'Being', 'Knowing,' dan 'Doing'.....!!!!!!

Relasi yang Sinkron antara 'Being', 'Knowing,' dan 'Doing'

Eksistensi Diri yang Sinkron

Sangat langka melihat sosok yang ber-integritas di republik ini. Mayoritas orang mau bertindak karena ada keuntungan yang akan diraih. Berani bertindak benar hanya kalau kerugian yang ditanggung kecil atau ada sosok yang lebih berkuasa di belakang. Begitu juga dengan rasa percaya diri- muncul setelah memiliki uang banyak; berjalan tegak karena memiliki sederet gelar akademis dan reputasi publik. Benar-benar eksistensi dan tindakan didikte oleh situasi, perasaan dan tuntutan publik.

Tidak demikian dengan Yohanes Pembaptis, anak pemimpin agama bernama Zakaria. Sekalipun hidup relatif singkat dan hanya mengabdi ke publik selama 6 bulan, ia memiliki integritas yang begitu solid. Relasi antara being, knowing dan doing-nya sinkron. Dengan tegas ia menyatakan siapa dirinya di depan publik; ia tidak munafik; ia tidak mencari muka; ia tidak menjual citra; ia berterus terang dan tidak menyembunyikan siapa dirinya. Ia tidak juga menyalahgunakan persepsi-persepsi yang muncul dalam hati pendengarnya. Ia tidak mengelabui rakyat biasa sekalipun memiliki 'kuasa langit.' Ia memberikan nasihat kepada orang biasa dan berani mengkritik para pemimpin agama bahkan raja yang mengambil isteri adiknya, ia tegur dengan keras. Tidak ada rasa takut kalau ia ditangkap, dipenjarakan, dan dibunuh; sadar kalau nyawa melayang merupakan konsekuensi dari eksistensinya yang utuh.

Sikap seperti itu tidak muncul begitu saja. Keberanian mengatakan kebenaran tidaklah datang tiba-tiba. Itu tidak datang karena memiliki kekuasaan di publik, kekayaan, atau sederet gelar akademis yang tinggi. Itu juga tidak datang karena membaca puluhan bahkan ratusan buku. Itu juga bukan datang karena mengecap pendidikan tinggi.


Being, knowing dan doing sinkron karena pemahaman yang sungguh-sungguh akan siapa dirinya; ada kesadaran yang dalam akan eksistensi, tugas dan penggilannya;
tidak lagi menghiraukan apa untung atau ruginya menjalani hidup; tidak membuang waktu karena kesempatan mungkin tidak datang lagi. Ia betul-betul menyelaraskan antara eksistensi, pengetahuan, tindakan dan perkataannya.

Pemahaman akan diri inilah yang sering dilupakan di republik ini. Orang tidak mengenal siapa dirinya; ibarat orang yang berjalan dalam malam yang gelap; tidak tahu mau ke mana; tidak tahu apa yang harus dipelajari dan dikerjakan; tidak mengerti untuk apa hidup. Hidup diisi dengan aktifitas yang tidak punya makna. Kalaupun ada, hanyaklah makna-makna sesaat. Kesementaraan yang menjadi sasaran; bagaimana agar memiliki fasilitas hidup yang nyaman, punya uang yang cukup, bisa menyekolahkan anak dan menikmati hari-hari tua dengan nyaman. Seluruh usaha-usaha hanya ditujukan pada satu hal: keinginan diri. Tidak ada pengorbanan apalagi penyangkalan diri; jalan sulit dihindari dan memilih jalan pintas. Yang selalu dipentingkan adalah hidup sekarang. Seluruh pikiran, perasaan, kemauan, dan tingkah laku hanya untuk memenuhi keinginan hidup selama '70' tahun.

Muncullah keragu-raguan dalam hidup; tidak memiliki pegangan yang kokoh; tidak berani melakukan kebenaran dan mengatakan apa yang salah. Semuanya memikirkan resiko terhadap diri sebelum memutuskan apakah akan bertindak atau tidak. Yang diutamakan adalah keinginan pribadi dan kesenangan hidup dengan mengorbankan eksistensi diri. Uang, harga diri, kuasa, dan jaminan hidup yang sementara menjadi sasaran hidup yang utama; rela mengorbankan prinsip-prinsip universal demi hal-hal yang tidak bisa dibawa mati. Waktu tersita hanya untuk memikirkan perut yang hanya sejengkal dan harta yang hanya bisa diwariskan kepada orang lain. Tenggelam dalam kenikmatan hidup sementara; tidak punya nyali keluar dari 'comfort zone;' dan selalu berdalih karena lebih mengutamakan keinginan daging. Tidak tahu dan tidak sadar bahwa manusia bisa mati dua kali.

Menyedihkan- itulah realita dari putra-putri negeri ini. Sulit menemukan sosok yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan yang Maha Esa seperti yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945; sulit melihat model yang dapat dilihat dengan mata. Benar-benar being, knowing, dan doing putra-putri negeri ini tiodak sinkron dan diambang lonceng kematian.

Bagaimana agar being, knowing dan doing harmonis? Masih tetap misteri, tapi tidak berarti harus bertanya kepada rumput yang bergoyang seperti yang dilantunkan Ebit G. Ade dalam lagunya Berita kepada Kawan. Alam memang tidak mampu menjawab seluruhnya. Bayang-bayang jawaban memang ada dalam 'rumput yang bergoyang,' tetapi jawabannya hanya ada dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, yang bisa ditemukan dalam wilayah agama. Di mana lagi, kalau bukan di Kitab Suci. Hanya di sana misteri keharmonisan itu disingkapkan.

Syukurlah di republik ini ada sosok seperti Gus Dur, yang berusaha sekuat tenaga menyelaraskan antara being, knowing dan doing; ia menangkap hampir seluruh goresan hati para pendiri republik ini. Semoga Putra-Putri Indonesia menangkap, memahami dan mengamalkan nasihat yang sangat bijaksana dari pendiri republik ini, yang telah menggoreskan Ketuhanan yang Maha Esa dalam Pembukaan UD 1945.

Renungan:

  1. Renungkanlah eksistensi diri Anda. Sejauh mana keyakinan, pengetahuan, dan tindakan sinkron dalam hidup Anda?
  2. Renungkanlah satu perintah dalam Kitab Suci Anda. Sejauh mana Anda dapat melakukan sesuai dengan teks yang Anda baca.
reference :

Pemikiran tentang :

0 Tanggapan Teman ?:

Posting Komentar

Timeliness....

Search on blog

Translate

Forecast Weather

Rupiah Exchange Rates ( IDR )

Rush hour Blog

Fight To our Earth....Go green

Brighter Planet's 350 Challenge
NonCommercial,Nonprofit. Diberdayakan oleh Blogger.