hektare
per tahun pada Maret 2010.

Bahkan, usulan rencana deforestasi yang ditargetkan Kementerian Kehutanan
seluas 14 juta hektare selama 2011-2020 dikhawatirkan bisa jadi manipulasi
karena menggunakan data prediksi.

“Greenomics menilai, usulan rencana deforestasi selama 20112020 dengan
menggunakan basis data prediksi bisa menjadi sumber manipulasi penurunan
deforestasi,” kata Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfi an Effendi,
di Jakarta, Senin (19/7).

Rencana deforestasi yang akan diusulkan Kementerian Kehutanan ke Bappenas
mencapai 14 juta hektare selama 2011-2020, atau rata-rata seluas 1,4 juta
hektare per tahun. Usulan itu akan disampaikan kepada Bappenas untuk
selanjutnya dibahas sebelum dimasukkan ke rencana aksi nasional untuk
penurunan emisi.

Emisi yang akan dikeluarkan dari usulan rencana deforestasi tersebut ialah
sebesar 705,6 juta ton per tahun, secara akumulatif mencapai 7,06 miliar ton
hingga 2020.*Powered by pressmart Media Ltd*

References :

Pemikiran tentang :

KLHS.....How it Make.,,,,,,,,




KLHS: Mencegah atau Melegalkan Perusakan Lingkungan Hidup?

Baru-baru ini, ratusan orang yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli
Pegunungan Kendeng (JMPPK) Kabupaten Pati, berunjuk rasa didepan Kantor DPR Kab
Pati. Mereka memprotes rancangan Peraturan Daeah (Raperda) tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Tengah 2008-2027 karena disinyalir akan menggerus
tanah mereka. Di Jakarta, berbagai reaksi keras menolak Raperda RTRW DKI 2010 –
2030 terjadi karena Raperda tersebut dianggap tidak memihak masyarakat miskin.

Kedua peristiwa tersebut memperlihatkan kurangnya pelibatan pemangku kepentingan
yang terkait dengan penyusunan sebuah Kebijakan, Rencana atau Program (KRP).
Apabila prinsip partisipatif sebagai salah satu prinsip Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) diterapkan dalam proses penyusunan kedua RTRW tersebut, maka
peristiwa penolakan masyarakat tidak perlu terjadi. Atau justru pemerintah akan
memberikan ruang legalisasi RTRW atau KRP lain yang bermasalah sebelum
ditetapkannya Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan KLHS yang saat ini tengah
digodok Kementerian Negara Lingkungan Hidup?

Peta Perundangan dan KRP yang Tengah Disusun

Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Llingkungan Hidup (UU PPLH No. 32/2009) pada bulan September 2009,
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) telah menjadi salah satu instrumen
wajib untuk pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Dalam UU PPLH tersebut
dinyatakan tiga jenis Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) yang wajib KLHS
adalah (1) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, (2)
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) nasional, propinsi dan kabupaten/kota dan (3) Kebijakan, Rencana
dan/atau Program (KRP) yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko
lingkungan hidup.

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menetapkan bahwa RTRW Propinsi harus
disusun sesuai dengan UU tersebut dalam jangka waktu dua tahun sejak
diundangkan. Jika hingga akhir 2010 belum juga diselesaikan, maka pemerintahan
daerah akan terkena sanksi administratif. Sebanyak 22 propinsi hingga kini belum
menyelesaikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan, setiap
pemerintahan daerah harus menyiapkan RPJM paling lambat tiga bulan setelah
pelantikan Gubernur dan/atau Bupati/Walikota dan RPJM tersebut harus disetujui
DPRD dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) enam bulan sesudahnya. Dalam tahun
2010 terdapat tujuh propinsi dan 241 kota/kabupaten yang akan melakukan
pemilihan kepala daerah, sehingga akan ada 248 RPJM yang harus disiapkan pada
tahun 2010 dan 2011.

Di sisi lain, Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pelaksanaan KLHS untuk
ketiga jenis KRP, diantaranya RTRW, tengah disusun oleh Kementerian Negara
Lingkungan Hidup. Tanpa adanya PP tentang KLHS ini, RTRW dan RPJM akan terus
disusun dan di-“Perda”-kan. KRP yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
resiko lingkungan hidup juga terus disusun dan ditetapkan.

Mereka-reka PP KLHS

Selama ini upaya pengelolaan lingkungan hidup melalui AMDAL dipandang belum
dapat menyelesaikan berbagai permasalahan lingkungan hidup yang ada di
Indonesia, yang ditengarai tidak hanya berada pada kegiatan atau proyek, namun
justru pada tingkat Kebijakan, Rencana dan Program (KRP). Oleh karena itu
harapan digantungkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang berupaya
memastikan terintegrasikannya prinsip pembangunan berkelanjutan pada KRP di
Indonesia.

Idealnya, 22 RTRW Propinsi (dan juga berbagai RTRW kota/kabupaten), 248 RPJMD
dan KRP lain yang tengah disusun melaksanakan KLHS sesuai ketentuan UU PPLH No.
32/2009 tentang KLHS. Namun belum adanya peraturan pelaksanaannya membuat
pemerintah daerah dapat mengelak dari kewajiban tersebut. Kemungkinan
terburuknya adalah sebagian besar RTRW, RPJMD dan KRP lain pada akhirnya akan
ditetapkan tanpa melalui KLHS di tahun 2010 ini. Apabila KRP yang telah
ditetapkan tanpa KLHS tersebut ternyata berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
resiko lingkungan hidup, bagaimana Pemerintah akan menyikapinya?

Sampai saat ini rancangan Peraturan Pemerintah tentang KLHS belum pernah
dipublikasikan dan didiskusikan, sehingga kita hanya bisa mereka-reka apa yang
ada dalam benak para penyusunnya dalam menerjemahkan UU PPLH No. 32/2009 tentang
KLHS ini, termasuk penyusunan aturan peralihannya.

Pasal 17 UU PPLH No. 32/2009 telah mengatur keadaan transisi di atas dengan
cukup gamblang, bahwa bila hasil KLHS yang menjadi dasar bagi KRP suatu wilayah
melampaui daya dukung dan daya tampung, maka KRP wajib diperbaiki sesuai hasil
KLHS dan segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sangat tidak realistik untuk menghentikan suatu
kegiatan atau usaha yang tengah berjalan apabila hasil KLHS menemukan bahwa daya
dukung dan daya tampung telah terlampaui. Di sisi lain KLHS harus dilihat
sebagai upaya untuk memicu peningkatan pengawasan dan penegakan hukum dalam
perlindungan lingkungan hidup.

Apabila pemerintah bersungguh-sungguh menggunakan KLHS sebagai instrumen untuk
mengelola dan melindungi lingkungan hidup, meskipun tidak bisa dengan serta
merta menghentikan kegiatan atau usaha yang tengah berjalan, maka dapat
ditetapkan bahwa KLHS dapat merekomendasikan agar aktivitas yang bermasalah
segera mematuhi dan mengikuti aturan yang tertera dalam perijinan mereka maupun
dengan peraturan lingkungan hidup lain yang berlaku.

Apabila pemerintah ingin memberikan “ruang kosong” legalisasi RTRW, RPJMD dan
KRP yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, maka
dengan dalih keramahan terhadap investasi dan ketidakmungkinan untuk
menghentikan kegiatan atau usaha yang tengah berjalan, pemerintah dapat
mengijinkan berlangsungnya kegiatan atau usaha yang nyata-nyata merusak
lingkungan tersebut, meski telah melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup hingga ijinnya berakhir.

Tentu saja kita tidak akan membiarkan adanya “ruang kosong” legalisasi di atas.
Kita telah mengetahui bagaimana kreativitas bangsa Indonesia dalam memanfaatkan
ruang kosong semacam ini dalam bidang hukum. Beberapa pihak akan memanfaatkan
ruang kosong ini dengan menetapkan RTRW, RPJMD dan KRP lainnya secepat mungkin
sebelum ditetapkannya PP KLHS. Pihak lain mungkin akan melakukan upaya
“penyelamatan diri” dengan melakukan KLHS “asal-asalan” karena belum ada
Peraturan Pemerintah dan Petunjuk Umum pelaksanaannya. Alhasil, apabila kegiatan
dan usaha yang dilakukan berdasarkan RTRW, RPJMD dan KRP lainnya tersebut
benar-benar menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, kita sulit menghentikannya,
kecuali menunggu ijin berakhir, atau 5 tahun kemudian (untuk RPJMD) atau 20
tahun kemudian (untuk RTRW).

Imbauan kita kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Negara Lingkungan
Hidup, sudah jelas dan pasti: publikasikan rancangan PP KLHS secepatnya dan
jangan biarkan “ruang kosong” ini ada dalam peraturan pemerintah, yang akan
membiarkan KLHS digunakan sebagai instrumen legalisasi perusakan lingkungan
hidup di Indonesia.

Reference :


http://www.duniaesai.com/direktori/esai/42-lingkungan/435-klhs-mencegah-atau-melegalisasikan-perusakan-lingkungan-hidup.html

Pemikiran tentang :

Amdal??????????????

LINGKUNAGAN
Amdal Gagal Mencegah Pencemaran



Jakarta, Kompas - Kasus pencemaran perusahaan tambang emas yang meracuni 184
warga Desa Sinar Harapan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, menunjukkan
instrumen analisis mengenai dampak lingkungan gagal mencegah pencemaran.

Kegagalan itu disebabkan buruknya ketaatan para pemangku kepentingan yang
terlibat dalam penerbitan dokumen amdal, termasuk pemerintah.

Hal itu dinyatakan Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia Berry N Furqon di Jakarta, Rabu (18/8). ”Amdal yang diterbitkan
Provinsi Lampung terbukti gagal mencegah terjadinya korban aktivitas
perusahaan tambang emas. Itu menunjukkan amdal sekadar menjadi dokumen
formalitas,” kata Berry.

Dia menyatakan, kegagalan itu bukan disebabkan pengalihan kewenangan
penerbitan amdal kepada pemda. ”Masalah intinya adalah bagaimana pemangku
kepentingan menaati prosedur penerbitan amdal, termasuk kurang taatnya
pemerintah mengevaluasi dan menyetujui dokumen amdal yang diajukan pelaku
usaha serta lalai mengawasi pelaksanaannya,” kata Berry.

Pencemaran akibat beroperasinya PT N mengakibatkan ratusan warga Desa Sinar
Harapan keracunan, dan 184 orang di antaranya harus dirawat di Puskesmas
Gedong Tataan, karena muntah-muntah, pusing, nyeri, dan ulu hati panas.

Deputi Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Imam
Hendargo Abu Ismoyo menjelaskan, hasil penyelidikan tim KLH menyimpulkan, PT
N diduga kuat melepaskan limbah sianida ke Sungai Cikantor.

”Penyebab keracunan itu bukan limbah merkuri, tetapi sianida yang juga
limbah B3. Kegiatan perusahaan itu patut diduga melanggar tata cara
pengelolaan limbah B3 karena tidak ada saluran ke kolam penampungan air
larian, juga tidak ada tempat penyimpanan sementara limbah B3,” kata Imam.

Asisten Deputi Urusan Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Pertambangan, Energi, dan
Migas KLH, Rasio Ridho Sani menyatakan, perusahaan dengan konsesi tambang
719,6 hektar itu memiliki dokumen amdal yang disetujui Pemprov Lampung, 2
Februari 2010. ”Dalam dokumen amdal, perusahaan diizinkan menggunakan
sianida untuk memisahkan emas dari material yang tidak berharga,” kata
Rasio.

Dia membenarkan, pada 2000-2007, perusahaan itu menggunakan merkuri untuk
pemisahan emas dari material tidak berharga. Ini berdasarkan amdal dari
Departemen Pertambangan dan Energi pada 19 Oktober 1999. ”Penggunaan sianida
baru diuji coba Mei hingga 1 Agustus lalu. PT N menyatakan sejak 1 Agustus
tidak pernah membuang limbah ke Sungai Cikantor. Kami masih mendalami lagi
data terkait pencemaran itu,” kata Rasio.

Deputi Tata Lingkungan KLH Hermien Roosita menyatakan, ”Kami akan meminta
Pemerintah Provinsi Lampung mengevaluasi dokumen amdal termasuk upaya
pengendalian dan pengelolaan lingkungannya. Jika evaluasi dan revisi tidak
dilakukan, KLH berwenang mengambil alih proses evaluasi dan revisi amdal,”
katanya. (ROW)
References :

Pemikiran tentang :

Lapindo brantas Bebas dari tanggung jawab......


Lumpur Sidoarjo
RAPBN 2011 anggarkan Rp 1,3 T untuk lumpur Lapindo

JAKARTA. Dalam RAPBN 2011 pemerintah berencana menggelontorkan dana sebesar
Rp 1,3 triliun rupiah untuk penanggulangan lumpur Sidoarjo. Masalah
meluapnya lumpur di Jawa Timur itu seolah tak pernah rampung sampai di tahun
keenam.

Untuk pengalokasian anggaran, pemerintah menunjuk Badan Pengelolaan Lumpur
Sidoarjo, BPLS untuk mengaturnya. Alokasi dana di tahun 2011 sedikit lebih
tinggi dibandingkan anggaran tahun 2010 sebesar Rp 1,2 triliun.

Menurut Adi Sarwoko Sekretaris BPLS, anggaran Rp 1,3 triliun akan digunakan
untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur di Sidoarjo dan membayar ganti
rugi lahan warga. "Alokasi anggaran terbesar bakal diturunkan untuk bidang
sosial yakni pembebasan lahan. Sedangkan fokus kami di 2011 untuk
pembangunan infrastruktur," kata Adi kepada KONTAN (18/8).

Namun, Adi tidak menyebut secara rinci jumlah total dana yang dipakai untuk
pembebasan lahan. Soal kelanjutan pembangunan infrastruktur, Adi memaparkan
lima proyek yang akan mempergunakan dana RAPBN 2011. Kelima proyek itu yakni
pengerukan lumpur untuk dibuang ke bendungan seluas 83 hektar, pemeliharaan
tanggul termasuk menaikkan lagi tanah yang sudah turun.

"Selain itu, relokasi jalan arteri, yang rencananya selesai tahun depan.
Juga akan membangun jalan tol yang terputus, dan pembayaran 100 hektare
tanah untuk infrastruktur dan ganti rugi lahan warga," jelasnya

Adi mengatakan sejak 2007 sampai tahun ini pemerintah sudah habiskan Rp 3
triliun untuk menangani lumpur Sidoarjo. Sisanya sebesar Rp 1 triliun lebih
akan digunakan untuk relokasi jalan dan pembebasan lahan.

Sementara itu, Walhi menilai anggaran Rp 1,3 triliun rupiah tidak sebanding
dengan kerugian warga Sidoarjo. Pengkampanye Bidang Tambang dan Energi
Walhi, Pius Ginting, mengatakan dana itu tidak akan menggantikan kerugian
warga dari sisi kehilangan pekerjaan dan memburuknya kesehatan. "Menurut
kami, pemerintah harus tegas membawa kasus ini ke pengadilan biar masyarakat
tahu putusan yang benar,” kata Yus. Putusan yang dimaksud Yus yaitu
kebenaran bahwa meluapnya lumpur Sidoarjo akibat ulah perusahaan Lapindo
atau bencana semata.

Reference :

Pemikiran tentang :

Pencemaran merkuri dan Timbal ???

Merkuri dan Timbal Mencemari



Jakarta, Kompas - Uji laboratorium atas sampel tanah eks areal konsesi
perusahaan eksplorasi gas di Desa Hueng, Kecamatan Tanah Luas, Kabupaten
Aceh Utara, menemukan adanya merkuri. Uji sampel oleh Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan itu juga menemukan timbal.

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Aceh Husaini Syamaun
saat dihubungi Kamis (12/8) menjelaskan, uji sampel tanah lokasi penemuan
merkuri itu dilakukan di dua laboratorium berbeda.

”Setiap sampel diuji di Laboratorium Bapedal Aceh dan Laboratorium
Universitas Syiah Kuala. Hasilnya, sebagian sampel tanah permukaan hingga
kedalaman 20 cm mengandung merkuri dan timbal,” kata Husaini.

Ia menjelaskan, kandungan merkuri tersebut ditemukan dalam sampel tanah
bekas bengkel kendaraan ExxonMobil. ”Diduga cemaran merkuri itu berhubungan
dengan penggunaan berbagai alat kerja, yang dalam jangka waktu lama
menimbulkan akumulasi cemaran merkuri. Pada sampel juga ditemukan kandungan
timbal. Sampel tanah yang diambil dari kedalaman lebih dari 20 cm tidak
mengandung merkuri,” kata Husaini.

Bapedal Aceh juga telah mengambil sejumlah sampel air di sekitar lokasi
penemuan merkuri tersebut. ”Kami juga mengambil sampel air sejumlah sumur
warga. Analisis laboratorium belum menemukan air sumur dan air permukaan
yang mengandung merkuri ataupun timbal. Kami juga tidak menemukan cairan
merkuri, hanya bongkahan tanah yang mengandung merkuri. Namun, memang ada
warga yang sempat mengambil air bercampur merkuri,” kata Husaini.

*Ukur kandungan*

Akan tetapi, Bapedal Aceh belum mengukur kandungan merkuri di udara. ”Kami
belum mengukur kandungan merkuri di udara lokasi penemuan dan tidak memiliki
alat untuk mengukur hal itu. Yang jelas, sejauh ini tidak ada warga yang
dirawat di rumah sakit akibat merkuri yang ditemukan,” kata Husaini.

Pemerintah Aceh meminta ExxonMobil mempresentasikan prosedur pengolahan gas
serta merkuri yang dihasilkannya. ”Kami ingin mengetahui fakta dan
penjelasan ExxonMobil. Kami masih menunggu kepastian dari ExxonMobil,” kata
Husaini.

Asisten Deputi Urusan Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Pertambangan, Energi, dan
Migas Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Rasio Ridho Sani menyatakan
klarifikasi temuan merkuri dengan dua staf Safety, Health and Environment
Department ExxonMobil belum memberikan kejelasan soal temuan merkuri di Aceh
Utara.

”Kami sudah meminta keterangan tertulis soal pengelolaan merkuri mereka.
ExxonMobil belum memiliki semua data karena baru tahu penemuan merkuri itu.
Kami akan menurunkan tim ke Aceh Utara pekan depan,” kata Rasio.

Pada Kamis, Kompas berupaya meminta konfirmasi Vice President of Public
Affair ExxonMobil Indonesia Maman Budiman, melalui telepon kantor. Namun,
empat telepon Kompas hanya diterima stafnya karena sepanjang Kamis Maman
terus mengikuti rapat. (ROW)

Sumber :

Pemikiran tentang :

Nasionalisme Sekedar Polesan????

Komunitas Historia Indonesia:

NASIONALISME YANG TIDAK SEKADAR POLESAN

(Media Indonesia, Edisi 13 Agutus 2010. P.27)


Oleh: Vini Mariyane Rosya (vini@mediaindonesia.com)

Perayaan kemerdekaan kental dengan merajut kembali benang-benang ingatan sejarah perjuangan bangsa ini. Benarkah kemeriahannya cuma hadirkan nasionalisme semu? Tanggal 17 Agustus tinggal hitungan jari.

Kemeriahannya se makin terasa. Mulai dari semakin maraknya penjual berbagai penjual atribut 17-an hingga gang-gang pinggir jalan pun mulai menghias diri dengan gapura dan bendera-bendera merah putih.

Sayangnya lebih banyak yang lebih suka mengartikan perayaan kemerdekaan sebagai penerusan tradisi melakukan perlombaan ketimbang memaknai nasionalisme itu sendiri.

"Justru yang tampak sekarang ini, ya 17-an sekadar sarana bersenang-senang yang meneruskan ajaran kolonial dengan berbagai perlombaan makan kerupuk, panjat pinang, balap karung. Bagi saya ini tradisi yang kurang baik. Harusnya ada pemaknaan nasionalisme itu sendiri," ungkap Ketua komunitas Historia Indonesia (KHI) Asep Kambali, kemarin.

Menurut Asep, menyambangi perlombaan dan pesta kemerdekaan yang tak jarang melewati garis hedonisme hanya akan menghasilkan nasionalisme yang sekadar polesan. "Terlalu kasihan kalau nasionalisme hanya dimaknai lomba balap karung dan sejenisnya, tak ada istimewanya. Dan sama sekali tidak membantu kita menapak tilas sejarah," sesalnya.

Hal itu yang menjadi salah satu alasan KHI menawarkan alternatif perayaan hari kemerdekaan. Sejak berdiri tahun 2002 dan diresmikan Maret 2003, KHI selalu menawarkan gaya segar dalam merayakan kemerdekaan. Tak sekadar menyenangkan, kegiatan KHI ini sekaligus ingin menyegarkan kembali sejarah perjuangan bangsa.

"Yang paling dekat tanggal 16 Agustus nanti, KHI akan memperingati dengan cara napak tilas di museum. Ini sudah berlangsung sejak tahun 2002. Kami akan mengerahkan massa, konvoi dari Museum Juang ke Tugu Proklamasi, dengan menampilkan seni-seni khas Indonesia, mulai dari reog, barongsai, hingga menyulap suasana Jakarta menjadi tempo dulu dengan berbagai pawai mobil tua dan sepeda onthel," paparnya.

Selain itu, lanjut Asep, KHI pun mengadakan berbagai lomba, bukan makan kerupuk atau bakiak, melainkan lomba menjadi tokoh-tokoh sejarah serta membaca teks proklamasi.

"Tak hanya memainkan semacam role playing, masyarakat juga bisa melihat pemutaran film sejarah, seperti Janur Kuning atau Max Havelaar, atau belajar memahami teks proklamasi," sahutnya.

Anggota KHI lainnya, Ikung Indrawati mengatakan dengan pengemasan peringatan yang lebih bermakna, masyarakat diharapkan akan lebih menyadari dan mengingat siapakah bangsa ini dulunya.

"Jadi masyarakat sadar siapakah dirinya yang sebenarnya, lalu kemudian membangun masa depan bangsa ini lebih baik. Ini sebenarnya inti belajar sejarah," ucapnya. Membangun Nasionalisme, diakui Asep, bukanlah perkara mudah. Apalagi masyarakat metropolis sadar atau tidak telah terlena pada gaya hidup global. Menurut Asep, kunci nasionalisme yang sesungguhnya hanya akan tumbuh lewat pemahaman kesejarahan yang baik.

"Sulit rasanya mengakui seseorang yang mengaku nasionalis kalau pengetahuan dasar sejarah saja ia tidak tahu. Apa makna nama Indonesia, siapa yang memberi nama Indonesia pertama kali, siapa para pendirinya, kapan, ini semua merupakan ukuran kognisi, pengetahuan masa lalu," papar Asep.

Jebolan Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta tersebut mengatakan pemahaman sejarah yang baik akan terlihat jelas lewat dua faktor afeksi dan psikomotorik, bukan semata kognitif.

"Setelah tahu, apakah seseorang memiliki sikap ingin menjaga Indonesia? Kritis terhadap persoalan bangsa? Semua itu tidak akan terwujud jika tidak memiliki pengetahuan, serta tak akan tampak kalau tidak punya indikator ketiga, yakni keinginan untuk bertindak, berperilaku atau aksi, atau psikomotorik," tuturnya.

Kalau nasionalisme ini tidak juga dipahami secara utuh, lanjut Asep, hal tersebut akan dijadikan alat oleh bangsa lain untuk mengalahkan bangsa ini. "Kejahatan yang sifatnya tidak kelihatan ini harus dilawan oleh soft power, ini yang harus dikuatkan melalui pendidikan sejarah dan pemahaman nasionalisme," tandasnya.

Ikung menambahkan, ironisme juga terlihat dari ketidakpedulian masyarakat akan pembelajaran sejarah. "Masyarakat jauh lebih peduli dengan kebutuhan hidup dan bersenang-senang daripada mengeksplorasi sejarah," sahutnya miris. Ironis Sebenarnya, menurut Asep dan Ikung, faktor penting pembentukan nasionalisme ada pada pendidikan sejarah yang mumpuni di semua jenjang pendidikan. Sayangnya, pemerintah pun dinilai Asep belum juga menunjukkan keseriusannya menyajikan pembelajaran sejarah yang benar-benar bernilai.

"Dari mulai jam pelajaran yang hanya 2 jam, pengajar sejarah yang tak punya dasar pendidikan sejarah, kurangnya fasilitas dan media pembelajaran sejarah, kurikulum yang membelenggu, birokrasi, hingga pola pikir masyarakat bahwa belajar sejarah maka masa depannya suram dan tak bisa kerja. Jadilah pendidikan sejarah hanya ala kadarnya," sesal Ikung.

Pendidikan, tambah Asep, harusnya tak sekadar pendidikan fisik belaka, tapi juga harus mampu membangun jiwa. "Jadi tak sekadar bangunan. Keutuhan bangsa ini hanya pada jiwa. Kalau anak-anak muda kita sendiri yang menghancurkan nilai-nilai sejarah, kita tidak akan punya kapasitas yang sama untuk hidup sebagai bangsa," tegasnya.

Di negara maju seperti Amerika Serikat, perlakuan masyarakat untuk sejarahnya lebih terhormat. Tak hanya proporsi dan kualitas pembelajaran yang jauh lebih baik daripada kurikulum Indonesia, sejarah menjadi salah satu tolak ukur signifikan dalam setiap tes pejabat publik.

"Untuk jadi senator ada ujian sejarah terlebih dahulu di Amerika. Kalau mau jadi gubernur, ada tes sejarah Amerika. Kalau kita? Di ujian nasional saja tidak ada," tambah Asep. (M-4)

BIAR SEJARAH LEBIH GAUL


BERAWAL dari kegerahan melihat bagaimana kebanyakan orang dan pemerintah memperlakukan sejarah, Asep Kambali bersemangat membangun Komunitas Historia Indonesia (KHI). Misinya sederhana, ia ingin publik, terutama generasi muda memandang sejarah sebagai sesuatu yang gaul, menyenangkan, dan populer.

"Saya ingin sejarah punya image baru di masyarakat. Bukan paradigma yang bahwa sejarah memiliki masa depan suram, lapuk, kumuh, tua, melainkan sejarah yang menarik, gaul, populer, mengedukasi, dan menghibur," ucapnya.

Ikung Indrayati yang turut serta mendirikan KHI mengatakan pendekatan sejarah terhadap remaja memang tak bisa begitu saja disamakan dengan orang dewasa. Remaja membutuhkan pembelajaran sejarah yang lebih interaktif.

"Jadi sifatnya lebih dua arah dan banyak diskusi. Bisa juga dengan terjun langsung ke tempat-tempat bersejarah, atau bertemu dengan tokoh-tokoh sejarah ataupun keturunannya yang masih hidup. Pasti ada nuansa yang berbeda mengetahui seorang tokoh dari narasumber langsung, bukan buku," paparnya.

Ikung mencontohkan pengalamannya saat di sekolah tempatnya mengajar ada seorang cicit Soekarno. Saat ia bersama anak didiknya mengunjungi dan mend engarkan cerita sosok Bung Karno dari anak itu, ada perspektif baru yang didapat. Selain itu, pengajar sejarah ini juga melihat perlunya penyajian acara-acara kesejarahan yang bisa diselingi hiburan yang menarik untuk remaja. Sejarah, imbuhnya, tidak perlu kaku untuk dipelajari. "Misalnya adakan semacam konser musik. Menurut saya hal-hal ini diperlukan," ucapnya.

Asep dan Ikung bersama rekan-rekan dalam komunitas yang saat ini anggotanya telah menyentuh angka 9.000 orang tersebut memang senantiasa mengasah kreativitas dalam menyuguhkan sejarah.

"Kami sangat anti dengan metode pembelajaran sejarah yang konvensional, dengan hanya baca buku dan mendengarkan guru di kelas yang membuat tidur. Saya pun menciptakan lomba History Amazing Race, semacam lomba mengenal sejarah dari museum ke museum. Ternyata animo cukup banyak," ujarnya.

Selain lomba, sejak 2005, KHI telah sering mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak sekolah untuk mengadakan kunjungan ke museum, artefak, atau benda sejarah hingga ke situs-situs sejarah. "Nah dengan guide yang supel, kita bisa ajak anak-anak itu mengenal sejarah dengan lebih menyenangkan," ucapnya. Bisa sejahtera Selain pengembangan metode belajar, Asep juga selalu meyakinkan banyak orang bahwa ilmu sejarah pun dapat menyejahterakan. "Sejak beberapa waktu lalu saya membuat program, yang intinya itu mengumpulkan lulusan sejarah, lalu melatih mereka untuk menjadi guide museum atau situs yang gaul dan menyenangkan. Setelahnya mereka bisa langsung menjadi guide, penghasilannya lumayan," ucapnya.

Mahasiswa magister ilmu komunikasi perusahaan Universitas Paramadina tersebut juga sedang gencar-gencarnya mempromosikan pentingnya pendidikan sejarah bagi pegawai ke sejumlah perusahaan. Respons beberapa perusahaan ternyata cukup baik. "Jadi kami bisa membuat semacam program bersama," imbuhnya.

Malah, Asep juga sempat ditawari salah satu stasiun TV nasional swasta untuk mencarikan lulusan jurusan sejarah yang potensial. Lulusan tersebut ingin diberdayakan sebagai pembawa acara berbasis sejarah. "Ini contoh banyak hal yang bisa dieksplorasi dari ilmu sejarah ini," tandasnya. (*/M-4)

TESTIMONI

Hirman Setiawan

Kepala Museum Mandiri, juga Anggota KHI.

Saya sangat sering bekerja sama den gan Komunitas Historia Indonesia (KHI). Dari sejak Museum Mandiri berdiri di Kota Tua pada 2004 akhir, Kang Asep sudah sangat sering berkunjung dan membawa rombongannya. Yang unik dari komunitas ini adalah seringnya mereka membawa rombongan remaja dan pelajar. Mereka suka mengemas paket-paket menarik untuk remaja dan pelajar yang terjangkau. Menurut saya ini bagus sekali dan saya salut dengan yang dilakukan KHI.

Bagi saya, pengenalan sejarah kepada remaja akan membuat mereka mengenal para pendahulu mereka dan mengambil contoh dari mereka, baik dari sikap hidup, perjuangan, kerja keras, maupun pengorbanan mereka.

Mempelajari pahlawan akan membuat para remaja lebih baik dalam bersikap dan memutuskan sesuatu. Jadi singkatnya mereka tidak hilang arah. Saya melihat KHI telah menawarkan pembelajaran, tapi tak menghilangkan kesenangan mereka. Mereka bisa tetap konvoi, nongkrong bareng, dan berfoto bersama dengan paket seharga Rp60 ribu atau Rp70 ribu saja.

Jadi anak-anak ini tak sekadar memandang museum atau Kota Tua untuk latar foto, tapi juga ada banyak nilai yang didapat. Singkatnya tetap santai, tapi ada nilai yang dibawa.(*/M-4)


KOMUNITAS HISTORIA INDONESIA (KHI)
Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya Indonesia
Phone : (021) 3700.2345, Mobile: 0818-0807-3636
E-mail/FB : komunitashistoria@yahoo.com

Pemikiran tentang :

workplace violence

Kekerasan di Tempat Kerja

Dalam beberapa tahun terakhir, isu tentang kekerasan dalam kerja ini telah mendapat perhatian dari psikolog dan ahli sumber daya manusia. Terjadinya kekerasan dalam kerja, khususnya yang berhubungan dengan kekerasan fisik, digolongkan ke dalam tiga kategori:

· 71% kekerasan terhadap karyawan sebagai akibat dari sebuah kejahatan.

· 14% kekerasan terhadap petugas-petugas penegak hukum, seperti polisi dan satpam, ketika mereka sedang bertugas.

· 15% kekerasan terhadap karyawan atau atasan sebagai suatu pelampiasan kemarahan atau dendam oleh karyawan lain atau pelanggan.

Emotional abuse sebagai salah satu bentuk kekerasan dalam kerja

Salah bentuk workplace violence yang populer adalah emotional abuse. Emotional abuse adalah tingkah laku, baik fisik maupun nonfisik, serta sikap yang bertujuan mengontrol, mengintimidasi, menaklukkan, merendahkan, menghukum, atau mengucilkan orang lain. Mobbing & bullying disebut juga emotional abuse karena mobbing” bermakna perilaku teman kerja, atasan atau bawahan yang menyerang harga diri, integritas dan kompetensi seseorang (karyawan) secara berulang-ulang, dalam jangka waktu mingguan, bulanan atau bahkan tahunan.

Dr. Leyman (1986) mengidentifikasi sekitar 45 perilaku mobbing, yang salah satu contohnya seperti :

Mengintimidasi seseorang

Mengucilkan atau mengisolasi seseorang secara sosial

Menyebarkan gosip jahat yang tidak benar

Berteriak

Mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh atau tidak sopan

Meremehkan opini atau pekerjaan seseorang

Menahan informasi

Definisi kekerasan dalam kerja meliputi tindakan-tindakan berikut ini (Canadian Centre for Occupational Health and Safety) :

Perilaku mengancam

Serangan fisik

Pelecehan verbal (verbal abuse)

Ancaman secara verbal atau tulisan

Harassment (perilaku apapun yang mempermalukan, menganggu, atau melecehkan seseorang secara verbal)

Ciri-ciri orang yang suka melakukan emotional abuse

Yang harus kita sadari, bahwa terdapat ciri – ciri orang yang suka melakukan emotional abuse adalah sebagai berikut:

Sulit mengendalikan diri (secara emotional dan perilaku) agresif, dan cenderung impulsive.

Punya kadar percaya diri rendah, cenderung bergantung pada orang lain dan sering mementingkan diri sendiri.

Memiliki tuntutan tinggi terhadap dirinya dan orang lain.

Sulit menjalin hubungan dengan orang lain

Punya sejarah gangguan psikologis atau gangguan kepribadia atau pernah terkenaemotional abuse baik saat kanak-kanak maupun dewasa.


Waspada Emotional Abuse

Mereka yang biasanya menjadi korban emotional abuse adalah orang yang berpribadi tidak stabil atau belum matang, bergantung pada orang lain, tidak percaya diri, mudah percaya dengan orang lain, serta kurang bisa mengekspresikan dirinya atau pasif.

Agar terhindar dari emotional abuse dikantor, tingkatkan kewaspadaan. Mawas diri jika rekan atau atasan :

1. Selalu berusaha mengontrol tingkah laku orang lain.

2. Melakukan serangan verbal

3. Terlihat seperti tidak pernah puas

4. Menampilkan respon tidak terduga secara terus menerus

5. Menampakkan gejala sebagai pencipta konflik

6. Melancarkan serangan terhadap anda

7. Terus menerus menunjukkan sikap tidak bersahabat

8. Melakukan Intervensi terhadap Anda

9. Bertindak Kasar

10.Terlihat seperti ingin membuat anda tidak kompeten

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam kerja, termasuk emotional abuse:

a. Menempatkan karyawan dalam posisi yang sesuai dengan keterampilan mereka. Dengan cara ini, individu merasa bahwa mereka melakukan pekerjaan yang bermakna dan penting.

b. Memberikan job description yang jelas dan pengawasan yang suportif, sehingga setiap orang tahu apa yang harus dilakukan dan dapat menerima bantuan atau bimbingan apapun yang dibutuhkan. Pendekatan ini dapat mengurangi kemarahan atau rasa permusuhan yang dialami ketika karyawan merasa frustrasi dengan pekerjaan.

c. Menyadari dan menghargai perbedaan budaya diantara karyawan pada berbagai tingkat sehingga tiap karyawan merasa bahwa ia merupakan bagian dari kelompok, bukannya orang luar.

d. Mengadakan review secara periodik terhadap performa kerja dan memberikan reward atas hasil kerja. Sehingga memastikan bahwa ketika mereka melakukan pekerjaan yang baik, organisasi akan menunjukkan penghargaannya.

e. Memberikan jaminan dalam kerja sehingga karyawan tidak merasa khawatir akan diberhentikan tiba-tiba.

Adapun tips untuk bagaimana cara membantu rekan kerja yang mengalami emotional abuseadalah sebagai berikut:


a. Ajaklah berbagi

b. Memberi dukungan

c. Tunjukkan rasa kebersamaan

d. Ambil sikap tegas dan perlihatkan rasa tidak setuju anda terhadap perilaku buruk tersebut.

e. Jaga profesionalitas

Dengan uraian diharapkan kita dapat mengantisipasi terhadap perilaku emotional abuse yang termasuk dalam workplace violence dan menjadi pribadi yang lebih matang dalam bertindak.

Daftar pustaka,

Leyman, H. (1986). The Mobbing Encyclopaedia. http://www.leymann.se

www.ccohs.ca/



Pemikiran tentang :

Timeliness....

Search on blog

Translate

Forecast Weather

Rupiah Exchange Rates ( IDR )

Rush hour Blog

Fight To our Earth....Go green

Brighter Planet's 350 Challenge
NonCommercial,Nonprofit. Diberdayakan oleh Blogger.