ANALISA
PEMBUKTIAN PERTAMINA MENJADI SEBUAH PERUSAHAAN REGULATOR ATAU PERUSAHAAN
Merujuk
Undang-Undang
No. 44 Prp. Tahun 1960
Undang
Undang No. 8 Tahun 1971
Oleh:
Arif Eka Rahmanto
I.
PENDAHULUAN
Negara
Indonesia memasuki era minyak dan gas bumi sudah sejak jaman kolonial
Belanda.Seiring perkembangan zaman yang kian menuntuk untuk perubahan serta
adaptasi yang merujuk pada UUD 1945.Maka dirasa perlu melakukan beberapa
perubahan strategis sebagai manifestasi dari UUD 1945.
Di
pemerintahan presiden Soekarno pemerintah Indonesia mulai menata landasan hukum
Negara, maka di keluarkan UU No. 44.Prp Tahun 1960. Landasan atau pertimbangan hukum undang
undang tersebut adalah :
1.
Pasal 33 ayat 2 dan 3 Undang-Undang
Dasar;
2.
Pasal 9 Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang tentang pertambangan No.
37 tahun 1960 (Lembaran Negara tahun 1960 No. 119);
3.
Indische Mijnwet stbl. 1899 No. 214 jo
Stbl. 1906 No. 434
Secara
general Undang Undang tersebut berisi mengenai pengelolaan Sumber Daya Alam dan
pengelolaan migas oleh pemerintah dalam hal ini adalah dilakukan oleh
Perusahaan Negara. Dengan di terbitkanya peraturan pemerintah republik
indonesia nomor 27 tahun 1968 tentang pendirian perusahaan negara pertambangan
minyak dan gas bumi nasional (p.n.
pertamina).
Akan tetapi Setelah memasuki pemerintahan
Presiden Soeharto peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1968 di cabut, dan
diganti dengan penerbitan Undang Undang No. 8 Tahun 1971 mengenai Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara atau juga lebih dikenal sebagai
"Undang-undang PERTAMINA”. Pertimbangan hukum Undang Undang tersebut
adalah :
1. Pasal
5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara Nomor XXIII/ MPRS/1966;
3. Undang-undangNomor 44 Prp. Tahun 1960
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2070);
4. Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1967 (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2831);
5. Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor
9 Tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2904).
Sampai
saat ini undang undang tersebut masih digunakan sebagai rujukan serta
pertimbangan hukum dari beberapa undang undang ataupun peraturan peraturan
pemerintah mengenai tata kelola MIGAS.
Pertamina
merupakan satu satu perusahaan Pemeritah yang di kuasai pemerintah terkait
pengalolaan MIGAS dari sector Hulu sampai dengan HIlir. Menjadi tulang punggung
yang sangat strategis.
Berkaitan
dengan hal tersebut pandangan dan tafsiran yang berkembang saat ini menjadi
sangat melebar terutama hal yang berhubungan dengan posisi Pertamina di
Pemerintah atau Negara yakni sebagai Regulator ataukah sebagai perusahaan dan
bahakan dapat di katakana kedua duanya.
Pada
tulisan ini kami mencoba menganalisa opini yang berkembangan tersebut dengan
dasar pandangan dan pemikiran hukum dari Undang Undang No 44 Tahun 1960 dan
Undang Undang No.8 Tahun 1971 .Opini atau penulis lebih menyukai menggunakan
kata tafsir.
I.
DASAR
PEMIKIRAN, RUANG LINGKUP
2.1
Dasar Pemikiran
Dasar penulisan
makalah atau paper ini adalah untuk mengetahui posisi Pertamina (persero) di
tata kelola migas Indonesia
2.2 Ruang Lingkup
Penulis
hanya menganalisa menggunakan perundang undangan yang terkait dalam
permasalahan Posisi Pertamina didalam Negara sebagai Perusahaan Negara dan atau
Regulator. Serta article, buku,dan tulisan ilmiah terkait hal tersebut.
Dalam
hal ini penulis menggunakan metode Heuristik. Pengertian method Heuritik
menurut ( Satria Permana,2012) adalah “pengumpulan sumber sumber dari buku,
artikel, majalah, surat kabar dan document yang telah terbit pada zamannya.”
II.
PEMBAHASAN
PERUNDANG UNDANGAN PEMERINTAH
2.1.Undang Undang No.44 Tahun 1960
Sebagai tindak lanjut dari hasil kajian
Panitia Negara Urusan Pertambangan, maka sistem konsesi dalam pengusahaan
pertambangan tidak lagi digunakan karena dinilai memberikan hak yang terlalu
luas dan terlalu kuat bagi Pemegang Konsesi, sehingga diganti dengan Kuasa
Pertambangan. Selanjutnya
pengelolaan Migas Indonesia berada dibawah Kementrian Keuangan.(Puspita, Bella,2012)
Adapun
beberpa penjelasan secara umum beberpa isi dari pasal pasal dalam UU No.44
Tahun 1960 tentang pertambangan minyak dan gas bumi( UU No.44 Tahun 1960,
Internet) , yaitu
a.
Hubungan bumi dan air wilayah Indonesia
dengan bangsa Indonesia adalah abadi. Bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan
daripada wilayah. Bumi dan air Indonesia adalah satu dengan bangsa Indonesia.
Kekayaan alam yang terkandung di dalam
bumi dan air wilayah Indonesia adalah hak bangsa Indonesia dan merupakan
kekayaan nasional. Dengan ayat 3 pasal 33 undang-undang dasar Republik
Indonesia, maka bangsa Indonesia memberi
kekuasaan kepada Negara Republik Indonesia
untuk mengatur, memelihara dan menggunakan kekayaan nasional tersebut
sebaik-baiknya agar tercapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Adapun
wewenang negara untuk menguasai itu
meliputi penguasaan, walaupun demikian tidak melayani, apabila negara
menyerahkan pelaksanaan kekuasaan itu kepada yang dapat menjalankannya, asalkan
negara dapat menjamin hubungan bangsa Indonesia dengan wilayah yang abadi
itu serta kedudukan Negara Republik
Indonesia yang diberikan hak menguasai kekayaan nasional tersebut;
b.
Penyerahan pelaksanaan kekuasaan negara atas
kekayaan nasional berupa bahan-bahan galian bumi Indonesia tidaklah dapat
dilakukan begitu saja, oleh karena bahan-bahan galian tersebut
masingmasingmempunyai sifat-sifat khusus dan pula mempunyai nilai yang berlainan bagi bangsa Indonesia
dan negara. Maka itu, mengingat akan hal-hal itu, bahan-bahan galian dibagi
dalam tiga golongan yang menentukan kepada siapa pelaksanaan itu dapat
diberikan. Dan oleh karena pelaksanaan itu berarti penguasaan pertambangan
bahan
galian maka dalam
dalam peraturan pemerintah pengganti undangundang tentang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi ini pelaksanaan kekuasaan negara itu disebut pengusahaan,
dan yang menjalankan pengusahaan itu pelaksanan pengusahaan.;
c.
Bahan galian minyak dan gas bumi bukan
saja mempunyai sifat-sifat khusus, akan tetapi hasil-hasil pemurnian dan pengolahannya adalah penting bagi hajat
hidup orang banyak dan pertahanan nasional. Itu sebabnya ditentukan, bahwa
pengusahaan minyak dan gas bumi hanya dapat diselenggarakan oleh negara dan
pelaksanaan pengusahaan itu hanya dilakukan oleh Perusahaan Negara, agar
kemanfaatan bahan galian minyak dan gas bumi
dapat terjamin dalam rangka penyusunan masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur dan dalam pembangunan Negara
Republik Indonesia yang jaya, lagi kuat;
d.
Berhubung Negara Republik Indonesia
mempunyai hak menguasai, maka tidaklah dapat diberikan kepada Perusahaan Negara
hak-hak lain yang lebih daripada menguasai itu. Itu sebabnya, didalam peraturan pemerintah pengganti
undang-undang tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi ini, yamg dapat
diberikan kepada Perusahaan Negara adalah kuasa usaha pertambangan atau secara
ringkas disebtu kuasa pertambangan. Dengan demikian, maka dapatlah dinyatakan,
bahwa sungguh-sungguh hak konsesi dan hakhak lain atas wilayah pertambangan
minyak dan gas bumi berdasarkan “ Indische mijnwet” . Stbl. 1899 No. 214 jo
1906 No. 434, sebagaimana diubah dan ditambah tidak berlaku lag, oleh karena
hakhak itu seperti yang yang tersebut dalam Manifesto Politik tidak sesuai
lagi dengan alam pikiran bangsa
Indonesia;
e.
Perusahaan asing selama ini memperoleh hak-hak
konsesi atas wilayah-wilayah pertambangan berdasarkan “ Indische mijnwet”
tersebtu dan dengan demikian mempunyai
kekuasaan atas bahanbahan galian minyak dan gas bumi yang ditambangnya, yang
bertentangan dengan Undang-undang Dasar. Dengan berlakunya peraturan pemerintah
pengganti undang-undang tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi ini, maka
kedudukan perusahaan asing yang bekerja di Indonesia di dalam lapangan
pertambangan minyak dan gas bumi akan
berlainan sama sekali. Perusahaan asing tidak mungkin lagi memperoleh hak-hak
pertambangan atas wilayah Indonesia yang tertentu. Hanya perusahaan negaralah
yang dapat menguasai suatu wilayah pertambangan minyak dan gas bumi, hak inipun
jauh berlainan dengan hak konsesi yang lama. Akan tetapi oleh karena
perindustrian minya dan gas bumi meminta permodalan yang amat besar dan
keahlian yang mendalam dan meluas tentang cabangcabang produksi minyak dan gas
bumi, maka dalam peraturan ini masih
diberi kemungkinan bagi perusahaan asing untuk bekerja di Indonesia ini sebagai kontraktor suatu
perusahaan negara dengan syarat-syarat yang memuaskan baginya. Dan oleh
karena perjanjian karya antara
perusahaan asing ini dengan perusahaan negara penting sekali bagi pembangunan
perahlian yang cukup, akan tetapi juga
untuk
memperoleh dan menarik modal yang cukup dalam taraf perindustrian minyak dan
gas bumi pada dewasa ini, maka perjanjian karya tersebut harus disahkan dengan
undang-undang sebelumnya dapat berlaku;
f.
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang
ini tidak memuat ketentuan-ketentuan tentang isi perjanjian antara perusahaan
negara dengan perusahaan asing sebagai
kontraktor itu, oleh karena syaratsyarat yang yang diperlukan dalam hubungan
ini pokoknya akan tergantung pada berbagai macam fakta yang ada pada ketika
perjanjian itu masing-masing dibuat, misalnya potensi wilayah pertambangan yang
hendak dikerjakan, kemanapun perusahaan asing yang bersangkutan untuk menyediakan keahlian dan modal yang diperlukan serta penjualan minyak dan gas bumi yang akan
dihasilkan. Berhubung dengan itu, oleh peraturan ini diserahkan seluruhnya
kepada pemerintah bagaimana menurut kebijaksanaan isi tiap-tiap perjanjian
karya setelah pertimbangan
penawaranpenawaran berbagai perusahaan-perusahaan asing terhadap suatu
wilayah pertambangan yang tertentu beserta semau fakta-fakta yang ada;
g.
Kuasa pertambangan yang dapat diberikan tidak
meliputi hak-hak tanah permukaan bumi yang bersangkutan hukum agraria nasional.
Akan tetapi tidak akan jarang terjadi bahwa kuasa pertambangan yang tertentu,s
sehingga perlu diatur hubungan antar kedua itu. Penyelesaian yang diberikan
oleh peraturan minyak dan gas bumi ini
adalah bahwa hak tanah tidak terhapus
oleh adanya kuasa pertambangan atas sebidang tanah yang bersangkutan, akan tetapi mengingat
pentingnya pertambangan yang hendak dilakukan, peraturan ini menghendaki agar
pemegang hak tanah jangan memakai hak tanahnya selama kuasa pertambangan
dijalankan pada tanah yang bersangkutan.
Kerugian yang diderita oleh pemegang hak tanah karenanya, harus diganti oleh
pemegang kuasa pertambangan yang berkepentingan berupa ganti rugi kerugian dan
atau sumbangan yang dapat ditentukan oleh menteri secara yang seadil adilnya
berdasarkan keadaan tiap soal khusus dan apabila yang menderita kerugian tidak puas akan
penentuan menteri maka pengadilan negerilah yang memberi putusan yang
menentukan. Dengan demikian maka hak mempergunakan tanah itu akan hidup kembali
sepenuhnya, jika pertambangan tidak dilakukan
lagi pada tanah yang
bersangkutan. Dalam pada itu hendaknya diperhatikan bahwa hak-hak yang
diperoleh atas sebidang tanah yang ditambang berdasarkan suatu kuasa
pertambangan hanyalah dapat terjadi, apabila dipertimbangkan lebih dulu oleh
pemerintah;
h.
Peraturan pemerintah pengganti
undang-undang ini mengandung jiwa yang sama sekali berlainan dengan asas-asas
yang menjadi pokokpokok pikiran daripada
“ Indische Mijnwet” beserta peraturanperaturan lain yang berlaku selama ini.
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini meninggalkan pandangan yang
mengutamakan orang – orang dengan
hak-haknya dalam usaha mencapai kemakmuran yang adil bagi bangsa
Indonesia. Peraturan ini tidak membenarkan bahwa kebagiaan orang seorang dapat
tercapai oleh orang seorang sendiri denga hak-haknya secara yang adil, dan
tidak dapat menerima, bahwa kekayaan seorang warga negara yang dapat
dikumpulkannya bersandarkan kebebasan yang penuh benarbenar juga berarti
kekayaan nasional. Bagi peraturan ini cara untuk memperoleh masyarakat
Indonesia yang makmur dan adil bukan
dengan jalan yang melalui dan mengutamakan orang seorang akan tetapi dengan
usaha yang terutama diwajibkan pada negara republik Indonesia
seperti yang dikemukakan oleh ayat 3 dan ayat 2 pasal 33 UUD 1945 dengan
pengertian “ dikuasai oleh negara” itu. Itu sebabnya peraturan “
Mijnordonanntie” dan yang timbul dari
alam pikiran yang liberalistis, kapitalis
dan individualistis itu secapat-cepatnya harus dihilangkan, agar dalam pembaharua
hidup bangsa Indonesia jangan terdapat dua alam pikiran yang saling
bertentangan. Akan tetapi untuk menjamin jangan sampai perindustrian minyak dan
gas bumi Indonesia mengalami stagnasi yang tidak diinginkan maka peraturan ini
diberikan waktu peralihan yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah;
i.
Perusahaan negara yang telah melaksanakan
kuasa pertambangan tidak dapat dikatakan melakukan pekerjaan-pekerjaan pertambangan
sebagai pemilik wilayah pertambangan yang bersangkutan, sehingga
terhadap semua hasil pekerjaan pertambangannya harus ada ketentuan –ketentuan
lebih dulu atau sesudahnya dari pemerintah
tentang bagaimana bentuk dan besarnya penggantian jasa yang telah disumbangkannya kepada negara RI dan bangsa
Indonesia. Penggantian jasa terhadap pekerjaan eksplorasi dan atau pemurnian
dan pengolahan ataupun dengan penjualan
inilah yang baru menjadi milik perusahaan negara. Pengertian ini dikehendaki
oleh Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini berhubung itu adalah sebagai akibat yang seharusnya daripada ketentuan bahwa bahan – bahan galian bumi Indonesia adalah hak bangsa dan merupakan kekayaan
nasional;
j.
Agar perindustrian minyak dan gas bumi Indonesia sungguh-sungguh
berarti bagi hajat hidup orang banyak seperti yang dikemukakan oleh ayat 2
pasal 22 UUD, maka peraturan pemerintah pengganti undangundang ini mengisyafi,
bahwa satu-satunya jalan untuk itu adalah memperbesar produksi perindustrian
minyak dan gas bumi Indonesia secepat-cepatnya agar supaya :
a.
Dapat
diatasi pertambahan kebutuhan
minyak bumi untuk konsumsi dalam negeri sebagai akibat pertambahan
penduduk dan pelaksanaan industrialisasi
dalam pembangunan semesta Indonesia
(perubahan struktur ekonomi Indonesia);
b.
Kebutuhan Indonesia akan devisen untuk
Pembangunan Semesta dapat dipenuhi;
c.
Dapat diadakan perimbangan yang
menguntungkan antara konsumsi dalam negeri Indonesia dari ekspor Indonesia;
d.
Kedudukan Indonesia dalam pasar
dunia dapat dipertahankan;
e.
Pendapatan negara yang berasal dari
perusahaan perusahaan minyak dapat diperbesar;
f.
Persoalan pengangguran dapat dipecahkan;
g.
Pendapatan nasional dan income per
capita Indonesia yakni standar of living di Indonesia dapat dinaikkan. Akan
tetapi cara melakukan pengusahaan minyak
dan gas bumi Indonesia haruslah
disandarkan pada ayat 3 pasal 33 UUD dan pada manifesto politik. Cara inilah
yang diatur dalam peraturan pemerintah
pengganti undangundang ini dengan tidak
melupakan bahwa produksi minyak dan gas bumi Indonesi harus diperbesar
selekas-lekasnya. Dengan demikian maka perusahaan negara nanti akan memperoleh masing-masing kuasa pertambangan
minyak dan gas bumi pada beberapa wilayah
pertambangan yang tertentu menurut
kuasa pertambangan itu masing-masing serta perusahaan minyak asing hanya
dapat mempunyai status kontraktor saja berdasarkan suatu atau beberapa
perjanjian karya dengan perusahaan negara yang bersangkutan
Beberapa
penjelasan pasal pasal terkait Perusahaan Negara :
Penjelasan
Pasal 5
Kuasa pertambangan
serta penunjukan batas batas wilayah kuasa pertambangan berada dalam pengawasan
pemerintah yang dilakukan oleh menteri.
Penjelasan
Pasal 6
Dalam melakukan
pengelolaan Migas kontraktor selain perusahaan Negara dapat mengelola migas
jika memenuhi persyaratan serta persetujuan dari Pemerintah dalam hal ini adalah
menteri.
Penjelasan
Pasal 7
Ketentuan
ketentuan di dalam pasal ini adalah pembatasan-pembatasan terhadap pemberian
wilayah kuasa pertambangan berhubung
dengan hakhak agraria nasional dan untuk menjamin kepentingan – kepentingan umum yang erat bersangkut paut dengan
lapangan-lapangan tanah.
Penjelasan
Pasal 11 dan 12
Dalam
pasal-pasal ini ditegaskan kewajiban mereka yang berhak atas tanah untuk
memperkenankan pekerjaan pemegang kuasa pertambangan atas tanah yang
bersangkutan, dan sekaligus ditegaskan pula kewajiban pemegang kuasa
pertambangan untuk menggantikan kerugian dan tau sumbangan kepada mereka yang
berhak atas tanah sebagai
perimbangan.
Penjelasan
Pasal 17
Ini
perlu dicantumkan dalam peraturan pemerintah pengganti undangundangini, oleh karena
erat hubungannya dengan wewenang dan kewajiban
pemerintah untuk melakukan pengawasan
dalam kehidupan perusahaan – perusahaan minyak dan gas bumi berdasarkan peraturan-peraturan dan undang-undang yang
kini berlaku dan yang akan terus berlaku sampai pada waktu yang ditentukan
dengan peraturan pemerintah (lihat ketentuanketentuan peralihan dari
peraturan pemerintah pengganti undang-undang
ini). Pembentuk rancangan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang ini mengisyafi bahwa
disamping peraturan pemerintah pengganti
undangundang ini terdapat pual UU No. 3
tahun 1958 tentang penempatan tenaga asing dan lain. Undang-undang yang juga
memuat ketentuan-ketentuan tentang tenaga asing hingga oleh karena itu dalam
pasal 17 ayat 1 dari peraturan pemerintah
pengganti undang-undang ini dimuat
ketentuan “ dengan tidak mengurangi tugas dari lain jawatan/instansi ” ,
sehingga dapatlah setiap instansi yang mempunyai hubungan erat dengan persoalan tenaga-tenaga asing megadakan kerjasama satu sama lain. Apa yang
ditentukan dalam pasal 17 dari peraturan
pemerintah pengganti undangundang ini
tidak bertentangan dengan UU No. 3 tahun
1958 tentang penempatan tenaga asing, oleh karena peraturan pemerintah pengganti
undang-undang ini hanyalah merupakan
pengkhususan belaka berhubung
dengan bahan galian minyak dan gas bumi mempunyai masalah
dan ciri-ciri tersendiri.
Penjelasan
Pasal 22
Perusahaan-perusahaan
minyak dan gas bumi yang bukan Perusahaan Negara dan yang telah ada di Indonesia ini sebelum
peraturan ini berlaku dapat diutamakan daripada perusahaan-perusahaan asing
lainnya untuk mengadakan “ perjanjian
karya” dengan perusahaan negara. Dan dalam pasal ini ditentukan, bahwa
hubungan perusahaan negara yang telah ada sebelum peraturan ini berlaku, denah
wilayah-wilayah pertambangannya harus
segera disesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan peraturan ini.
3.1.1
Pandangan
Umum Undang Undang No.44 Tahun 1960
A.
Pandangan Sebagai Perusahaan
secaraUmum
perundang undangan ini berisi mengenai tata kelola migas dikelola oleh Negara
yang nantinya Perusahaan Negara merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah.
Hanya saja perundang undangan belum dapat menjelaskan secara detail pengertian
dari perusahaan Negara secara badan atau perusahaan yang berpayung hukum kuat. Dengan
kata lain yang dimaksud Perusahaan Negara dapat merujuk beberpa perusahaan
bahkan perusahaan asing juga dapat menjadi perusahaan Negara.Didalam perundang
undangan ini juga menyebutkan “perjanjian karya “ perusahaan asing ataupun
kontratktor akan di kelola oleh perusahaan Negara terkait pada pasal 5, pasal 6,
pasal 22.
B.
Pandangan sebagai perpanjangan tangan Regulator
pemerintah
Dalam
Penjelasan Pasal – pasal pada UU. No. 44 Tahun 1960, semua pengelolaan migas
dibawah atau tetap di kuasai oleh Negara. Bentuk penguasaan serta
pengawasan tersebut terdapat pada Pasal
5,6,10,14,15,16,17, dan pasal 22. Perusahaan Negara yang ditunjuk tetap sebagai
pelaksana pengelola MIGAS dengan mematuhi semua peraturan, persyaratan dari
pemerintah.
2.2.Undang Undang No.8 Tahun 1971
PERTAMINA sebagai “Integrated State Oil Company” mendapatkan tugas sebagai pelaksana
pengusahaan pertambangan migas.Pertamina juga mendapatkan Kuasa Pertambangan
yang meliputi Eksplorasi, Eksploitasi, Pemurnian dan Pengolahan, Pengangkutan
serta Penjualan. Berdasarkan UU No.8 tahun 1971, PERTAMINA dapat mengadakan
kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk “Kontrak Production Sharing” dengan syarat tertentu dan berlaku setelah
disetujui oleh Presiden untuk kemudian diberitahukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat. Syarat-syarat dalam kerjasama tersebut harus diusahakan syarat yang
paling menguntungkan Negara. Dengan kata lain pada waktu itu pengelolaan migas
di tangani oleh PERTAMINA.(Puspita,
Bella,2012)
3.2.1
Penjelasan Undang Undang No.8 Tahun 1971
Minyak
dan gas bumi merupakan bahan galian yang strategis dan merupakan kekayaan
Nasional yang terbesar dewasa ini.Kekayaan ini sekali ditambang dari perut bumi
tidak dapat diperbaharui lagi, karena itu dalam menetapkan kebijaksanaan
perminyakan dan pelaksanaan kebijaksanaan tersebut selalu harus berpedoman
kepada jiwa pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945.Sudah semestinyalah,
bahwa kekayaan Nasional yang besar tersebut harus dimanfaatkan untuk
pembangunan perekonomian negara yang dapat membawa kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia.Dalam pada itu, perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi harus
dilakukan secara ekonomis, sehingga merupakan sumber pembiayaan yang penting
bagi Pembangunan ekonomi Negara.
Berhubung dengan pentingnya bahan galian minyak dan gas bumi, baik bagi
kesejahteraan rakyat maupun untuk pertahanan dan keamanan Nasional, maka dalam
Undang-undang No. 44 Prp. tahun 1960 telah ditentukan bahwa pengusahaan minyak
dan gas bumi hanya dapat diselenggarakan oleh negara dan pelaksanaan pengusahaannya
hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Negara.
Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (P.N.
PERTAMINA) yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1968
(Lembaran-Negara tahun 1968 No. 44) sampai pada saat berlakunya Undang-undang
ini adalah satu-satunya Perusahaan Negara yang telah ditugaskan untuk menampung
dan melaksanakan semua kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia,
yang pada waktu ini telah berkembang dan telah mencapai suatu tingkat kesatuan
usaha yang meliputi berbagaibagai cabang pengusahaan minyak dan gas bumi (suatu
Integrated State Oil Company) di
Indonesia. Memperhatikan pengalaman
serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh P.N. PERTAMINA hingga saat ini, serta
pula untuk menjamin kelancaran perkembangan usaha selanjutnya bagi suatu
perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi negara yang sanggup dan mampu
mengadakan kompetisi secara internasional, sehingga dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan negara, maka perlu disiapkan dasar-dasar
dan landasan kerja yang memadai, yang tidak cukup diatur dengan
perundang-undangan yang telah ada.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas itulah, maka
dengan Undang-undang ini didirikan Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Negara, disingkat Undang-undang PERTAMINA, yang diharapkan akan dapat merupakan
sarana (hukum) untuk meningkatkan dan lebih menjamin suksesnya pengusahaan
minyak dan gas bumi, yang selama ini dilaksanakan oleh P.N. PERTAMINA. Di samping itu dalam Undang-undang PERTAMINA
ini diatur lebih jelas dan terperinci cara-cara pengurusan perusahaan khusus
mengenai minyak dan gas bumi yang strategis itu, serta diatur dengan jelas pula
hak-hak dan kewajiban-kewajiban perusahaan, sehingga dapat diharapkan akan lebih
terjamin kelancaran pelaksanaan usaha, sedangkan pemberian bimbingan dan
pengawasan akan dapat dilaksanakan pula oleh Pemerintah dengan lebih teratur
dan terarah.(Penjelasan Umum, UU.No8 Tahun 1971,Hal.16)
(Penjelasan pasal UU No.8 Tahun 1971,Hal. 17-23)
Penjelasan Dalam beberapa Pasal dalam undang undang No.8 Tahun 1971, yaitu :
Penjelasan
Pasal 1.
Ayat
(1). Dalam pasal 16 Undang-undang No. 44
Prp. tahun 1960 ditegaskan bahwa tata-usaha dan pengawasan pekerjaan-pekerjaan
pertambangan dan pelaksanaan pengusahaan minyak dan gas bumi dilakukan oleh
Departemen/Instansi Pemerintah yang lapangan tugasnya meliputi urusan
pertambangan minyak dan gas bumi. Oleh
karena itu dengan tidak mengurangi tugas dan wewenang Menteri-menteri dalam
bidangnya masing-masing, maka pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia
diatur, dibina dan diawasi oleh Menteri tersebut di atas.Pengaturan, pembinaan
dan pengawasan pertambangan minyak dan gas bumi tersebut dilakukan dalam rangka
kewenangan Menteri tersebut di atas dalam bidang hukum publik.
Ayat
(2) Cukup jelas.Ayat (3). Bahwa
pelaksanaan pengusahaan minyak dan gas bumi itu merupakan proses yang
terus-menerus dan memerlukan peralatan yang khusus dan menghadapi kemungkinan
bahaya yang mempunyai frequency yang begitu besar maka perlu diadakan
penyelenggaraan keselamatan kerja yang lebih effisien dan effektif. Oleh karena
pada Departemen Pertambangan tersedia personil peralatan yang khusus untuk
menyelenggarakan keselamatan kerja tersebut maka perlu wewenang untuk
menyelenggarakan keselamatan kerja di bidang pelaksanaan pengusahaan minyak dan
gas bumi yang dimaksud dalam undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja dilimpahkan kepada Departemen Pertambangan.
Penjelasan
Pasal 5
Kemakmuran rakyat dan Negara dapat dicapai
dengan melaksanakan pembangunan perekonomian Negara; dengan demikian aktivitas
perusahaan akan selalu memperhatikan dan bahkan berpedoman kepada pembangunan
perekonomian tersebut.
Penjelasan
Pasal 6.
Ayat
(2).Sebagaimana pelaksana pengusahaan minyak dan gas bumi yang bidang usahanya
bersifat khusus, Perusahaan memerlukan ruang gerak yang cukup yang meliputi
usaha-usaha lain yang bersangkutan dengan itu, sehingga usahanya dapat berjalan
seeffiein mungkin dan dapat terjamin kelancaran masing-masing bidang
usahanya.Perluasan usaha selalu harus didasarkan kepada perhitungan
ekonomis.Walaupun demikian tidak dapat dianggap wajar andaikata perusahaan
mengadakan perluasan usaha dalam bidang yang tidak ada hubungan langsung dengan
usaha pokoknya. Semua daya dan dana seharusnya pertama-tama dipergunakan untuk
usaha pokok; setelah usaha pokok ini terlaksana dan menurut perhitungan
ekonomis memberikan atau menyebabkan keuntungan yang lebih besar dalam usaha
Perusahaan barulah perluasan usaha dapat dilaksanakan dengan seijin Presiden.
Dengan sendirinya Presiden hanya akan menyetujuinya setelah Dewan Komisaris
Pemerintah mengijinkan Perusahaan untuk mengadakan usaha baru tersebut.
Penjelasan
Pasal 7
Ayat
(1).Yang dimaksud dengan modal Perusahaan sebesar yang ditanam dalam P.N.
PERTAMINA adalah modal yang terdiri dari seluruh kekayaan P.N. PERTAMINA yang
ada semenjak didirikan hingga saat pembubarannya dan yang telah dinyatakan
dalam Neraca Penutupan dan Neraca Pembukaan.
Ayat
(3).Sebagai badan hukum berdasarkan Undang-undang ini, maka Perusahaan
mempunyai modal yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, sedangkan modal
tersebut tidak terbagi atas saham-saham.Ketentuan ini dimaksudkan untuk
mempertegas kedudukan modal Perusahaan, sehingga tidak memungkinkan adanya
Partisipasi modal dari luar dalam Perusahaan (partisipasi pasif).Penyertaan
modal dari Perusahaan untuk perluasan usaha (partisipasi aktif) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-undang ini.
Penjelasan
Pasal 8
Ayat
(2).Cadangan tujuan dimaksudkan untuk digunakan sebagai pembiayaan
tujuan-tujuan tertentu, seperti pembaharuan, perluasan dan sebagainya. Tiap-tiap cadangan tujuan tersebut harus
dijelaskan dalam pembukuan untuk tujuan-tujuan apa.
Penjelasan
Pasal 9
Pengurusan dan penggunaan dana-dana dari pada
penyusutan dan cadangan-cadangan perlu diatur lebih lanjut, terutama untuk
mencegah penggunaan dana-dana tersebut untuk: tujuan-tujuan yang menyimpang
dari pada semula. Demikian pula dapat diatur untuk memanfaatkan danadana
tersebut selama tidak dipakai. Karena
cadangan umum dimaksudkan untuk melindungi modal Perusahaan, sedang modal
Perusahaan adalah milik Negara, maka sewajarnyalah bahwa pengurusan dana
termaksud diatur oleh Peraturan Pemerintah. Lain halnya dengan pengurusan dana
penyusutan dan cadangan tujuan yang dapat diatur oleh Dewan Komisaris
Pemerintah.
Penjelasan
Pasal 10
Pengeluaran
obligasi oleh Perusahaan memerlukan pemikiran yang teliti apakah rentabilitas
dari investasi yang dilakukan dengan hasil penjualan obligasi cukup tinggi
sehingga dapat menutup bunga obligasi yang harus dibayar setiap tahunnya. Demikian juga apakah akan tersedia dana pada
waktu dibutuhkan untuk pelunasan. Karena
itu keputusan untuk mengeluarkan obligasi harus dilakukan dengan Peraturan
Pemerintah.
Penjelasan
Pasal 11
Dengan
pasal ini tidak berarti bahwa semua wilayah hukum pertambangan telah diberikan
kepada perusahaan.
Penjelasan
Pasal 12
Dalam mengadakan kerja sama ini harus
diusahakan syarat-syarat yang paling menguntungkan bagi Negara. Dengan sendirinya Pemerintah hanya akan
menyetujui kerjasama ini setelah Dewan Komisaris Pemerintah mengijinkan
Perusahaan mengadakan kerja sama. Setiap
Kontrak Production Sharing yang telah
disetujui oleh Presiden diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Penjelasan
Pasal 13
Dalam
melaksanakan tugas untuk menyediakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak
dan gas bumi kebutuhan dalam negeri, terutama minyak tanah sebagai salah satu
bahan pokok, Perusahaan mentaati ketentuan-ketentuan dan petunjuk yang
diberikan oleh Pemerintah.
Penjelasan
Pasal 14
Ayat
(1). a. Yang dimaksud dengan net
operating income di sini ialah hasil
(revenue) dikurangi dengan biaya-biaya (general cost). Untuk ini
dipergunakan cara-cara perhitungan seperti yang dimuat dalam Undang-undang No.
14 tahun 1963.
b. Pembagian dari hasil Production Sharing
adalah sebagai berikut: Misalkan suatu
Production Sharing operation
menghasilkan :100 X Biaya yang
dikeluarkan oleh kontraktor : 40 X (masimum) Net operating income : 60 X
yang harus disetor ke Kas Negara
: 60% dari 60 X = 36 X. Jika
biaya yang dikeluarkan kontraktor lebih kecil, maka pembagiannya akan menjadi
sebagai berikut : Misalkan suatu
Production Sharing operation
menghasilkan : 100 X Biaya yang dikeluarkan kontraktor : 20
X 80 X
yang harus disetor ke Kas Negara :60% dari 80 X 48 X.
Dari
pembagian ini terlihat bahwa makin baik syarat-syarat kontrak untuk fihak
Indonesia makin besar bagian untuk Perusahaan.Sewajarnyalah Perusahaan
mendapatkan fee yang lebih besar dari usahanya yang lebih baik.Dengan pembagian
ini Perusahaan harus dapat menutup biaya-biaya pelaksanaan Production Sharing
yang dikeluarkan sendiri.
c. Cukup jelas.
d. Yang dimaksud bonus Perusahaan adalah bonus
produksi yang harus dibayar oleh kontraktor kepada PERTAMINA dalam rangka
kontrakkontrak Production Sharing dan mulai berlaku pada saat berlakunya
Undangundang ini.
Penjelasan
Pasal 15
Khusus mengenai Iuran Pembangunan Daerah
(IPEDA), oleh karena hal ini menyangkut kepentingan Daerah, maka pelaksanaannya
dibayar oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dari hasil yang harus
disetorkan Perusahaan kepada Kas Negara. Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA)
dengan demikian tetap ada dan tidak dihapuskan.
Penjelasan
Pasal 16
Ayat
(1). Kebijaksanaan umum yang dimaksud dalam ayat ini adalah garis-garis
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Dewan Komisaris Pemerintah sebagai pedoman
pelaksanaan kerja dari Deireksi Perusahaan yakni antara lain seperti menetapkan
Anggaran Belanja, rencana kerja, rencana investasi, pedoman dalam mengurus dan
memelihara kekayaan perusahaan dan lain sebagainya yang dipandang perlu oleh
Dewan tersebut.
Adapun pengawasan yang dimaksud di sini
dilaksanakan oleh Dewan antara lain dengan cara penetapan pedoman dan cara-cara
tertentu di dalam melakukan pengelolaan atas kekayaan Perusahaan yang harus
diindahkan oleh Direksi, baik secara aktif Dewan tersebut melakukan pemeriksaan
maupun secara pasif dengan menerima laporan-laporan secara berkala, dan lain
sebagainya yang dipandang perlu oleh Dewan tersebut.
Ayat
(2) Cukup jelas.Ayat (3) Cukup jelas.Ayat (4) Cukup jelas.Ayat (5).Dengan
sendirinya Dewan Komisaris Pemerintah berhak untuk memeriksa segenap Buku,
surat-surat dan bukti-bukti, serta dapat pula meminta bantuan akhli untuk
memeriksa Buku, surat-surat dan buktibukti tersebut.
Ayat
(6) Cukup jelas.Ayat (7). Di dalam peraturan tata-tertib dan cara menjalan
tugas Dewan dicantumkan segala hak-hak, kewajiban dan prosedure kerja yang
dipandang perlu oleh Dewan agar ia dapat bekerja secara effisien dan
effectif.
Penjelasan
Pasal 19
Ayat
(1)."Dipimpin dan diurus" yang dimaksud dalam ayat ini ialah semua
fungsi management yang ada dalam suatu Perusahaan Modern.
Ayat
(2).Cukup jelas.Ayat (3).Cukup jelas.Ayat (4). Di dalam peraturan tata-tertib
dan cara menjalankan pekerjaan Direksi dicantumkan tentang pembagian tugas
antara Direksi, prosedure kerja dan lain sebagainya yang dipandang perlu oleh
Dewan Komisaris Pemerintah.
Penjelasan
Pasal 21.
Pada pasal 16 ayat (1) Undang-undang ini
antara lain ditentukan bahwa dalam rangka penyempurnaan pengurusan Perusahaan
Dewan Komisaris Pemerintah mengusulkan susunan keanggotaan Direksi Perusahaan
kepada Presiden. Dengan tidak mengurangi
ketentuan tersebut, maka sebelum Direksi tersebut diangkat dan diberhentikan,
Presiden dapat mendengar pertimbangan/pendapat Menteri Pertambangan sebagai
pembantu Presiden yang disertai tanggung-jawab dalam pengusahaan minyak dan gas
bumi.
Ayat
(2). Syarat-syarat untuk pengangkatan anggota Direksi selain dari yang telah
ditetapkan dalam Undang-undang ini (pasl 22) akan ditambah dengan
ketentuan-ketentuan/persyaratan lain yang umum berlaku seperti mempunyai
kecakapan/keahlian yang dibutuhkan, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia
kepada Panca Sila dan Undang-undang Dasar 1945, mempunyai moral yang baik,
berwibawa, jujur, adil serta tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung
dalam gerakan G.30.S./P.K.I. dan atau organisasi-organisasi terlarang lainnya.
Penjelasan
Pasal 22.
Ayat
(1).Cukup jelas.Ayat (2).Kecuali ada ijin Presiden maka apabila antara
anggotaanggota Direksi tersebut terjadi hubungan keluarga, maka salah seorang
di antaranya tidak boleh melanjutkan jabatan lagi.Untuk pemilihannya didasarkan
atas pertimbangan obyektif sesuai dengan kepentingan Perusahaan.
Ayat
(3).Jabatan ini demikian pentingnya, sehingga haruslah dibatasi adanya jabatan
rangkap.Ayat (4).Larangan ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya
pertentangan kepentingan dan terjaminnya obyektivitas dari Keputusan Direksi.
Penjelasan
Pasal 26.
Ayat
(1).Untuk menyelenggarakan pekerjaan Pengurusan Perusahaan dengan baik
diperlukan adanya anggaran Perusahaan.Dari Anggaran Perusahaan tersebut harus
jelas digambarkan kegiatan Perusahaan sendiri, hasil dari kegiatan anak-anak
Perusahaan dan penyertaan-penyertaan lainnya, rencana investasi dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan itu.Di samping itu harus pula dijelaskan
sumber-sumber yang diharapkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tersebut di
atas.Kegiatan dalam rangka Production Sharing diajukan dalam anggaran
tersendiri.Dalam pengolahan Anggaran Perusahaan oleh Dewan Komisaris
Pemerintah, semua aparatur Deprtemen Pertambangan harus dipergunakan
seeffectif-effectifnya.
Ayat
(2).Persetujuan Dewan Komisaris Pemerintah terhadap Anggaran tersebut di atas
tidak mengurangi kewajiban Direksi untuk memenuhi ketentuan Pasal 27
Undang-undang ini.
Penjelasan
Pasal 28
Sesuai
dengan sifat-sifat khusus Perusahaan di mana antara lain karena banyaknya
transaksi yang harus dilakukan dengan fihak asing, maka untuk kelancaran
usahanya, Perusahaan menggunakan bank milik Negara dan apa bila diperlukan
dapat juga menggunakan bank-bank lain dengan persetujuan Dewan Komisaris
Pemerintah.
Penjelasan Pasal 29
Ayat
(1).Perhitungan tahunan digunakan sebagai dasar dari Dewan Komisaris Pemerintah
untuk memberikan pengesahannya terhadap tindakan pengurusan Perusahaan oleh
Direksi.Ayat (2) Cukup jelas.Ayat (3) Cukup jelas.Ayat (4) Cukup jelas.Ayat (5)
Cukup jelas.Ayat (6).Dalam menetapkan penggunaan laba Perusahaan, harus
diperhatikan pula pembentukan cadangan umum dan cadangan tujuan.
Penjelasan
Pasal 30.
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat
(2) Cukup jelas.Ayat (3).Dengan pengesahanpertanggungan-jawab likwidasi yang
dilakukan oleh likwidatur kepada Pemerintah sekaligus memberikan pembebasan
tanggung jawab mengenai pekerjaan yang telah dilakukan oleh likwidatur.
Penjelasan
Pasal 34.
Ayat
(1).Cukup jelas.Ayat (2).Pelaksanaan dari Undang-undang ini secara effectif
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3.2.3 Pandangan Umum Undang Undang
No.8 Tahun 1971
A.
Pandangan Sebagai perusahaan Negara
Pada
undang undang No.8 Tahun 1971 sangat detail sekali mengatur mekanisme sebuah
perusahaan Negara, dan juga merupakan manifesti dari Undang – undang No 44
tahun 1960.Sehinnga PERTAMINA telah disahkan sebagai Perusahaan Negara yang
memiliki payung hukum, sesuai dengan pasal 2 ayat 1.
Tujuan
pendirian perusahaan Negara ini sudah sangat Jelas diatur dalam pasal 5 dan
pasal 6,sebagai perusahaan Negara tentunya modal perusahan juga harus di awasi
serta di atur oleh Negara hal ini sangat terkait dalam pasal 7,8,9, dan 10.
Pertamina
di berikan kuasa terbatas oleh Negara atau pemerintah sebagai mesin atau alat
melakukan pengelolaan MIGAS, baik yang dilakukan langsung maupun melalui
kontraktor – kontraktor yang telah di setujui pemerintah. Hal tersebut dapat di
jelaskan pada pasal 11 dan pasal 12 serta terkait juga akan tugas dan kewajiban
Pertamina yang tertulis pada pasal 13,14 dan 15.
Dalam
menentukan anggaran dasar serta keputusan keputusan bersifat penting bagi
kelangsungan perusahaan Negara, pemerintah terlibat secara langsung terlihat
dalam pasal 26 dan 27
B.
Pandangan
sebagai perpanjangan regulator dari pemerintah.
Dalam hal ini Pertamina merupakan representative
atau perwakilan dari pemerintah.Sehingga kekuasaan Pertamina tetap dibatasi,
diatur, dan di awasi oleh pemerintah.Dapat terlihat dari beberpa pasal mengenai
pengaturan susunan direksi, yaitu pasal 16,17,19,21 dan 22.Tugas dan tanggung
jawab direksi juga sangat jelas pada pasal 20 dan 23.
III.
Kesimpulan serta pandangan
Setelah melakukan pemaparan materi yang telah tertulis pada bab sebelumnya maka
para penulis menyimpulkan bahwa hakikatnya PERTAMINA adalah Perusahaan Negara yang di beri kewenangan
khusus terbatas sebagai regulator.Jika kita menilik pengertian terminology
dari Regulator menurut (KBBI,http://kbbi.web.id/regulator) adalah alat pengatur.Secara umum posisi pertamina dapat dijelaskan
pada Tabel 4.1 Ketentuan Strategis konstitusional
No
|
UU.No 44 Prp.1960
|
UU. No.8/1971
|
1
|
Segala bahan galian
migas yang ada didalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan
kekayaan nasional
|
Kepada perusahaan
(Pertamina) disediakan seluruh wilayah hukum pertambangan Indonesia,
sepanjang mengenai pertambangan migas
|
2
|
Pertambangan hanya
dikuasai Negara. Usaha pertambangan migas di usahakan oleh Perusahaan Negara
Semata mata (pasal3)
|
Kepada Perusahaan
diberikan KP yang batas wilayahnya dan syaratnya di tetapkan oleh Presiden
atas usul Menteri
|
3
|
Usaha pertambangan
migas dapat meliputi : Eksplorasi, Eksploitasi, permunian pengolahan,
pengangkutan dan penjualan. (Pasal4)
|
|
Tabel
4.1
Ketentuan
Strategis Konstitusional
(Sumber
: Batubara, Marwan, 2013, Akses Internet
http://www.slideshare.net/pwypindonesia/kelembagaan-sektor-hulu-migas
)
Dari
tabel serta pemaparan penjelasan diatas
maka didapat beberpa penafsiran yaitu :
1.
Pertamina
Merupakan perusahaan Negara yang secara general di jelaskan dalam UU. No.44
Tahun 1971 serta menjadi lebih khusus dengan keluarnya UU. No 8 Tahun 1971
sebagai UU Pertamina.
2. Menurut (Juwana, Hikmahanto,2015,
Guru besar Ilmu Hukum Universitas
Indonesia)“Pertamina (tanpa PT di depan) dahulu melaksanakan kegiatan baik
di hulu maupun di hilir. Di hulu, meski merupakan sebuah badan hukum, Pertamina
diberi kewenangan negara sebagai regulator. Pertamina juga memiliki kewenangan
negara sebagai pemberi wilayah konsesi bagi pihak ketiga. Pertamina juga
mewakili negara saat berkontrak dengan pihak ketiga. Selain itu, Pertamina
adalah badan usaha atau operator sebagaimana layaknya sebuah perusahaan
migas.Di hilir, Pertamina diberi kewenangan sebagai regulator, pihak yang
mengusulkan besaran subsidi BBM, di samping merangkap sebagai operator”
3. Dari Setiap Perundang undangan
tersebut Pertamina terlihat jelas sebagai ALAT PENGATUR Dari pemerintahan dalam
hal ini Negara. Sesuai dengan UUD 1945 yang merupakan landasan paling utama di
Indonesia.
Multitafsir
terhadap peraturan dan perundang undangan memang dapat terjadi akan tetapi jika
semua mengkrucut pada satu tujuan yang sama makan bias – bias ataupun kerancuan
tidak akan terjadi. Terlebih lagi setelah Makamah Agung memutuskan menggunakan
tafsiran terhadap klausal “ Dikuasai
Negara” dalam UUD 1945 adalah “mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti
luas, bersumber dan diturunkan dari konsep kedaulatan rakyat. Rakyat secara
kolektif memberikan mandat kepada negara untuk membuat kebijakan dan mengurus,
mengatur, mengelola, dan mengawasi untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”. (Juwana,
Hikmahanto,2015, Guru besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia)
IV.
SARAN DAN MASUKAN
Setelah melihat serta menyimpulkan
pemasalahan multi tafsir yang terjadi maka penulis dapat sedikit memberikan
saran dan masukan yaitu :
1.
Dalam
pembuatan Perundang undangan hendaknya di jelaskan secara detail;
2.
Alangkah
baiknya semua tafsiran merujuk pada lembaga hukum tertinggi Negara sehingga
tidak terjadi bias;
3.
Perumusan
perundang undangan diharapkan dapat melibatkan semua piahak yaitu Pelaku
Bisnis, Pemerintah, Akademisi dan peneliti;
4.
Kami
berpendapat bahwa PERTAMINA sebagai ALAT Negara tidak masalah memonopoli usaha
MIGAS, selama sesuai dengan ketentuan dan perundang undangan yang berlaku;
5.
Permasalahan
yang paling krusial adalah Pertamina harus menata ulang manajemen internal,
terutama dibidang pemberantasan korupsi sehingga kepercayaan rakyat akan
kembali.
V.
DAFTAR
PUSTAKA
5. Permana,
Satria,” Badai Ditengah “Oil Boom” krisis
menejemen keuangan Pertamina 1973 -1975” Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta, 2012;
Link paper :
https://www.academia.edu/34664979/ANALISA_PEMBUKTIAN_PERTAMINA_MENJADI_SEBUAH_PERUSAHAAN_REGULATOR_ATAU_PERUSAHAAN