negoisasi dagang carbon????

Melenceng Jadi Negosiasi Dagang



Hampir dipastikan, perundingan dalam Konferensi Para Pihak Ke-15 Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, 7-18 Desember 2009, tidak lebih dari negosiasi perdagangan emisi.

Mekanisme apa pun yang ditawarkan, tampaknya akan mengarah ke sana. Berbagai skema (termasuk reducing emission from deforestation and forest degradation/REDD) akan diperjuangkan menjadi skema baru kesepakatan iklim global tahun 2012, setelah komitmen pertama di bawah Protokol Kyoto berakhir.

Protokol Kyoto mengizinkan ”mekanisme fleksibel”, seperti perdagangan karbon, clean development mechanism (CDM), dan implementasi bersama (joint implementation), yang dasarnya; ”mau menang sendiri”.

Intinya, negara-negara maju yang tergabung dalam Annex I melakukan investasi berbagai proyek melalui swasta yang menghasilkan pengurangan emisi tersertifikasi (certified emission reduction/CER) dari industri negara-negara non-Annex I—atas nama bantuan agar pembangunan di negara berkembang ”lebih efisien”.

Sertifikat emisi itu dibeli pihak swasta negara maju untuk menghindari kewajiban mengurangi emisi dari sektor produksi di negaranya. Di bawah Protokol Kyoto, negara-negara Annex I sepakat mengurangi emisi kolektif gas rumah kaca sampai 5,2 persen dari level tahun 1990.

Melenceng

Negosiasi-negosiasi dalam UNFCCC sebenarnya sudah melenceng dari prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Deklarasi Rio. Komitmen UNFCCC merupakan salah satu hasil Konferensi PBB Mengenai Lingkungan dan Pembangunan (Earth Summit) yang bertujuan, antara lain, mencapai stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang tidak membahayakan terkait dengan perubahan iklim.

Perundingan UNFCCC dimulai Desember 1990. Komite Perundingan Antarpemerintah (INC) bersidang 15 bulan sebelum UNFCCC diadopsi 9 Mei 1992 dan dibuka untuk ditandatangani sebulan seusai Earth Summit di Rio de Janeiro, Brasil, 3-14 Juni 1992. Protokol itu mulai berlaku 21 Maret 1994 setelah 50 negara meratifikasinya.

Prinsip-prinsip implementasi konvensi-konvensi terkait Pembangunan Berkelanjutan tercantum dalam Deklarasi Rio mengenai Lingkungan dan Pembangunan dengan panduan terinci yang dimuat dalam Agenda 21. Dengan mengadopsi Agenda 21, semua pihak seharusnya menyadari bahwa segala hal terkait keselamatan Bumi tak bisa dijadikan barang dagangan.

Namun, prinsip ”pencemar membayar” tak sulit diselewengkan untuk ”diinterpretasikan” sebagai perdagangan karbon. Prinsip-prinsip common but differentiated responsibility pun praktis terabaikan. Bahkan konsep adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pun ”disesuaikan” untuk mengesahkan mekanisme perdagangan karbon.

Semua mekanisme yang sudah dan sedang dinegosiasikan selama COP UNFCCC telah melupakan prinsip-prinsip keadilan bagi mereka yang terpinggirkan. Situasi itu memunculkan gerakan global menolak wacana arus utama dalam penanganan perubahan iklim.

Gerakan keadilan iklim ini terfokus pada sedikitnya empat hal: mencakup keamanan manusia, utang ekologis, perubahan pola konsumsi dan produksi, serta hak atas lahan. Gerakan keadilan iklim juga menolak campur tangan lembaga pendanaan internasional karena justru tujuannya tak akan tercapai.

Keempat hal itu terkait khususnya dengan perlindungan hak asasi manusia, seperti tercantum dalam Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia, khususnya hak-hak suku asli dan kelompok-kelompok yang hidup di pinggir hutan, serta model-model sosial-ekonomi yang menjamin hak-hak dasar warga untuk mendapatkan udara bersih, tanah, air, pangan, dan ekosistem yang sehat. (MARIA HARTININGSIH)

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/09/0332355/melenceng.jadi.negosiasi.dagang

Pemikiran tentang :

Indonesia forestry graft threatens carbon-trade- report


Indonesia forestry graft threatens carbon-trade- report

By Sunanda Creagh

JAKARTA, Dec 1 (Reuters) - Indonesian plans to set up a carbon trading
market
potentially worth billions of dollars to protect rain forests may
fail because of widespread corruption in its forestry sector, Human Rights
Watch
said on Tuesday.

Indonesia is seen as a key player in the fight against climate change given
it still has huge swathes of carbon absorbing tropical forests.

But partly because of deforestation, a 2007 World Bank report put Indonesia
as the world's third-largest emitter of greenhouse gases and the country is
under renewed scrutiny in the lead up to global climate talks in Copenhagen
starting next week.

Indonesia could benefit from a United Nations-sponsored scheme called REDD,
or Reduced Emissions from Deforestation and Degradation, under which poor
nations earn money from carbon credits traded in exchange for the
preservation of forests.

However, Human Rights Watch questioned in a report whether Indonesia could
be a reliable carbon trading partner.

"In the absence of safeguards, the carbon finance market will simply inject
more money into an already corrupt system, shortcutting needed reforms and
exacerbating the situation," it said.

There was a risk, for example, that because of corruption REDD project
areas could be illegally logged, thereby rendering the carbon credits
worthless, the report said.

The study, which looked at the forestry sector between 2003 and 2006,
estimated Indonesia lost nearly $2 billion annually through unpaid
royalties and taxes on timber, tax evasion by exporters and unacknowledged
subsidies.

"Funds desperately needed for essential services that could help Indonesia
meet its human rights obligations in areas such as health go instead into
the pockets of timber executives and corrupt officials," the report said.

World Bank health experts estimated the average annual loss of $2 billion
would be sufficient to provide a package of basic health care benefits to
100 million of Indonesia's poorest citizens for two years, the report said.

A spokesman for Indonesia's Forestry Department said the government was
serious about cracking down on illegal logging and said this was
illustrated by a drop in the number of cases from 9,600 in 2004 to 200 in
2009 and just 45 in 2009.

"Many civil servants in both the central and regional governments have been
disciplined or have even been subject to legal processes where there is
evidence of involvement in illegal logging," said the spokesman, Masyhud,
who uses only one name.

"The government is deeply concerned about the economic losses, the damage
to the environment and the preservation of the forest as well as the
problem of moral hazard."

The report recommended Indonesia's Corruption Eradication Commission (KPK)
should be strengthened and banks should be pressed to reveal their
customers and monitor suspicious transfers, particularly if they involved
senior forestry and administration officials.

Data on the amount of timber logged should be more carefully compiled and
made public, while other countries should pass laws requiring documentation
proving timber is legal, it said.

Sumber :

The report can be found at www.hrw.org/ en/node/86705. ((For a story on
logging firms and climate change [ID:nJAK459854] )) (Editing by Ed Davies
send email :
news.feedback. asia@thomsonreut ers.com

Pemikiran tentang :

Ekspor perikanan indonesia???

Meninjau Ulang Orientasi Ekspor Perikanan Indonesia

Suraji Sukamzawi

Deputi Kajian dan Kampanye Serikat Nelayan Indonesia (SNI)


Sebagai negara yang mengklaim dirinya sebagai negara maritim, Indonesia belum begitu mengapresiasi terhadap momentum hari perikanan dunia yang bertepatan pada tanggal 21 Nopember. Sebuah peringatan yang berupa perayaan (celebration) mungkin kurang dianggap penting bagi sebagian orang. Tapi sebagai sebuah kreativitas kebudayaan (kultural), masyarakat kita sangat kaya dengan acara-acara perayaan ini. Ada nilai yang hendak diusung, dilestarikan, dan diwariskan. Ada harapan yang ingin dipupuk, dan cita-cita yang hendak diraih.

Karena itu, tak heran jika ritual seperti merti laut, petik laut, sedekah laut, sebagai apresiasi kultural untuk menghormati alam atau mensyukuri anugerah Tuhan masih dipertahankan oleh masyarkat kita yang hidup di daerah pesisir. Hanya saja, apresiasi secara nasional oleh negara kita, yang difasilitasi oleh pemerintah belum ada sejauh ini.

Tapi bukan soal acara ritual yang hendak kita permasalahkan seiring dengan momentum hari perikanan dunia ini. Melainkan, kita perlu melihat seperti apa kondisi perikanan kita. Bagaimana posisi Indonesia di antara pertarungan global dunia perikanan? Seperti apa nasib masyarakat perikanan kita? Lantas, apa tantangan yang harus kita hadapi terhadap masalah ini? Itulah berbagai pertanyaan yang patut kita jawab secara bersama sebagai sebuah bangsa maritim.

Pemerintah Indonesia boleh bangga atas prestasi perikanannya selama ini. Indonesia merupakan supplier 40% kebutuhan ikan negara Amerika. Selain Thailand, China dan Singapura Kita juga menduduki peringkat 10 besar, yakni peringkat ke-8 negara eksportir ikan Asia untuk pasar Eropa. Namun, pasar ini juga sangat rentan terhadap krisis yang masih melanda dunia sekarang ini.

Akibat krisis keuangan global, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) memperkirakan ekspor perikanan Indonesia stagnan, yakni sebesar US$ 2,6 miliar. Permintaan di pasar utama, yakni Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang turun akibat krisis keuangan global. Pelemahan pasar ekspor ikan dipastikan akan menyebabkan persaingan dengan negara pengekspor lainnya semakin ketat. Selama ini, ekspor ke pasar utama mencakup 70 persen atau sekitar US$ 1,82 miliar pada 2008. Jumlah tersebut merosot 15 persen tahun ini, menjadi sekitar US$ 1,54 miliar.

Kemerosotan yang terjadi dalam perdagangan global perikanan ini disebabkan oleh menurunnya kapasitas penangkapan ikan oleh para nelayan kita. Cuaca buruk yang terjadi di perairan Indonesia mengakibatkan para nelayan berhenti melaut. Ditambah lagi stock ikan di laut yang menurun drastis akibat penangkapan berlebih (overfishing) menjadi penyebab utama penurunan hasil tangkapan tersebut.

Ketidakstabilan pasar, kecenderungan penawaran dan permintaan ikan yang fluktuatif, itulah alasan kita tidak perlu bangga terhadap prestasi selama ini. Bahkan kalau kita salah langkah dan tidak hati-hati dalam menerapkan kebijakan perikanan bisa fatal akibatnya. Lagipula kita juga perlu bertanya, jika hasil eksport tersebut dianggap sebagai prestasi, sejauh mana capaian tersebut dapat dinikmati untuk kesejahtaraan rakyat Indonesia?

Bolehlah itu dianggap prestasi dalam menyumbangkan pendapatan negara. Tapi apa gunanya jika tidak bisa dinikmati rakyatnya. Nyatanya, kehidupan para nelayan yang terhampar sepanjang pesisir kepulauan Indonesia, hidup mereka makin hari makin buruk kondisinya. Itulah mengapa kita perlu meninjau ulang kebijakan orientasi ekspor dalam sektor perikanan kita. Apalagi jika kebutuhan di dalam negeri belum cukup terpenuhi.

Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menengarai bahwa Indonesia masih mengimpor ikan patin dan ikan kembung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Indonesia setiap tahun harus mengimpor ikan patin sebanyak 1.300 ton per tahun dari Vietnam, sedangkan ikan kembung harus diimpor dari Pakistan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat besar merupakan pasar yang menjanjikan. Selama ini, masyarakat Indonesia sendiri belum banyak yang mengkonsumsi protein yang bersumber dari perikanan kita. Ikan dengan kualitas protein yang tinggi lebih sering menjadi primadona untuk komoditas ekspor. Fenomena ini bisa dikatakan sebuah ironi.

Pemerintah perlu lebih gencar melakukan kampanye kepada seluruh lapisan masyarakat untuk mengkonsumsi ikan. Pemerintah pusat hingga daerah perlu secara intensif untuk memfasilitasi pemasaran ikan hasil tangkapan para nelayan. Pemerintah harus lebih peka terhadap musim ikan untuk mengawasi kelangkaan dan kelebihan ikan antar wilayah untuk memastikan ikan kita dapat terpasarkan di dalam negeri.

Oleh karena itu, rencana DKP untuk menerapkan sistem buka-tutup dalam kebijakan ekspor ikan di 2010 perlu disambut baik. Rencananya, pemerintah akan membangun mega cold storage untuk menyimpan kelebihan pasokan ikan di dalam negeri. Ikan-ikan utuh hasil tangkapan dalam negeri bakal diekspor dengan sistem buka tutup. Sehingga, saat pasokan ikan di dalam negeri berlebih, maka simpanan ikan dalam mega cold storage akan dibuka untuk dilemparkan ke luar negeri. Ikan-ikan tersebut akan diekspor dalam bentuk utuh.

Selama pasokan ikan untuk industri pengolahan ikan di dalam negeri kurang, maka pintu ekspor ikan akan ditutup lantaran untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan ikan dalam negeri. Pembangunan mega cold storage direncanakan di tiga lokasi; yaitu Pelabuhan Samudera Bitung, Pelabuhan Samudera Muara Baru dan Pelabuhan Samudera Surabaya.

Degan meninjau ulang orientasi ekspor pada kebijakan perikanan, kita bisa lebih memfokuskan pada masalah domestik. Kita perlu lebih intensif menggarap pasar dalam negeri. Penduduk Indonesia yang tinggi sebenarnya merupakan pasar yang menjanjikan. Masalahnya, selama ini pemerintah belum begitu gencar dalam kampanye dan mempromosikan hasil perikananan kita kepada konsumen kita sendiri. Pemerintah daerah sebenarnya bisa memfasilitasi untuk pemasaran ikan ini.

Sembari mengurus pasar sendiri, kita bisa lebih memperhatikan perkonomian nelayan kita. Mengingat perdagangan di tingkat lokal juga tidak kalah pentingnya untuk ditangani. Sudah begitu lama tempat pelelangan ikan (TPI) di daerah pesisir dibiarkan terbengkelai. Akibatnya, para tengkulak pemburu rente bebas memainkan harga ikan. Nelayan makin menderita akibat perdagangan yang dikuasai renternir. Padahal mereka masih harus merasakan mahalnya biaya untuk kebutuhan melaut. Ini memang masalah klasik, tapi bukan berarti harus diabaikan. Justru harus terus-menerus dicari solusi penataannya yang tepat.




Pemikiran tentang :

Selamatkhan Semenanjung kampar

Semenanjung Kampar agar Diselamatkan


*Pekanbaru, Kompas* - Beberapa organisasi pencinta lingkungan di Provinsi
Riau, antara lain Wahana Lingkungan Hidup Indonesia wilayah Riau, Jaringan
Kerja Penyelamat Hutan Riau, perwakilan Greenpeace, dan Scale Up, meminta
anggota DPRD Riau menyelamatkan hutan gambut di Semenanjung Kampar sebelum
semuanya menjadi terlambat.

Pemberian izin pembukaan hutan gambut menjadi hutan tanaman industri (HTI)
untuk keperluan PT Riau Andalan Pulp and Paper oleh Menteri Kehutanan
merupakan langkah mundur dalam pelestarian lingkungan di negeri ini.

Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia wilayah Riau Hariansyah yang dihubungi seusai dengar pendapat
dengan Komisi I DPRD Riau di Pekanbaru, Senin (14/12). Pertemuan dipimpin
oleh Ketua Komisi I Bagus Santoso dari Partai Amanat Nasional.

Menurut Kaka, panggilan akrab Hariansyah, terlalu banyak kejanggalan dalam
pemberian izin HTI di Semenanjung Kampar.

Pertama, lokasi pemberian izin HTI itu berada pada hutan gambut yang berada
di lahan konservasi.

”Berdasarkan tata ruangnya, Semenanjung Kampar merupakan wilayah konservasi
yang tidak dapat dibuka. Keppres No 32/1999 juga menegaskan, kedalaman
gambut yang melebihi 3 meter merupakan kawasan lindung. Kawasan lindung
berarti kawasan itu tak boleh dialihfungsikan untuk HTI. Berdasarkan
penelitian kami, kedalaman gambut di Semenanjung Kampar melebihi 3 meter dan
bahkan ada yang mencapai 11 meter,” ujar Kaka.

Bagus Santoso, yang dihubungi secara terpisah, mengungkapkan, pihaknya telah
menampung segala masukan organisasi pemerhati lingkungan di Riau itu. Dia
berjanji akan mempelajari aspek-aspek hukum atas izin HTI di Semenanjung
Kampar itu.

”Aspek hukum izin di Semenanjung Kampar pasti akan kami telusuri, tetapi
kami akan berkoordinasi dengan Komisi II yang juga memiliki kaitan dari segi
pembangunan ekonomi,” kata Bagus. (SAH)

sumber :
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/15/09371588/semenanjung.kampar.agar.diselamatkan

Pemikiran tentang :

Pulau dijual

Banyak Pulau Luar Nias Dikuasai Orang Asing
Republika, 14 Desember 2009
Medan - Pulau-pulau terluar yang terdapat di Nias, Sumatra Utara (Sumut), banyak "dikuasai" orang asing akibat minimnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah setempat.

"Beberapa pulau terluar di Kepulauan Nias diduga sudah dikuasai oleh orang asing untuk kepentingan pariwisata karena daya tarik keindahan pantai dan potensi gelombang laut untuk berselancar, " kata penanggung jawab anjungan Kabupaten Nias, Julius Nduru, di Pekan Raya Sumut di Medan, Sabtu malam.

Menurutnya, pulau-pulau tersebut rata-rata tak terurus oleh pemerintah setempat sehingga memungkinkan warga negara asing datang ke sana, padahal pulau tersebut memiliki potensi dan daya tarik keindahan luar biasa.

Pulau Nias dikenal sebagai salah satu kawasan untuk olahraga berselancar yang sering dijajal oleh atlet-atlet kelas dunia dan menjadi surga olahraga itu. "Jadi, tidak usah heran kalau wisatawan asing datang beramai-ramai mengunjungi pulau tersebut untuk menghabiskan waktunya berselancar dan berliburan," katanya.

Selain itu, jumlah aparat keamanan tidak sebanding dengan banyaknya pulau-pulau terluar di Nias sehingga minimnya pengawasan terhadap pulau tersebut. Pulau-pulau terluar di Nias memiliki potensi perikanan dan pariwisata yang luar biasa untuk dikembangkan.

"Wajar jika kemudian ada orang asing dengan mudah bisa membeli pulau-pulau tersebut karena kurangnya pengawasan. Mereka kemudian bisa membangun vila, resor, atau semacamnya," katanya. (ant, ed:sbt)

Pemikiran tentang :

Biofuel bersih??? benar hanya mitos

Biofuel Sebagai Energi Bersih Itu Mitos


Palembang (*ANTARA News)* - Program biofuel sebagai energi bersih merupakan
mitos dan hanya untuk mendorong peningkatan ekspansi perkebunan kelapa
sawit
.

Hal itu diungkapkan Julian Junaidi, akademisi Universitas Sriwijaya (Unsri)
di Palembang, Senin, pada acara diskusi tentang biofuel yang diselenggarakan
oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Selatan (Sumsel).

Menurut dia, pembakaran energi biofuel 10 kali lipat dibandingkan pembakaran
energi fosil. "Premium 1 ton menimbulkan CO2 (karbon dioksida) pada atmosfir
sebesar 3,1 ton, sedangkan proses pembuatan 1 ton biofuel dapat menghasilkan
33 ton C02, " papar dia.

Ia mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa dampak yang dikeluarkan dari proses
pembuatan biofuel sangat besar terhadap pemanasan global.

"Memang biofuel tidak menimbulkan pembakaran karbon yang dapat merusak
lingkungan, akan tetapi prosesnya dapat berakibat besar terhadap kerusakan
lingkungan," katanya.

Selanjutnya dia mengatakan, program pengembangan biofuel, selain berdampak
negatif terhadap lingkungan, juga menimbulkan konflik lahan pada masyarakat.

"Sudah ratusan konflik akibat dari ekspansi lahan perkebunan sawit, karena
lahan digunakan yang benar-benar bukan lahan kosong, melainkan lahan telah
digarap oleh masyarakat, "ujar dia.

"Kelapa sawit bukan energi terbarukan. Harga yang harus dibayar untuk sebuah
energi berkelanjutan dari sawit teramat mahal. Jutaan hektare hutan dibabat
kemudian menciptakan bencana ekologi dimana masyarakat untuk hidup secara
normal telah gagal akibat peristiwa kemalangan luarbiasa, baik karena
peristiwa alam ataupun perbuatan manusia," kata dia.

Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan, program biofuel telah
mendorong meningkatkan ekspansi perkebunan kelapa sawit secara
besar-besaran.

Menurut dia, kelapa sawit tidak hanya dijadikan pemasok kebutuhan untuk
industri pangan (minyak sayur), tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan bahan
bakar mesin industri dan transportasi.

Ia mengungkapkan, dampak dari ekspansi perkebunan kelapa sawit telah
menyebabkan kerusakan lingkungan, rusaknya hutan-hutan rakyat, hutan lindung
dataran rendah di Sumatra dan hutan serta taman nasional.

"Selain itu program ini juga telah meningkatkan potensi konflik sosial.
Berdasarkan catatan Sawit Watch tahun 2003 menerangkan bahwa konflik sosial
berjumlah 140, akan tetapi di tahun 2007 meningkat hampir empat kali lipat
yaitu tercatat 513 konflik sosial yang langsung bersentuhan dengan
perkebunan besar kelapa sawit, "kata dia.

Ia menyebutkan hal tersebut sebagai bencana pembangunan yang didefinisikan
sebagai faktor krisis lingkungan akibat pembangunan dan gejala alam itu
sendiri, diperburuk dengan perusakan sumberdaya alam dan lingkungan serta
ketidakadilan dalam kebijakan pembangunan sosial.

"Bencana seperti banjir, kekeringan dan longsor sering dianggap sebagai
bencana alam dan juga takdir. Padahal fenomena tersebut, lebih sering
terjadi karena salah urus lingkungan dan aset alam yang terjadi secara
akumulatif dan terus-menerus, " kata dia lagi.

sumber:
http://www.antarane ws.com/berita/ 1260204568/ biofuel-sebagai- energi-bersih- itu-mitos

Pemikiran tentang :

Krisis dan penghematan

Krisis dan Penghematan Energi – Perspektif Global

Gita Stevani
[Kolomnis Ekonomi Pena Indonesia]

Penghematan bahan bakar adalah isu yang relevan dan mendesak, tidak
hanya di Indonesia tapi secara global. Tingkat konsumsi minyak
sekarang sedang secara cepat menuju tingkat yang tak tertanggungkan.

Apa saja yang kita konsumsi atau pakai—rumah, seisinya, mobil dan
jalan, baju yang kita pakai, dan makanan yang kita santap—memerlukan
energi untuk memproduksi dan mengemasnya, untuk mendistribusikannya ke
toko atau depan rumah kita, dan kemudian membuangnya ke tempat sampah.

Energi yang dibutuhkan untuk mendukung ekonomi dan gaya hidup memberi
kenyamanan dan keuntungan luar biasa. Tapi, juga menuntut biaya luar
biasa dalam kesehatan, ekosistem dan bahkan keamanan. Konsumsi energi
mempengaruhi segala hal, dari utang luar negeri hingga stabilitas
Timur Tengah, dari udara yang kita hirup hingga air yang kita minum.

Secara global kita menyaksikan bahwa efisiensi penggunaan energi
meningkat dalam beberapa dasawarsa terakhir, artinya makin sedikit
energi dibutuhkan untuk menghasilkan uang. Tapi, perkembangan bagus
itu dikalahkan oleh peningkatan terus-menerus dalam laju konsumsi
energi dunia. Konsumsi energi didorong oleh peningkatan jumlah
penduduk. Namun , sementara penduduk dunia meningkat tiga kali lipat
dari 1850 hingga 1970, peningkatan konsumsi energi naik lebih tajam
dari itu: 12 kali lipat.

Mengingat laju pertumbuhan penduduk lebih besar di negeri-negeri
miskin, jelaslah bahwa peningkatan eksponensial dalam konsumsi energi
terjadi di negeri-negeri kaya. Contoh ekstrem adalah Amerika Serikat,
negeri yang paling rakus energi. Penggunaan minyak di Amerika selama
satu dekade terakhir naik menjadi 2,7 juta barel per hari—lebih banyak
dari yang dikonsumsi India dan Pakistan sekaligus, yang keduanya
berisi total empat kali lipat penduduk Amerika. Secara total,
rata-rata orang Amerika mengkonsumsi lima kali lebih banyak energi
dari rata-rata warga dunia, 10 kali lebih dari rata-rata orang Cina,
dan 20 kali lebih banyak dari rata-rata orang India.

Cina adalah negeri yang sekarang pertumbuhan ekonominya paling cepat.
Dengan trend itu, jika rata-rata orang Cina mengkonsumsi energi sama
seperti orang Amerika, Cina membutuhkan 90 juta barel minyak per
hari—sementara produksi minyak dunia pada 2001 hanya 11 juta barel
saja setiap hari. Tekor.

Kebutuhan minyak seperti itu tidak akan bisa ditanggung. Di samping
mendorong pertumbuhan ekonomi, kita perlu ingat penggunaan minyak juga
memiliki ongkosnya sendiri: merosotnya kualitas kesehatan manusia,
kian buruknya ekosistem, dan bahkan instabilitas politik dunia.

Isu penghematan energi memang isu yang relevan. Masalahnya, siapa yang
harus berhemat. Di tingkat global, bukan negeri seperti Indonesia yang
harus menghemat atau membatasi penggunaan bahan bakar. Konsumsi minyak
per kapita di Indonesia jauh lebih kecil dari negeri-negeri lain.

Namun, bukan berarti kita di Indonesia harus melupakan cara untuk
menghemat energi. Seperti di tingkat global, ada kesenjangan besar
dalam konsumsi energi di tingkat nasional, antara orang kaya dan orang
miskin. Dan jika Indonesia harus menghemat, dengan mudah kita pun bisa
mendefinisikan siapa yang harus menahan diri untuk konsumsi energi,
yang jelas bukan orang-orang miskin.

Melalui pajak dan subsidi, regulasi dan standar, dan investasi di
infrastruktur, pemerintah mempengaruhi bagaimana, di mana, berapa
banyak dan bentuk energi yang dipakai rakyat. Tapi, kita para konsumen
bukanlah penonton pasif. Kita bisa berperan dalam penghematan energi.
Pada akhirnya konsumen yang menentukan apa yang kita beli dan pakai,
maka konsumen bisa mendorong perubahan.

Kini, transportasi merupakan pemakan energi terbesar di dunia, sekitar
30% dari penggunaan energi dunia dan 95% konsumsi minyak dunia.
Pendorong signifikan dari konsumsi energi untuk transportasi adalah
ketergantungan besar pada mobilk pribadi. Sekitar 40,6 juta mobil
penumpang dikeluarkan dari pabrik seluruh dunia pada 2002, lima kali
lipat dari 1950-an. Mobil penumpang kini berjumlah 531 juta, tumbuh
sekitar 11 juta setiap tahunnya. Sekitar seperempat mobil ada di
Amerika, tempat mobil dan truk memakan 40% konsumsi minyak nasional
dan menyumbang perubahan iklim dunia setara dampak seluruh aktivitas
ekonomi Jepang. Jarak total yang dilalui orang Amerika melebihi semua
negeri industri maju sekaligus.

Sebagai kontras, banyak negara mulai peduli pada transportasi publik
untuk membatasi pemakaian mobil pribadi. Di Jepang dan Eropa, banyak
investasi dalam infrastruktur transportasi setelah Perang Dunia II
terfokus pada kereta api dan sistem transit. Kini sekitar 92% dari
penumpang di kota Tokyo berpergian lewat rel, dan orang Jepang hanya
menggunakan 55% perjalanan mereka dengan mobil. Eropa Barat
menggunakan angkutan publik 10% dari total perjalanan dalam kota,
Kanada 7%, dibandingkan Amerika yang hanya 2%.

"Ongkos kemacetan" terhadap mobil yang masuk pusat kota, dibarengi
dengan investasi lebih baik pada transportasi umum, juga mengurangi
penggunaan mobil dan polusi. Di London, sebagai hasil dari penerapan
toll ke pusat kota pada 2003, tingkat lalu lintas turun rata-rata 16
persen dalam beberapa bulan pertama, dan banyak pengguna mobil mulai
memakai angkutan umum.

Transportasi hanya salah satu saja. Di seluruh dunia orang mengunakan
sepertiga energi untuk bangunan—pemanas, pendingin, memasak,
penerangan, dan menjalankan perlengakapn elektronik. Penggunaan energi
dalam gedung meningkat tajam, dan juga di rumah-rumah kita. Tapi ada
kesenjangan besar konsumsi enegeri beberapa negeri: orang di seluruh
Amerika dan Kanada menggunakan 2,4 lebih banyak energi dari
rumah-rumah di Eropa Barat.

Meski seperempat penduduk dunia tak punya rumah yang layak atau bahkan
tak punya rumah sama sekali, banyak rumah di dunia tumbuh kian luas
dan besar. Amerika sekali lagi contoh ekstrem: dari 1975 hingga 2000,
rumah-rumah baru di sana tumbuh 38% lebih luas, menjadi rata-rata 210
meter persegi—dua kali lipat dari rumah rata-rata di Eropa atau Jepang
dan 26 kali lipat dari ruang hidup rata-rata orang di Afrika.

Ketika rumah membesar, tiap rumah membutuhkan ruang lebih luas untuk
dipanaskan atau didinginkan, diterangi, dan lebih banyak perlengkapan.
Peralatan rumah tangga adalah pemakan konsumsi energi paling cepat
peningkatannya setelah mobil, yakni sekitar 30% konsumsi listrik
nasional dan menyumbang 12% emisi gas yang menyebabkan global warming.
Sementara itu, di negeri-negeri sedang berkembang, penjualan kulkas di
India saja diramalkan meningkat 14% setiap tahunnya.

Melalui subsidi, pajak, penegakan standar industri yang hemat bahan
bakar serta perlakuan lain, kebijakan pemerintah memiliki dampak
langsung pada permintaan dan pasokan energi, efisiensi rumah,
peralatan, mobil dan pabrik-pabrik.

Di Denmark, pajak untuk pendaftaran mobil dibuat sedemikian rupa
sehingga sangat tinggi, melebihi harga jual eceran mobil, sementara
infrastruktur kereta api dan sepeda diperbaiki. Dampaknya: lebih 30%
keluarga tidak memiliki mobil. Jika pemerintah atau perusahaan
mensubsidi transportasi publik, orang akan lebih suka naik bus dan
subway ketimbang dengan sedan.

Di tingkat global, negeri-negeri seperti Amerika lah yang harus
menahan diri untuk mengurangi kerakusannya akan bahan bakar.
Sayangnya, Presiden George Bush tak nampak tergerak. Negeri itu sampai
sekarang menolak Protokol Kyoto yang mengatur emisi buangan energi
agar tidak merusak lingkungan bumi makin jauh.

Di tingkat nasional Indonesia, orang-orang kaya juga harus menahan
diri. Jika mereka tidak bisa menahan diri, pemerintahlah yang
berkewajiban memaksa, melalui instrumen pajak serta kebijakan publik
lainnya.*

Krisis dan Penghematan Energi – Perspektif Global

Gita Stevani
[Kolomnis Ekonomi Pena Indonesia]

Penghematan bahan bakar adalah isu yang relevan dan mendesak, tidak
hanya di Indonesia tapi secara global. Tingkat konsumsi minyak
sekarang sedang secara cepat menuju tingkat yang tak tertanggungkan.

Apa saja yang kita konsumsi atau pakai—rumah, seisinya, mobil dan
jalan, baju yang kita pakai, dan makanan yang kita santap—memerlukan
energi untuk memproduksi dan mengemasnya, untuk mendistribusikannya ke
toko atau depan rumah kita, dan kemudian membuangnya ke tempat sampah.

Energi yang dibutuhkan untuk mendukung ekonomi dan gaya hidup memberi
kenyamanan dan keuntungan luar biasa. Tapi, juga menuntut biaya luar
biasa dalam kesehatan, ekosistem dan bahkan keamanan. Konsumsi energi
mempengaruhi segala hal, dari utang luar negeri hingga stabilitas
Timur Tengah, dari udara yang kita hirup hingga air yang kita minum.

Secara global kita menyaksikan bahwa efisiensi penggunaan energi
meningkat dalam beberapa dasawarsa terakhir, artinya makin sedikit
energi dibutuhkan untuk menghasilkan uang. Tapi, perkembangan bagus
itu dikalahkan oleh peningkatan terus-menerus dalam laju konsumsi
energi dunia. Konsumsi energi didorong oleh peningkatan jumlah
penduduk. Namun , sementara penduduk dunia meningkat tiga kali lipat
dari 1850 hingga 1970, peningkatan konsumsi energi naik lebih tajam
dari itu: 12 kali lipat.

Mengingat laju pertumbuhan penduduk lebih besar di negeri-negeri
miskin, jelaslah bahwa peningkatan eksponensial dalam konsumsi energi
terjadi di negeri-negeri kaya. Contoh ekstrem adalah Amerika Serikat,
negeri yang paling rakus energi. Penggunaan minyak di Amerika selama
satu dekade terakhir naik menjadi 2,7 juta barel per hari—lebih banyak
dari yang dikonsumsi India dan Pakistan sekaligus, yang keduanya
berisi total empat kali lipat penduduk Amerika. Secara total,
rata-rata orang Amerika mengkonsumsi lima kali lebih banyak energi
dari rata-rata warga dunia, 10 kali lebih dari rata-rata orang Cina,
dan 20 kali lebih banyak dari rata-rata orang India.

Cina adalah negeri yang sekarang pertumbuhan ekonominya paling cepat.
Dengan trend itu, jika rata-rata orang Cina mengkonsumsi energi sama
seperti orang Amerika, Cina membutuhkan 90 juta barel minyak per
hari—sementara produksi minyak dunia pada 2001 hanya 11 juta barel
saja setiap hari. Tekor.

Kebutuhan minyak seperti itu tidak akan bisa ditanggung. Di samping
mendorong pertumbuhan ekonomi, kita perlu ingat penggunaan minyak juga
memiliki ongkosnya sendiri: merosotnya kualitas kesehatan manusia,
kian buruknya ekosistem, dan bahkan instabilitas politik dunia.

Isu penghematan energi memang isu yang relevan. Masalahnya, siapa yang
harus berhemat. Di tingkat global, bukan negeri seperti Indonesia yang
harus menghemat atau membatasi penggunaan bahan bakar. Konsumsi minyak
per kapita di Indonesia jauh lebih kecil dari negeri-negeri lain.

Namun, bukan berarti kita di Indonesia harus melupakan cara untuk
menghemat energi. Seperti di tingkat global, ada kesenjangan besar
dalam konsumsi energi di tingkat nasional, antara orang kaya dan orang
miskin. Dan jika Indonesia harus menghemat, dengan mudah kita pun bisa
mendefinisikan siapa yang harus menahan diri untuk konsumsi energi,
yang jelas bukan orang-orang miskin.

Melalui pajak dan subsidi, regulasi dan standar, dan investasi di
infrastruktur, pemerintah mempengaruhi bagaimana, di mana, berapa
banyak dan bentuk energi yang dipakai rakyat. Tapi, kita para konsumen
bukanlah penonton pasif. Kita bisa berperan dalam penghematan energi.
Pada akhirnya konsumen yang menentukan apa yang kita beli dan pakai,
maka konsumen bisa mendorong perubahan.

Kini, transportasi merupakan pemakan energi terbesar di dunia, sekitar
30% dari penggunaan energi dunia dan 95% konsumsi minyak dunia.
Pendorong signifikan dari konsumsi energi untuk transportasi adalah
ketergantungan besar pada mobilk pribadi. Sekitar 40,6 juta mobil
penumpang dikeluarkan dari pabrik seluruh dunia pada 2002, lima kali
lipat dari 1950-an. Mobil penumpang kini berjumlah 531 juta, tumbuh
sekitar 11 juta setiap tahunnya. Sekitar seperempat mobil ada di
Amerika, tempat mobil dan truk memakan 40% konsumsi minyak nasional
dan menyumbang perubahan iklim dunia setara dampak seluruh aktivitas
ekonomi Jepang. Jarak total yang dilalui orang Amerika melebihi semua
negeri industri maju sekaligus.

Sebagai kontras, banyak negara mulai peduli pada transportasi publik
untuk membatasi pemakaian mobil pribadi. Di Jepang dan Eropa, banyak
investasi dalam infrastruktur transportasi setelah Perang Dunia II
terfokus pada kereta api dan sistem transit. Kini sekitar 92% dari
penumpang di kota Tokyo berpergian lewat rel, dan orang Jepang hanya
menggunakan 55% perjalanan mereka dengan mobil. Eropa Barat
menggunakan angkutan publik 10% dari total perjalanan dalam kota,
Kanada 7%, dibandingkan Amerika yang hanya 2%.

"Ongkos kemacetan" terhadap mobil yang masuk pusat kota, dibarengi
dengan investasi lebih baik pada transportasi umum, juga mengurangi
penggunaan mobil dan polusi. Di London, sebagai hasil dari penerapan
toll ke pusat kota pada 2003, tingkat lalu lintas turun rata-rata 16
persen dalam beberapa bulan pertama, dan banyak pengguna mobil mulai
memakai angkutan umum.

Transportasi hanya salah satu saja. Di seluruh dunia orang mengunakan
sepertiga energi untuk bangunan—pemanas, pendingin, memasak,
penerangan, dan menjalankan perlengakapn elektronik. Penggunaan energi
dalam gedung meningkat tajam, dan juga di rumah-rumah kita. Tapi ada
kesenjangan besar konsumsi enegeri beberapa negeri: orang di seluruh
Amerika dan Kanada menggunakan 2,4 lebih banyak energi dari
rumah-rumah di Eropa Barat.

Meski seperempat penduduk dunia tak punya rumah yang layak atau bahkan
tak punya rumah sama sekali, banyak rumah di dunia tumbuh kian luas
dan besar. Amerika sekali lagi contoh ekstrem: dari 1975 hingga 2000,
rumah-rumah baru di sana tumbuh 38% lebih luas, menjadi rata-rata 210
meter persegi—dua kali lipat dari rumah rata-rata di Eropa atau Jepang
dan 26 kali lipat dari ruang hidup rata-rata orang di Afrika.

Ketika rumah membesar, tiap rumah membutuhkan ruang lebih luas untuk
dipanaskan atau didinginkan, diterangi, dan lebih banyak perlengkapan.
Peralatan rumah tangga adalah pemakan konsumsi energi paling cepat
peningkatannya setelah mobil, yakni sekitar 30% konsumsi listrik
nasional dan menyumbang 12% emisi gas yang menyebabkan global warming.
Sementara itu, di negeri-negeri sedang berkembang, penjualan kulkas di
India saja diramalkan meningkat 14% setiap tahunnya.

Melalui subsidi, pajak, penegakan standar industri yang hemat bahan
bakar serta perlakuan lain, kebijakan pemerintah memiliki dampak
langsung pada permintaan dan pasokan energi, efisiensi rumah,
peralatan, mobil dan pabrik-pabrik.

Di Denmark, pajak untuk pendaftaran mobil dibuat sedemikian rupa
sehingga sangat tinggi, melebihi harga jual eceran mobil, sementara
infrastruktur kereta api dan sepeda diperbaiki. Dampaknya: lebih 30%
keluarga tidak memiliki mobil. Jika pemerintah atau perusahaan
mensubsidi transportasi publik, orang akan lebih suka naik bus dan
subway ketimbang dengan sedan.

Di tingkat global, negeri-negeri seperti Amerika lah yang harus
menahan diri untuk mengurangi kerakusannya akan bahan bakar.
Sayangnya, Presiden George Bush tak nampak tergerak. Negeri itu sampai
sekarang menolak Protokol Kyoto yang mengatur emisi buangan energi
agar tidak merusak lingkungan bumi makin jauh.

Di tingkat nasional Indonesia, orang-orang kaya juga harus menahan
diri. Jika mereka tidak bisa menahan diri, pemerintahlah yang
berkewajiban memaksa, melalui instrumen pajak serta kebijakan publik
lainnya.*

Pemikiran tentang :

pengetahuan dasar

Tektonik Lempeng

Tektonik lempeng adalah suatu teori yang menerangkan proses dinamika bumi tentang pembentukan jalur pegunungan, jalur gunung api, jalur gempa bumi, dan cekungan endapan di muka bumi yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng.

Lempeng dan pergerakannya

Menurut teori ini kerakbumi (lithosfer) dapat diterangkan ibarat suatu rakit yang sangat kuat dan relatif dingin yang mengapung di atas mantel astenosfer yang liat dan sangat panas, atau bisa juga disamakan dengan pulau es yang mengapung di atas air laut. Ada dua kjenis kerak bumi yakni kerak samudera yang tersusun oleh batuan bersifat basa dan sangat basa, yang dijumpai di samudera sangat dalam, dan kerak benua tersusun oleh batuan asam dan lebih tebal dari kerak samudera. Kerakbumi menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat adanya aliran panas yang mengalir di dalam astenofer menyebabkan kerakbumi ini pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil yang disebut lempeng kerakbumi. Dengan demikian lempeng dapat terdiri dari kerak benua, kerak samudera atau keduanya. Arus konvensi tersebut merupakan sumber kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng.

Akibat Pergerakan Lempeng

Pergerakan lempeng kerakbumi ada 3 macam yaitu pergerakan yang saling mendekati, saling menjauh dan saling berpapasan.

Pergerakan lempeng saling mendekati akan menyebabkan tumbukan dimana salah satu dari lempeng akan menunjam ke bawah yang lain. Daerah penunjaman membentuk suatu palung yang dalam, yang biasanya merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Dibelakang jalur penunjaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatik dan gunungapi serta berbagai cekungan pengendapan. Salah satu contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan antara lempeng Ind0-Australia dan Lempeng Eurasia menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa dan jalur gunungapi Sumatera, Jawa dan Nusatenggara dan berbagai cekungan seperti Cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan Jawa Utara.

Pergerakan lempeng saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan peregangan kerakbumi dan akhirnya terjadi pengeluaran material baru dari mantel membentuk jalur magmatik atau gunungapi. Contoh pembentukan gunungapi di Pematang Tengah Samudera di Lautan Pasific dan Benua Afrika.

Pergerakan saling berpapasan dicirikan oleh adanya sesar mendatar yang besar seperti misalnya Sesar Besar San Andreas di Amerika.

Kegiatan Tektonik

Pergerakan lempeng kerakbumi yang saling bertumbukan akan membentuk zona sudaksi dan menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun vertikal, yang akan membentuk pegunungan lipatan, jalur gunungapi/magmatik, persesaran batuan, dan jalur gempabumi serta terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu terbentuk juga berbagai jenis cekungan pengendapan batuan sedimen seperti palung (parit), cekungan busurmuka, cekungan antar gunung dan cekungan busur belakang. Pada jalur gunungapi/magmatik biasanya akan terbentuk zona mineralisasi emas, perak dan tembaga, sedangkan pada jalur penunjaman akan ditemukan mineral kromit. Setiap wilayah tektonik memiliki ciri atau indikasi tertentu, baik batuan, mineralisasi, struktur maupun kegempaanya.


Pegunungan

Apa bedanya antara gunung dan pegunungan? Tadi telah dijelaskan di atas bahwa gunung merupakan bentuk muka bumi yang menjulang tinggi berbentuk kerucut atau kubah dan berdiri sendiri. Sedangkan pegunungan merupakan suatu jalur memanjang yang berhubungan antara puncak yang satu dengan puncak lainnya, misalnya Pegunungan Yura di Prancis dan Pegunungan Panini di Inggris. Di Indonesia juga banyak ditemukan pegunungan. Coba Anda diskusikan dengan teman, pegunungan yang ada di Indonesia. Benar jawaban Anda, pegunungan dimaksud diantaranya Bukit Barisan di Sumatera.

Apa yang menyebabkan terjadinya pegunungan? Pegunungan terbentuk pada waktu terjadinya gerak kerak bumi yang dalam dan luas. Karena itu daerah pegunungan biasanya relatif luas. Secara sederhana dapat kita membedakan pegunungan tua dan pegunungan muda. Pegunungan tua merupakan pegunungan yang relatif rendah dengan puncaknya yang relatif tumpul dan lerengnya landai. Misalnya Pegunungan Skandinavia dan Pegunungan Australia Timur yang terbentuk pada zaman Primer (Paleozoikum). Sedangkan pegunungan muda pada umumnya tinggi dengan puncaknya yang runcing dan lerengnya relatif curam. Pegunungan lipatan yang paling muda adalah hasil pengangkatan zaman tertier, misalnya Sirkum Mediterania dan sirkum pasifik.

Pegunungan Lipatan

Pegunungan lipatan disebabkan oleh terlipatnya lapisan (strata) sedimen yang besar karena tekanan dari dalam bumi. Akibat proses pelipatan ini, lebar lapisan sedimen menciut sedangkan tebalnya bertambah. Lapisan sedimen yang terlipat itu disebut lipatan atas atau disebut juga antiklinal. Sedangkan lapisan sediment yang terlipat ke bawah dinamakan lipatan bawah atau sinklinal.

Pegunugan lipat terdiri dari endapan-endapan seperti kapur dan lempung, yang terbentuk dari partikel-partikel batu tua, sisa-sisa tanaman dan binatang yang berada di bawah air dan mengeras. Panas bumi dan tekanan merubah beberapa batuan menjadi marmer dan batu tulis. Contoh gunung atau pegunungan lipat adalah pegunungan Himalaya dengan Gn.Everest yakni gunung tertinggi di dunia, pegunungan Alpen di Eropa, dan pegununganAppalachian di Amerika Serikat.


BENTANG ALAM PEGUNUNGAN LIPATAN

Bentuk muka bumi yang ada:

1. Punggungan Sinklin

2. Punggungan Antiklin

3. Punggungan Kuesta (kemiringan dipslope/bidang


Keterangan :

1. Punggungan Sinklin yaitu punggungan-punggungan yang terbentuk pada struktur sinklin akibat erosi dikiri – kanan sumbu sinklin.

2. Punggungan Antiklin yaitu Konfigurasi geologis yang lapisan-lapisan batuan sedimennya terlipat dan membentuk struktur yang cembung ( keatas ).

3. Punggungan Kuesta (kemiringan dipslope/bidang lapisan batuan 10o – 15o) : ridge asymetri dengan lereng landai yang dikontrol oleh kemiringan lapisan batuan dibawahnya.

4. Punggungan Homoklin ( homoclinal ridges (15 o – 45 o) ) yaitu bagian bukit yang terbentuk oleh lapisan-lapisan batuan yang berstruktur miring searah. Biasanya berasosiasi dan sejajar dengan lembah homoklin.

5. Punggungan Hogback (>= 45 o) yaitu punggungan yang apabila sudut yang dibentuk oleh perlapisan batuan dengan bidang datar relatif besar atau > 45°.

6. Lembah Sinklin yaitu Konfigurasi geologis yang lapisan-lapisan batuan sedimennya terlipat dan membentuk struktur yang cekung ( kebawah )

7. Lembah Antiklin (anticlinal valley ) yaitu lembah-lembah yang terbentuk diatas struktur antiklin, karena punggung antiin tererosi dengan kuat.

8. Lembah Homoklin ( homoclinal valley ) yaitu bagian lembah subsekuen dari bentang alam yang tersusun oleh lapisan-lapisan batuan yang berstruktur miring searah.

9. Kubah Antiklin adalah kubah yang dulunya merupakan punggungan antiklin.

10. Kubah Intrusi Garam ( Salt Dome ) : Kubah yang terjadi karena lapisan garam menekan lapisan sediment diatasnya.

11. Dataran Denudasional Struktur Sesar adalah dataran yang merupakan kesatuan dari proses pelapukan, gerakan tanah, erosi dan diakhiri dengan proses pengendapan.



Pemikiran tentang :

Timeliness....

Search on blog

Translate

Forecast Weather

Rupiah Exchange Rates ( IDR )

Rush hour Blog

Fight To our Earth....Go green

Brighter Planet's 350 Challenge
NonCommercial,Nonprofit. Diberdayakan oleh Blogger.